RESUME
FILSAFAT UMUM
BAB
I
A.
Pengertian
Filsafat
Secara etimologis folsafat berasal dari
beberapa bahasa, yaitu bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa inggris
yaitu “philosophy” sedangkan dalam bahasa yunani “philein” atau “philos dan
“shofein” atau sofhia. Adapula yang mengatakan filsafat dari bahasa arab yaitu,
“falsafah” yang artinya al-Hikmah. Akan
tetapi, kata tersebut pada awalnya
berasal dari bahasa yunani, philos artinya cinta sedangkan shopia artinya kebijaksanaan. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan yang dalam bahasa arab di istilahkan dengan al-Hikmah.
berasal dari bahasa yunani, philos artinya cinta sedangkan shopia artinya kebijaksanaan. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan yang dalam bahasa arab di istilahkan dengan al-Hikmah.
Sedangkan secara terminologis filsafat
mempunyai arti yang bervariasi. Juhaya paradya (200;2) mengatakan bahwa arti
yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan atau sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap filsafat
yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari.
Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban
tetapi jawaban yang ditemukan tidak pernah abadi oleh karena itu,
masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai karena itu adalah hakikat dari
berfilsafat. Filsafat adalah semi kritis yang bukan semata-mata membatasi diri
pada destruksi atau seakan-akan takut untuk mrmbawa pandangan positifnya
sendiri.
Franz magnis suseno menegaskan bahwa
kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahawa filsafat tidak pernah puas
diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sesuatu yang sudah selesai bahkan
senang membuka kembali perdebetan. Sesalu dan secara hakiki bersifat dialektis
dalam arti bahwa setiapkebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran
tesisi antithesis dan atitesisnya antetesis.
Secara ontologis, manusia memiliki
kreativitas dan berfungsi mencermati dirinya sebagai hamba tuhan dan pemimpin
dimuka bumi. Karakter manusia yang tidak
pernah merasa puas dengan yang dimiliki dan dialaminya merangsang akalnya
merenungi sedalam mungkin seluruh yang nyata ada dan yang ada tapi tidak nyata.
Dalam hal ini, herman soewardi (1996;4)
mengatakan bahwa perenungan filosofis terhadap segala hal yang ada dan yang mungkin
ada sehingga menemukan persepsi dan konsepsi tertentu atas sesuatu yang
direnungi, hakikatnya adalah cikal bakal ilmu pengetahuan.[1]
B.
Ciri-ciri
Pemikiran Filsafat
Adapun ciri-ciri
filsafat adalah sebagai berikut:
1. Sangat
umum atau universal
Pemikiran filsafat
memiliki kecendrungan sangat umum dan tingkat keumumannya sangat tinggi karena
pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi
bersangkutan dengan konsep-konsep yang yang sifatnya umum. Misalnya tentang
manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan, dan lainnnya.
2. Tidak
factual
Kata laintidak factual
adalah spekulatif, yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal
mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai suatu hal yang melampaui tapal bata dari
fakta-fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban-jawaban yang
didapat dari dugaan-dugaan tersebut sifatnya spekulatif. Hal ini bukan berarti
pemikiran filsafat tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk
kedalam lingkup kewenangan ilmu khusus.
3. Bersangkutan
dengan nilai
C.J. Ducasse mengatakan
bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta
yang disebut penilaian. Yang dibicarakan tentang penilaian adalah tentang yang
baik dan buruk yang sesuai susila dan asusila dan akhirnya filsafat sebagai
suatu usaha untuk mempertahankan nilai.
4. Berkaitan
dengan arti
Diatas
dikatakan bahwa nilai selalu dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai
tentu didalamnya penuh dengan arti, agar para filosof dalam mengunkapkan
ide-idenya sarat dengan arti , para filosof harus dapat menciptakan
kalimat-kalimat yang logis dan bahasa yang tepai/ilmiah. Semua itu berguna
untuk menghindari kesalahan/sesat pikir.
5.
Implikatif
Pemikiran
filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi(akibat logis). Dari
implikasi tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga
akan terjadi proses pemikiran yang dinamis, dari tesis ke antitesis ke
antitesis kemudian sintesis dan seterusnya Sehingga tida habis-habisnya. Pola
pemikiran yang implikatif (dialektif) akan dapat menyuburkan intelektual.
C. Cabang-cabang
filsafat
1. Filsafat
tentang pengetahuan, terdiri dari:
a. Epistemology
b. Logika
c. Kritik
ilmu
2.
Filsafat
tentang keseluruhan kenyataan, terdiri dari:
a.
Metafisika
umum (ontologi)
b.
Metafisika
khusus, terdiri:
1)
Teologi
metafisik
2)
Antropologi
3)
Kosmologi
3. Filsafat
tentang tindakan, terdiri dari:
a. Etika
b. Estetika
4. Sejarah
filsafat
Pembagian filsafat
secara sistematis yang didasarkan pada tematik yang berlaku didalam kurikulum
akademis:
a. Metafisika
(filsafat tentang hal yang ada)
b. Epistemology
(teori pengetahuan)
c. Metodologi
(teori tentang metode)
d. Logika
(teori tentang penyimpulan)
e. Etika
(filsafat tentang pertimbangan moral)
f. Estetika
(filsafat tentang keindahan)
g. Sejarah
filsafat
Pembagian
filsafat berdasarkan pada struktur pengetahuan filsafat yang berkembang saat
ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Filsafat
sistematis, terdiri:
1) Metafisika
2) Epistemology
3) Metodologi
4) Logika
5) Etika
6) Estetika
b. Filsafat
khusus, terdiri:
1) Filsafat
seni
2) Filsafat
kebudayaan
3) Filsafat
pendidikan
4) Filsafat
sejarah
5) Filsafat
bahasa
6) Filsafat
hokum
7) Filsafat
budi
8) Filsafat
politik
9) Filsafat
agama
10) Filsafat
kehidupan social
11) Filsafat
nilai
c. Filsafat
Keilmua, terdiri:
1) Filsafat
matematik
2) Filsafat
ilmu-ilmu fisik
3) Filsafat
biologi
4) Filsafat
linguistic
5) Filsafat
psikologi
6) Filsafat
ilmu sosial[2].
