BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara
;laian : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi islam.[1]Islam
adalah agama samawi terakhir yag diwahyukkan oleh Allah SWT kepada utusan-Nya,
Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia di dunia. Agama Islam bersifat universal dan
menjadi
rahmat bagi seluruh alam. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya dan kedudukan manusia di hadapan Tuhan, tetapi juga memberikan
tuntunan bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya, dan bagaimana
kedududukan manusai di tengah-tengah alam semesta ini. Dalam agama
teistik, konsep Tuhan merupakan inti dari keimanan, ajaran dan praktik. Konsep
Tuhan menetapkan apa yang diakui oleh penganutnya sebagai halal atau
sebaliknya. Ia
membentuk sikap para penganutnya terhadap orang lain yang mereka cap sebagai
“golongan yang tidak beriman”.
Salah satu dari anjuran agama Islam adalah
tolong-menolong antara sesama muslim ataupun non muslim. Bentuk tolong-menolong
itu bermacam-macam, bisa berupa benda, jasa, jual beli, dan lain sebagainya.
Salah satu di antaranya adalah infak dan sedekah. Infaq yang
bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Apakah untuk kebaikan,
donasi, atau sesuatu yang bersifat untuk diri sendiri, atau bahkan keinginan
dan kebutuhan yang bersifat konsumtif, semua masuk dalam istilah infaq. Sedekah
asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang
diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian
yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT
dan pahala semata.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian
Infaq?
2.
Apakah
yang dimaksud
dengan Iman?
3.
Bagaimana pandangan Alusunnah
Waljama’ah tentangang Infak dan Iman?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Infaq
1. Pengertian
infaq
Pengertian infaq adalah pengeluaran sukalrela yang di
lakukan seseorang. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan
jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan. setiap kali ia memperoleh
rizki, sebanyak yang ia kehendakinya.
Menurut bahasa infaq berasal dari kata “anfaqa” yang
artinya mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut islilah
syari'at, infaq adalah mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam
islam yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang
sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dll. Infak sunnah
diantaranya, infaq kepada fakir miskin sesama muslim, infaq bencana alam, infaq
kemanusiaan, dan lain-lain.
a)
Membelanjakan
Harta.
QS.
Al-Anfal : 63
Artinya:
“Walaupun kamu
membelanjakan semua yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan
hati mereka. (QS. Al-Anfal : 63)
Dalam terjemahan versi Departemen Agama RI tertulis kata
anfaqta dengan arti : membelanjakan dan bukan menginfaqkan. Sebab memang asal
kata infaq adalah mengeluarkan harta, mendanai, membelanjakan, secara umum apa
saja. Tidak hanya terbatas di jalan Allah, atau sosial atau donasi.
b) Memberi Nafkah
Kata
infaq ini juga berlaku ketika seorang suami membiayai belanja keluarga atau
rumah tangganya. Dan istilah baku dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan
nafkah. Kata nafkah tidak lain adalah bentukan dari kata infaq. Dan hal ini
juga disebutkan di dalam Al-Quran An-Nisa`: 34.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ
Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas
sebahagian yang lain , dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.
“Bersabda Rasulullah SAW : “Uang Dinar yang engkau
nafkahkan di jalan Allah, uang Dinar yang engkau nafkahkan (untuk menebus)
budak, uang Dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin dan uang Dinar
yang engkau nafkahkan kepada keluargamu .. yang paling besar pahalanya adalah
yang engkau nafkahkan kepada keluargamu.( HR. Muslim).
Dalam surat Al-Furqan ( 25 ) : 67
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila meginfakkan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.
Orang yang beli minuman keras yang haram hukumnya bisa
disebut mengifaqkan uangnya. Orang
yang membayar pelacur untuk berzina, juga bisa disebut menginfaqkan uangnya.
Demikian juga orang yang menyuap atau menyogok pejabat juga bisa disebut menginfaqkan uangnya.
Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa
berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfaq,
gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan
infaq, kehancuran".
Infak
hanya ditunjukkan pada hal-hal yang bersifat material seperti uang atau
benda-benda lain yang berharga dan bermanfaat. Sedangkan sedekah bisa bersifat
materi maupun non materi. Secara umum Islam menghendaki umatnya untuk
menyuburkan infak dan sedekah, antara lain melalui ayat Al-Qur’an dan hadits
sebagai yang artinya berikut:
”….yaitu orang yang berinqak baik
diwaktu lapang maupun sempit”. - (Q.S Al-Imran:134).
”Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat
dan menginfaqkan sebagian rejeki yang kami anugerahkan kepadanya dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka mengharapkan perdagangan yang tidak akan
merugi”. (Q.S Fatir : 29).
”Setiap ruas jari-jari yang pada manusia itu bisa
memberikan sedekah pada setiap hari yang diterbiti matahari. Berbuat adil
diantara dua orang yang berselisih adalah sedekah. Setiap langkah