BAB II
LANDASAN PENELAAHAN ILMU: ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN
AKSIOLOGI
Perkembangan ilmu pengetahuan telah memunculkan berbagai
macam ilmu dan macam-macamnya. Perkembangan ilmu bermula dari
pertanyaan-pertanyaan yang semuanya membutuhkan pemikiran yang sangat luas,
dari pemahaman-pemahaman tersebut sehingga memunculkan landasan dalam
penelaahannya. Adapun landasan tersebut ialah sebagai berikut:
1.
ONTOLOGI
Ontologi terdiri dari dua kata, yakni ontos dab logos. Ontos
berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontology dapat diartikan sebagai ilmu akan
teori-teori tentang wujud hakikat yang ada. Dari teori hakikat ontologi ini
kemudian muncullah berbagai aliran dalam filsafat, antara lain: filsafat
materialisme, idealisme, dualisme, skeptisme dan agnostisisme.
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato
dengan teori ideanya. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada di alam ini mesti ada
ideanya. Argumen kedua dimajukan oleh ST.Agustine, menurut Agustine manusia
mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam alam ini ada kebenaran. Namun
akal manusia ini terkadang ia mengetahui apa yang benar, terkadang pula ia
ragu-ragu bahwa apa yang diketahuinya adalah sesuatu yang benar. Menurutnya
akal manusia mengetahui bahwa masih ada kebenaran yang kekal.
Adapun karakteristik ontologi ilmu pengetahuan antara
lain: ilmu berasal dari riset, tidak ada konsep wahyu, adanya konsep pegetahuan
empiris, pengetahuan rasioanl bukan keyakinan, pengetahuan objektif,
pengetahuan sistemik, pengetahuan metodologis, pengetahuan observatif,
menghargai asa verifikasi, menghargai asa ekspalanatif, menghargai asa
keterbukaan dan dapat diulang kembali, menghargai asa skeptikisme yang radikal,
melakukan pembuktian bentuk konsolitas, mengetahui pengetahuan dan konsep yang
relatif, mengakui adanya logika ilmiah, memiliki konsep tentang hukum-hukum
alam yang telah dibuktikan, menghargai berbagai metode experimen, pengetahuan
bersifat netral atau tidak memihak dan melakukan terapan ilmu menjadi
teknologi.
2. EPISTEMOLOGI
Berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan
logos yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang
pengetahuan dan cara memperolehnya. Epitemologi juga disebut teori pengetahuan
yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan,
hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan. Dengan kata lain epistemologi adlah
suatu cabang filsafat yang menyoroti atau
membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan
keilmuan.
Menurut keith lehrer, secara historis terdapat tiga
perspektif dalam epistemologi yang berkembang dibarat yaitu: dogmatik
epistemolog, critical epistemolog, dan scientific epistemology.
Yang pertama dogmatik epistemolog adalah pendekatan
tradisional terhadap epitemologi terutama plato, yang kedua critical
epistemolog adalah melalui pendekatan kritis yang dikembangkan oleh descartes. Yang
ketiga scientific epistemologi adalah pendekatan melalui sebuah penelitian
secara sainstific.
Epistemology
juga disebut teori pengetahuan atau kajian tentang justifikasi pengetahuan dan
kepercayaan. Untuk menemukan kebenaran dilakukan lankah sebagai berikut:
a. Menemukan
kebenaran dari masalah
b.
Pengamatan
dan teori untuk menemukan kebenaran
c.
Pengamatan
dan experimen untuk menemukan kebenaran
d.
Falsification
atau oprasionalis
e.
Konfirmasi
kemungkinan untuk menemukan kebenaran
f.
Metode
hipotetico-deduktif
g.
Induksi
dan presuposisi atau teori untuk menemukan kebenaran fakta.
3. AKSIOLOGI
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai karena
ia dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan
yang amat fundamental dengan kata lain, aksiologi adalah ilmu yang menyoroti
masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan itu hanya
alat dan bukan tujuan, substansi ilmu itu bebas nilai tergantung pada
pemakainya.
Tujuan dasarnya adalah menemukan kebenaran atas
fakta-fakta yang ada atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah.
Contoh: pada ilmu mekanika tanah dikatakan bahwa kadar air tanah mempengaruhi
tingkat kepadatan tanah tersebut. Setelah dilakukan pengujian laboratorium
dengan simulasi berbagai variasi, kadar air ternyata terbukti bahwa teori
tersebut benar. Ilmu ini bermanfaat meningkatkan kesejahteraan dibidang
pertanian.[3].
BAB
III
SISTEMATIKA
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT
Dari mitologi ke pemikiran filsafat
Mitologi berasal dari kata ”mite” atau ”mitos” sebelum
filsafat lahir dan berkembang pesat, di yunani telah berkembang berbagai mitos
bahkan filsafat pertama kali dikembangkan melalui jalan mitologis mitos yang
berkembang merupakan metode yang dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu yang
ada.
Metode tersebut biasanya melalui hal-hal yang mistis
seperti memberi sesajen, meyakini adanya kekuatan yang lain di luar alam fisik,
adanya para dewa, dan sebagainya. Khayalan-khayalan itu menjadi keyakinan yang
selanjutnya mebentuk pemahaman normatif tentang setiap keberadaan dan kekuatan
yang ada didalamnya.
Pada masyarkat kunao, mitologi yang berkembang sebelum
filsafat mereka menjadikan mitos sebagai filsafat itu sendiri, yang menurut
penciptaannya sama sekali bukan mitos melainkan cara berfikir empiris, logis,
dan realitas. sebelum filsafat lahir dunia mitos menjadi andalan masyarakat
yunani kuno.
Sebenarnya bangsa yunani kuno adalah bangsa yang cerdas
dalam menyampaikan pesan-pesan filosofinya melalui penciptaan mitos-mitos yang
disusun melalui berbagai pendekatan misalnya; melalui puisi, cerita rakyat,
sastra, dan berbagai karya-karya pahatan dan bangunan-bangunan bersejarah.
Mitos adalah pencerahan masyrakat yang hidup pada masa
yang lalu dalam menemukan jawaban-jawaban atas masalah yang disebabkan oleh
situasi dan kondisi alam. Kemarahan alam dengan berbagai peristiwa yang
membingungkan masyarakat, seperti gunung meletus, bencana banjir, dan
sebagainya yang menewaskan ribuan nyawa manusia, disebabkan belum tersentuh
oleh pengetahuan dan penemuan ilmiah hanya dapat dijawab oleh sistem berfikir
masyarakat yang kemudian disebut mitos.
Dunia mitos yunani kuna berhasil melahirkan sejumlah
filosof yang tingkat pengarhnya belum terkalahkan seperti socrates, plato dan
aristoteles. Perkembangan ilmu filsafat pada taraf kemajuannya begitu erat
dengan para teolog, bahkan filsafat berada dibawah naungan agama. Zaman ini
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu; zaman patristik, zaman awal skolastik,
zaman keemasan skolastik, dan zaman akhir pertengahan.
BABA
IV
FILSAFAT
PADA ZAMAN YUNANI KUNO
Pada zaman Skolastik abad pertengahan kemenangan ada pada
pihak teolog yang dihentikan oleh Descartes. Sejak Descartes iaman kalah dan
akal yang menang. Ciri-ciri umum filsafat yunani ialah rasionalisme zaman ini
mencapai puncaknya pada orang-orang Sofheis. Untuk melihat rasionalisme sofheis
perludipahami dulu latar belakangnya, latar belakang itu terletak pada
pemikiran filsafat yang ada sebelumnya. Diantara sofheis rasionalisme terdapat
beberapa tokoh yaitu:
1. THALES
Thales
(624-546 SM) orang miletus itu digelari bapak filsafat karena ialah orang yang
mula-mula berfilsafat. Thales menjadi filosof karena ia bertanya dengan
menggunakan jawaban yang menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau
kepercayaan lainnya.
2.
ANAXIMANDER
Anaximander
mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan
sendirinya. Anaximander
mengatakan itu adalah udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan demikian
alasannya. Dalam hal ini terdapat lebih dari satu kebenaran tentang satu persoalan,
sebab ialah bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tiadanya argument
yang digunakan, bukan terletak pada konklusi.
3.
HERACLITUS
Paham
relativisme semakin mempunya dasar setelah Heraclitus (544-484 SM) mengatakan
“engkau tidak dapat terjun kesungai yag sama dua kali karena air sumgai itu
selalu mengalir”. Menurut Heraclitus alam semesta ini selalu dalam keadaan
berubah. Sesuatu yang dingin dapat berubah menjadi panas, yang panas dapat
berubah menjadi dingin. Implikasi pernyataan ini sangat hebat, pernyataan itu
mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah atau tidak tetap.
4.
PARMANIDES
Parmanides
adalah seoarang tokoh relativisme yang penting, kalau bukan yang terpenting.
Parmanides lahir pada kira-kira tahun 450 SM. Ia dijuluki sebagai logikawan
pertama dalam sejarah, bahkan dapat disebut sebagai filosof pertama dalam
pengertian modern. Dalam “the way of truth” parmanides bertanya apa standar
kebenaran dan apa ukuran relativitas? Ia menjawab ukurannya ialah logika yang
konsisten. Jadi benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika, disinilah
masalh muncul, bentuk ekstrim pernyataan itu adalah bahwa ukuran kebenaran
adalah akal manusia.
5.
ZENO
Menurut Plato ia lahir pada tahun 490 SM. Ia mulai
memperlihatkan konsekuensi rumus tersebut. Ia dapat merelativkan kebenaran yang
telah mapan. Pemikiran sofis itu mempunyai ciri berupa pandangan yang saling
bertentangan. Dalam moral pun mereka dikatakan menganut moral yang
relative, jadi dalam moral baik dan buruk berfsifat relative.
Akan
tetapi mereka ini begitu popular, inilah salah satu sebab kaum filosof
menentang mereka mati-matian seperti yang dilakukan oleh Socrates. Sebagian para filosof menentang orang-orang sofis karena
mereka mau menerima uang dari ajaran mereka. Filosof seperti
plato memandang uang yang didapat dengan jalan seperti itu merendahkan derajat
filsafat.
6.
PROTAGORAS
Salah satu tokoh dibarisan sofis ialah Protagoras. Ia
mengatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Pernyataan ini merupakan
tulan punggung humanisme. Pernyataan yang muncul ialah apakah yang dimaksudkan
manusia individu ataukah manusia pada umumnya, dua hal itu menimbulkan
konsekuensi yang sungguh berbeda akan tetapi tidak ada jawaban yang pasti mana
yang dimaksud protagoras, yang jelas ia mengatakan bahwa kebenaran itu bersifat
pribadi akibatnya ialah tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika,
metafisika, maupun agama bahkan teori-teori matematika dianggapnya tidak
mempunyai kebenaran yang absolut.
7. GORGIAS
Gorgias datang ke Athena pada tahun 427 SM dari Leontin.
Ada tiga proposisi yang diajukan Gorgias, pertama, tidak ada yang ada,
maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada, kedua, bila suatu itu ada, ia
tidak akan dapat diketahui, ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat
dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal menurut Gorgias tidak juga mampu
meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah dikunkung oleh
dilema subjektif. Kita berfikir sesuai dengan kemauan idea kita yang kita
terapkan pada fenomena. Proses ini tidak menghasilkan kebenaran, proposisi
ketiga Gorgias ialah sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan
dapat kita beri tahukan kepada orang lain.
8. SOCRATES
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relativ telah
menggoyahkan teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan
agama. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan.
Inilah sebabnya socrates harus bangkit untuk meyakinkan bahwa tidak semua
kebenaran itu relatif.
Socrates adalah seoarang penganut moral
yang absolut dan meyakini bahwa menegakkan moral adalah tugas filosof yang
berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Pada dasarnya
ajaran socrates tidaklah terlalu berbeda dengan ajaran-ajaran orang sofis,
tetapi perbedaan yang sangat penting antara oran-orang sofis dan socrates.
Socrates tidak menyetujui relativisme kaum sofis.
Menurut socrates ada kebenaran objektif yang
tidak bergantung kepada saya atau pada kita. Untuk membuktikan adanya kebenaran
yang obyektif socrates menggunakan metode tertentu, metode itu bersifat praktis
dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis
pendapat-pendapat, setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak
salah, adil dan tidak adil, berani dan tidak berani dan lain-lain. Socrates
selalu menganggap jawaban pertama hipotesis dan jawaban-jawaban selanjutnya ia
menarik konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Metode ini
disebut dialektika.
9. PLATO
Plato
adalah seorang murid dan sekaligus teman socrates. Pemikiran-pemikirannya
banyak dipengaruhi oleh sang guru, menurut plato, kebenaran umum itu bukan
dibuat denganan cara dialog yang induktif seperti pada Socrates. Pengertian umum itu sudah tersedia di sana di alam idea.
Menurut plato esensi itu mempunyai realitas, realitasnya di alam idea itu.
Plato dengan ajaran idea yang lepas dari objek yang
berada di alam idea abstraksi seperti socratesnjelas memperkuat memperkuat
posisi socrates dalam menghadapi sofisme. Idea itu umum berarti
berlaku umum sama dengan gurunya itu. Plato juga berpendapat bahwa selain
kebenaran yang umum itu ada juga kebenaran yang khusus yaitu konkretisasi idea
di ala mini. Contoh; kucing di idea berlaku umum kucing hitam di rumah saya
ialah kucing yang khusus.
10. ARISTOTELES
Aristoteles murid dan teman sekaligus guru plato. Ia adalah
seorang yang mendapat pendidikan yang baik sebelum menjadi filosof, keluarganya
ialah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Filsafat
aristoteles berbeda warnanya dengan filsafat plato, sistematis, amat
dipengaruhi oleh metode empiris.
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira sebuah
kota di thrache. Ayahnya meninggal ketika ia masih amat muda ia dibesarkan oleh
Proxeunes dan orang ini yang memberikan keistimewaan, aristoteles dimasukkan ke
akademia plato antara tahun 340-335 SM. Aristoteles menekuni riset di istagira
dibantu oleh teopharatus yang juga alumnus athena. Risetnya menghasilakn
kemajuan dalam sains dan filsafat.
Didalam filsafat aristoteles dikenal sebagai bapak
logika, logikanya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang apa
yang disebut logika moderen. Logikannya disebut aris formal. Bila orang-orang
sofis menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, aristoteles
menyatakan bahwa manusia mampu mencapai kebenaran. Salah
satu pendapat aristoteles yang paling penting ialah bahwa matter dan form itu
bersatu, matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Ia
juga berpendapat bahwa matter potensial dan form itu aktualitas.
Pada
Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar
sains diletakkan, tuhan dicapai dengan akal tetapi ia percaya pada tuhan.
Jasanya dalam menolong plato dan Socrates memerangi orang sofis ialah karena
bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh
sofisme. Disinilah kuasa akal mulai dibatasi, ada kebenaran umum jadi tidak
semua kebenaran itu bersifat relative.
Filsafat yunani
yang rasional itu dapat dikatan berakhir setelah aristoteles selesai
menggelarkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakanselama
beberapa abad sesudah aristoteles, sebelum filsafat benar-benar memasuki dan
tenggelam dalam abad pertengahan.[4]
BAB V
FILSAFAT PADA ABAD PERTENGAHAN
Sebagaimana kita ketahui, pada abad yunani kuno kekuatan
akal mendominasi dalm berfikirnya para kaum sofis. Namun setelah masa itu
berlalu, kekuatan tibalah pada abad pertengahan yang merupakan pembalasan
terhadap dominasi akal yang hampir seratus persen berkuasa dalam pemikiran pada
zaman yunani sebelumnya terutama pada zaman sofis. Beberapa
tokoh filosof yang paling terkenal pada abad pertengahan adalah sebagai
berikut:
1.
Zaman
Patristik
Istilah
patristik berasal dari kata latin ”patres” yang berarti bapak dalam lingkungan
gereja. Bapak yang mengacu
pada pujangga Kristen melalui peletakan dasar intelektual untuk agama Kristen. Para
filosof pada zaman ini diantaranya Yustinus Marktyir, Clemens (150-215 M), dan
origenes (185-254 M). Marktyir adalah pemikir yang sejak semula telah
mempelajari berbagai sistem filsafat dan ketika masuk agama kristen ia menyebut
dirinya sebgai filosof.
Zaman keemasan patristick meliputi yunani maupun latin
yang muncul pada masa yang kurang lebih sama di yunani. Zaman keemasan
terbangun setelah caesar constantinus agung mengeluarkan ”edik milano” yang
melindungi warganya dan untuk menganut agama kristen. Pada
abad ke-8 zaman ke emasan patristick yunani berakhir dengan Johannes
Damascenus.
2. Tokoh-tokoh
Ptristik dan Pemikirannya
a.
Justinus
Martir. Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung ide-ide
keagamaan akan menguntungkan, esensi dari pengetahuan ialah pemahaman tentang
tuhan. Semakin banyak kita
memikirkan tuhan akan semakin banyak pula kemampuan intelektualnya. Lebih
lanjut ia juga mengatakan bahwa agama kristen lahir lebih dulu darpada filsafat
yunani, agam kristen lebih bermutu dibanding filsafat yunani.
b.
Klemens.
Menurut klemens, tuhan itu diluar kategori ruang dan waktu, jadi tuhan itu
transendens. Ia menyatakan bahwa hubungan manusia dengan tuhan dicapai melalui
logos iyu. Karena dari logos manusia dapat mengenal tuhannya, melihat
kekuasaannya, klemens memberi batasan terhadap ajaran kristen untuk
mempertahankan diri dari otoritas kristen. Filsafat yunani dapat digunakan
untuk membela iman kristen dan memikirkan secara mendalam.
c.
Origenes.
Menurut Origenes, alam semesta ini abadi. Menurut injil, alam semesta ini diciptakan akan hancur.
Dunia ini merupakan pertarungan antara kekuatan baik dan kekuatan jahat,
kehidupan manusia adalah laga yang tidak henti-hentinya. Kejahatan memang
diperlukan oleh tuhan untuk menunjukkan kepada manusia mana yang baik dan mana
yang buruk, jadi menyempurnakan alam. Akan tetapi pendapat ini tidak boleh
disalah gunakan lanjutnya.
d.
Tertullianus. Ia mengatakan bahwa dibanding cahaya kristen, maka segala yang dikatakan
oleh para filsof yunani dianggap tidak penting. Menurutnya, tuhan adalah
pemegang kekuasaan dan peraturan. Kepatuhan terhadap tuhan merupakan kewajiban.
Bila menentang tuhan, kita akan masuk neraka dan benar-benar ada. Selain itu ia
juga merupakan orang yang pertama kali mengenalkan trinitas (tuhan bapak, anak dan roh kudus). Ia menolak bahwa uskup
dapat mengampuni segala dosa, ada beberapa dosa yang hanya dapat diampuni oleh
tuhannya yaitu, zina, membunuh, murtad dan lain-lain.
e.
Agustinus, pandangan Agustinus tentang tuhan bahwa terpisah dari tuhan tidak ada
realitas, karena esensi hanyalah milik tuhan, jadi hanya tuhan yang
memilikinya. Hakikat yang sebenarnya adalah sebab awal. Hanya tuhanlah yang
merupakan sebab awal. Ia yakin bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, karena
itulah ia menolak skeptisme. ajaran Agustinus berpusat pada dua pool: Tuhan dan manusia. Akan tetapi
dapat dikatakan bahwa semua ajarannya berpusat pada tuhan.[5]
Agustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah
filsafat, agustinus telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran abad pertengahan
yang mengadopsi pemikiran platinus. Agustinus menggantikan akal dengan iman,
potensi manusia yang diakui pada zaman yunani diganti dengan kuasa Allah. Ia
mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu
relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama. Ciri khas filsafat pada abad
pertengahan pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Ancelmus, yaitu credo ute intelligent (yang berarti
lebih dan setelah itu mengerti). Sifat ini berlawanan dengan dengan sifat filsafat
rasional. Dalam filsafat rasional, pengertian itulah yang didahulukan, setelah
dimengerti barulah mungkin diterima dan kalau mau diimani.
Sains, filsafat dan iman sebenarnya merupakan keseluruhan
pengetahuan manusia. Akan tetapi, pembatasan daerah kerjanya masing-masing
harus jelas. Sains bekerja pada objek-objek sensai, filsafat pada objek-objek
logis sedangkan iman bekerja pada daerah-daerah abstrak supralogis.[6]
Singkatnya bahwa pemikiran Agustinus penting bagi manusia modern.
3.
Zaman
Awal Skolastik
Sutardjo Wiramiharjo mengatakan bahwa
zaman ini berhunbungan dengan terjadinya perpindahan penduduk yaitu perpindahan
bangsa Hun dari asia eropa sehingga bangsa jerman pindah melewati perbatasan
kekaisaran romawi yang secara politik sudah mengalamu kemerosotan karena
situasi yang ricuh, tidak banyak pemikir filsafat yang patut ditampilkan pada
masa ini. Namun ada beberapa tokoh dan situasi penting dalam memahami filsafat
ini diantaranya ialah;
a.
Ahli
fikir Boethius (480-504) dalam usianya yang ke 44 tahun beliau mendapat hukuman
mati dengan tuduhan berkomplot. Boethius adalah seorang guru logika pada abad
pertengahan dan mengarang beberapa praktek teologi yang dipelajari sepanjang
abat pertengahan.
b.
Kaisar
karel agung yang memerintah pada awal abad ke-19 yang telah berhasil mencapai
stabilitas politik yang besar sehingga menyebabkan perkembangan pemikiran
cultural berjalan positif. Pendidikan yang dibangun terdiri dari 3 jenis yaitu
pendidikan yang di gabungkan dengan biara, pendidikan yang ditanggung keuskupan
dan pendidikan raja atau kerabat kerajaan.
c. Beberapa nama penting lainnya seperti Johannes Scouns
Eriugena, Ansalmus dan abelardus. Eruigena ia berjasa dalam menerjemahkan karya
Psaudah Dionysios kedalam bahasa latin sehingga menjadi referensi bagi dunia
pemikiran abad-abad selanjutnya (810-877). Ansalmus (1033-1109)
memimpin biara Dinormandi, Prancus dan Uskup Agung di Canterbury inggris.
Abelardus (1079-1142) sangat berjasa ia memberikan sumbangan terhadap
penyelesaian masalah yang ramai di bicarakan ndalam kalangan skolastik yaitu
masalah universalnyauniversal menyangkut konsep-konsep yang menentukan kodrat
dan kedudukan konsep-konsep tersebut.
d. Cara
mengajar yang terdiri dari dua jenis; pertama cara kuliah (lectio) yang
diberikan oleh seorang maha guru, yang ke dua diskusi yang dipimpin seorang
maha guru. Suatu topic dibahas secara sitemis dengan menampung semua argument
pro dan kontra.
4.
Zaman Keemasan Skolastik
Terjadi abad ke -13 sama dengan abad
pertengahan. Pada abad ini filsafat dipelajari dalam lingkungan dengan teologi,
akan tetapi tidak berarti bahwa wacana filsafat hilang. pada abad ini dibangun
sintesis filosofis yang penting sintesisnya berkaitan dengan 3 hal, pertama, di
dirikannya universitas-universitas pada tahun 1200, kedua, dibentuknya beberapa
ordo baru, ketiga, ditemukan dan digunakannya sejumlah karya filsafat yang
sebelumnya tidak dikenal.[7]
5. Zaman
Akhir Skolastik
Perkembangan skolastik yang paling memuncak dicapai
pada pertengahan kedua abad ke-13 dan perempat abad ke-14. Pada abad ke-14 itu
makin lama timbullah rasa jemu terhadap segala macam filsafat yang konstruktip.
Sebab orang-orang yang setia kepada pemikiran yang membangun menampakkan gejala
pembekuan. Timbullah dua kelompok pemikir yaitu, aliran Thomisme dan Scotisme.
Disamping itu masih terdapat pula kelompok-kelompok lain yang lebih lemah
yaitu, aliran yang mengikuti Agustinus dan Albertus Agung.[8]
6. Zaman
Akhir Abad Pertengahan
Pada akhir abad ke-14 terjadi sikap kritis
atas berbagai usaha pemikiran yang menintesiskan pemikiran filsafat dan teologi
yang semakin menyimpang dari pendapat aristoteles. Yang berjasa pada abad ke-14
dalam mempersiapkan ilmu pengetahuan alam modern ialah Johannes Buridanin
(1298-1359) di Parisian, Thomas Bradwardine (1300-1349) di oxford.
Filsafat pada abad pertengahan diawali
oleh Boethius diakhiri oleh Nicolaus Cusonus (1401-1464). Sejarah keilmuan
lebih berkembang mulai abad ke-14 dan 15 melalui ekspedisi-ekspedisi besar,
seperti ekspedisi Vasco da Gama ke india timur sedangkan kapten kepalanya yaitu
Abdul Majid (arab) dan ekspedisi Christopher Colombus (1451-1506 M) ke india
barat. Penemuan mesin cetak pada ke-15 M oleh Johan Gutenberg (1400-1468 M)
menjadi titik balik yang paling penting.
Tokoh-tokoh yang penting dalam kemajuan
ilmu ialah: Francis Bacon, Descates, Newton, Kepler, Nicolaus, Coparnicus,
Galileo, Kavoiser, Muller, Pasteur, Koch, Darwin, Liuna Aeus, Lamorck, Vuvier
dan Dalton. Merek adalah tokoh-tokoh yang mempercepat kemajuan ilmu.[9]
BAB VI
FILSAFAT ISLAM
Islam
dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Dalam perjalanan yang
demikaian panjang terdapat 5 abad perjalanan yang menakjubkan dalam kegiatan
pemikiran filsafat, yaitu antara abad ke-7 hingga abad ke-12. Dalam kurun waktu
5 abad itu para ahli pikir islam merenungkan kedudukan manusia didalam
hubungannya dengan sesama, dengan alam, dan dengan tuhan. Dengan menggunakan
akal pikirnya. Mereka berfikir secara sistematis dan analitis serta kritis
sehingga lahirlah para filsuf islam yang mempunyai kemampuan yang tinggi karena
kebujaksanaannya.
Dalam kegiatan
pemikiran filsafat tersebut, terdapat dua macam kekuatan pemikiran berikut:
a.
Para ahli pikir islam berusaha menyusun
sebuah sistem yang disesuikan dengan ajaran islam
b.
Para
ulama menggunakan metode rasional dalam penyelesaian soal-soal ketauhidan.
1.
Beberapa
Perbedaan Yang Mendorong Aliran Pemikiran Filsafat Timbul
a. Persoalan
tentang zat tuhan yang tidak dapat di raba, dirasa, dan dipikirkan
b. Perbedaan
cara pikir
c. Perbedaan
orientasi dan tujuan hidup
d. Perasaan
“asabiyah”, keyakinan yang buta atas dasar suatu pendirian walaupun diyakini
tidak benar.
2.
Lahirnya
Filsafat Islam
Setelah kaisar yustinus
menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru besar hijrah ke kresipon
tahun 527, yang kemudian disambut oleh kaisar Khusraw tahun 529. Setelah itu di
tempat yang baru menadakan kegiatan mengajar filsafat, mereka dalam waktu 20
tahun disamping mengajarkan filsafat, juga mempengaruhi lahirnya
lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandria, Anthipia dan
Beirut.
Sifat orang arab yang
pada saat itu yang hidup mengembara bergeser pada proses urbanisasi kemudian
diikuti pudarnya dasar kehidupam asli yang terpendam dalam jiwa arab.dahulu
orang arap arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba
keras, karena terpengaruh keadaan gografis. Setelah proses urbanisasi mereka
terikat olehy birokrasi dan mengalami krosos identitas dalam bidang social dan
agama.
Setelah
mendapat kemapanan, mereka mengalami proses akulturasi penguasaan ilmu. Maka
mulailah mengadakan kontak intelektual yang pada saat itu tersedia warisan
pemikiran yunani. Proses akulturasi mencapai puncaknya dengan didirikannya
lembaga-lembaga pengajaran, penerjemahan dan perpustakaan. Misalnya, tahun 833
khalifah al-Ma’mun di bagda mendirikan Bait Al-Hikmah, tahun 972 Khalifah Hakam
di Qahirah mendirikan Jami’at Al-Azhar. Pusat-pusat ilmu pengetahuan tersebut
didirikan di kufah, fustat, basrah, samarrah, dan nishapur.
3.
Pembagian Aliran Pemikiran Filsafat Islam
Pembagian ini
terdiri sebagai berikut:
a. Peride Mu’tazilah.
Prode ini berlangsung mulai abad ke-8 sampai abad ke-12 yang merupakan sebauh
teolog rasional yang dikembangkan di Bagdad dan Basrah. Golongan ini memisahkan
diri dari jumhur ulama yang dikatakan menyeleweng dari ajran islam. Pemikiran
yang bertentangan adlah karena mereka mendahulukan akal pikir baru kemudian
diselaraskan dengan al-Quran dan hadist. Menurut mereka Al-quran
dan Hadist tidak mungkin bertentangan dengan akal fikir.
b. Periode
filsafat pertama. Periode ini berlangsung mulai abad ke-8 sampai abad ke-11,
memakai system pemikiran yang dipakai para ahli fikir islam yang bersndar pada
pemikiran Hellenisme, seperti Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi dan Ibnu sina.
c. Periode
kalam Asy’ri. Peride ini berlangsung
mulai abad ke-9 sampai abad ke-11, pusatnya di Bagdad. Aliran pemikiran ini
mengacu pada system Elia (atomistis). System ini mempunyai dominasi besar
sejajar denagn sunnisme dan Ahli Sunnah wal-Jamaah.
d. Periode
Filsafat ke Dua. Periode ini berlangsung mulai abad ke11 sampai abad ke-12 yang
berkembang di Spanyol dan Magrib. Aliran ini mengacu pada system peripatetic.
Tokohnya adalah Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.
VII
FILSAFAT ABAD KE-20
A. Pemikiran Filsafat Abad Ke-20
Salah
satu ciri perkembangan masyarakat pada abad ke-20 ditandai oleh pemikirannya
terhadap keberadaan dan sikap dasar pribadi tentang pandangannya. Problematika
inti yang mendasari pemikiran ini adalah bagaimana seoarng memandang dirinya
dan orang lain dalam menyimak kehadirannya di ala mini.
Jean-Paul
Sartre, salah seorang tokoh filsuf di antara filsuf eksistensialis, berpendapat
bahwa filsuf abad ke-20 menelaah hakikat kemanusiaan dengan menerapkan
kemanusiaan asli pandangannya dalam kaitan dengan dirinya maupun orang lain.
Pemikiran ini tidak terbatas oleh objek yang dihadapinya, tetapi memperjelas
keberadaan seseorang yang berfikir dengan pemikirannya.
Berbeda
dengan Gabril Marcel dan Martin Buber yang membedakan daerah keberadaan manusia
sebagaimana ia adannya dalam keutuhan kesejatian diri dengan seluruh fungsi
cita-rasa karsanya, Sartre menganggap seorang tidak dapat menangkap diri orang
lain. Zone entre berbeda dengan zone avoir, yaitu daerah memiliki
berarti memiliki, mengusai, dan mempunyai. Orang lain menurut Sartre, bagi
dirinya adalah suatu objek untuk diperlakukan dengan cara tertentu dalam
mencapai tujuan di luar hubungan itu. Sartre mengatakan “ tidak dapat kita
bertemu dengan orang lain sebagai suatu subjek, kita selalu saling memiliki
atau menguasai saling bergantian, tak pernah bertemu. Meskipun kita saling
bertemu, kita selalu terpisah”.
Pandangan
Burber dan Marcel menyatakan bahwa sikap dasar orang memiliki dua segi, yang
satu sebagaiman dikemukakan oleh Sartre dalam dunia pertentangan untuk memiliki
dan menguasai (avoir) yang suasanannya zakelijk
sedangkan yang lain yang dilukiskan oleh Buber sebagai berikut: “dari barisan
objek yang saya hadapi satu diantaranya mendekati saya dan menjadi sesame
subjek menjadi partner bicara saya atau bertemu dengan saya.”
Buber
membedakan menjadi dua sikap: dua sikap dasar tersebut adalah ich und du dan ic und es (aku dan kamu, aku dan dia). Hubungan aku dan kamu menandai
suatu hubungan antara dua orang yang signifikan bagi keduanya, sedangkan aku
dia melihat hubungandalam cakupanyang lebih bersifat perkara.
Tujuan
dari uraian Sartre, Marcel dan Buberadalah sebagai penjelasan tentang landasan
kondusif yang diperlakukan untuk mewujudkan kreativitas. Kretivitas seseorang
mulai terbentuk bila dia berada di tengah orang lain dalam suatu kebersamaan.
Setiap penemuan yang merupakan ungkapan dari daya kreatif adalah perkembangan
cetusan yang terutama terjadi bila relasi antar manusia ditandai oleh
hubungan-hubungan yang signifikan.[10]
B. Awal Abad ke-20
Tendensi-tendensi tertentu selama abad ke-19 ilmu
menjadikan posisi menguat selama priode pergantian. Pada masa ini ini ilmu
bersifat profesional dalam organisasi sosialnya, reduksionis dalam gayanya dan
positif dalam jiwanya.
Kemudian ilmu dipandang pada dasarnya sebagai hasil karya
penelitian murni. Hampir semua penelitian dilakukan oleh para ahli yang dilatih
sangat ketat, bekerja secara total atau seperlunya untuk pekerjaan ini didalam
lembaga-lembaga khusus. Para ilmuwan individual cendrung dikondisikan oleh
kompetisi untuk menjadi pekerja peneliti yang sangat terspesialis.
Prestasi-prestasi ilmiah di awal abad ke-20 terlalu besar
bahkan untuk dikatalogkan. Akan tetapi ada suatu pola umum kemajuan di tiap
bidang utama, kemajuan didasarkan pada karya deskriptif yang sangat berhasil
dari abad ke-19. Misal penemuan-penemuan pada abad ke-20 yang lebih maju
adalah, ilmu-ilmu fisika, biologi, kedokteran dan lainnya.
Dalam fisika, teori-teori klasik mengenai daya-daya fisik
yang utama seperti panas, listrik, dan magnetisme telah disatukan hingga ke
fondasi-fondasinya oleh termodinamika dan bagian awal abad ke-20 menyaksikan
penemuan efek-efek baru yang menyeluruh (sinar x, radioaktif) penetrasi ke
dalam struktur materi (teori atomik, isotop-isotop). Dalam ilmu
biologi,metode-metode kimia dan fisika membawa penemuan dan penjelasan mengenai
agen-agen yang halu (vitamin-vitamin, hormon-hormon) dan rekonstruksi atas
siklus-siklus rumit transformasi-transformasi kimia dengan mana materi hidup.
Ilmu kedokteran dapat dihubungkan berdasarkan bakteriolog dan melalui penemuan
obat-obatan khusus dan umum.
C.
Masalah-masalah
dan Prospek-prospek
Dalam
perspektif sejarah yang panjang ini, dapat dilihat bahwa kesulitan-kesulitan
moral, politik dan lingkungan yang dihadapi ilmu dan teknolgi masa kini tidak
seluruhnya baru. Semua itu merupakan suatu pembalikan kepada masalah-masalah
yang telah dilupakan, pertama dengan kemunduran kepercayaan atas magis dan
kemudian datangnya ilmu yang matang.
Pada
masa kini, hubungan ilmu yang intim dengan industry, pertahanan, dan politik
telah mebuat cita-cita akan ilmu murni ketinggalan zaman dan telah menghadapkan
masyarakat pada perlunya suatu konsepsi mengenai cara kerja dunia ilmiah yang
berbeda dari model reduksionis fisikawan.
Transformasi-transformasi
apa yang dibawa di masa depan dan apakah peradaban dapat berhasil mencapai
harmoni dengan alam yang diperlukan bagi kelangsungan hidup tak dapat dijamin.
Mendefinisikan suatu masalah menjalani jalan yang panjang menuju
solusi-solusinya masalah itu hanyalah bagian yang bersifat teknis sama halnya,
ia merupakan salah satu sifat ilmu alamiah dalam peradaban eropa sebagaimana ia
dikembangkan selama berabad-abad.[11]
BAB VIII
FILSAFAT MODEREN
Ada
dua hal penting yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas gereja
dan menguatnya otoritas sains. Kebudayaan modern kurang bernuansa gerejawi, Negara-negara
semakin menggantikan gereja sebagai otoritas politik yang mengontrol
kebudayaan. Penolakan terhadap otoritas gereja yang merupakan cirri negative
dari abad modern, muncul lebih awal daripada cirri positifnya, yakni penerimaan
terhadapa otoritas sains.
Serbuan
sains pertama kali datang secara serius melalui publikasi teori Copernican pada
tahun 1543, tetapi teori ini tidak kunjung menebar pengaruh sampai kemudian
dipelajari dan dikembangkan oleh Kepler dan Galileo pada abad ke-17. Sejak saat
itulah terjadi pertikaian antara sain dan dogma dan akhirnya kaum tradisional
terpaksa mengakui kemenangan ilmu pengetahuan baru.
Otoritas
sains yang kebanyakan filosof dipandang sebagai epos modern, sangat berbeda
dengan otoritas gereja, karena otoritas sains bersifat intelektual, bukan
politis. Tidak ada hukuman bagi mereka yang menolak otoritas sains juga tidak
ada nasihat-nasihat bijak yang membujuk mereka untuk menerimanya. Otoritas sains diakui semata-mata karena daya tarik
intrinsiknya bagi akal.
Pembebasan
dari otoritas gereja mendorong tumbuhnya individualisme, bahkan sampai pada
batas anarki. Disiplin,
intelektual, moral dan politik oleh pikiran-pikiran manusia Renaisans diasosiasikan
dengan filsafat skolastik dan kekuasaan gereja. Sementara itu, sains sebagai
teknik sedang menciptakan sebuah pandangan dalam diri manusia praktis, yang
sangat berbeda dari apapun yang dijumpai diantara para filosof teoritis. Teknik
itu memberikan rasa kekuasaan tetapi kekuasaan yang disodorkan oleh teknik
bersifat sosial, bukan individual. teknik ilmiah membutuhkan kerja sama banyak
individu yang terorganisir oleh satu pimpinan. Oleh karena itu, teknik ilmiah
cendrung menentang anarkisme dan bahkan individualisme, karena menuntut adanya
sebuah struktur sosial yang terajut dengan baik. Berbeda dengan agama, teknik
ilmiah secara etis tidak bersifat netral. Teknik ilmiah meyakinkan manusia
bahwa mereka dapat membuat keajaiban-keajaiban, tetapi tidak memberitahu
keajaiban-keajaiban apa yang harus dibuat.
Dunia kuno menyaksikan berakhirnya anarki di kerajaan
romawi, tetapi kerajaan romawi merupakan fakta mentah, bukannya ide. Dunia
katolik melihat berakhirnya anarki didalam gereja, yang merupakan ide tetapi
tidak pernah secara memadai diwujudkan menjadi fakta. Jalan keluar yang
ditwarkan zaman kuno dan pertengahan tidak memuaskan, pertama karena tidak bisa
diidealisasikan dan kedua tidak bisa diaktualisasikan. Dunia moderen sekarang
ini tampaknya sedang bergerak menciptakan jalan keluar seperti zaman kuno.
Sebuah tatanan yang dipaksakan dengan kekuatan dan menunjukkan keinginan
pihak-pihak yang kuat daripada harapan-harapan masyarakat awam.[12]
[1]
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia,
2008)
[2]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,
(Jakarta: PT. Raja GrafindonPersada, 2007)
[4]
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009)
[5]
Suhar AM, Filsafat Umum, (Jakarta: Gunung Persada
Press Jakarta, 2009). Hal 200
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009)
[7]
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia,
2008)
[9]
Op cit.
[10] Conny R. Semiawan, Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu, (Bndung:
Remaja RosdaKarya, 2004) hal 38
[11]
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004) hal 72
[12] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007) hal 645
3 Comments
Very good :)
ReplyDeletemakasih ats kunjunganx,, jgn bosan2 ya berkunjung,, :)
DeleteGan mau nanya buku resume filsafat kr. Dr.ahmad tafsir itu masih ada gak ya ?? Mohon infonya
ReplyDelete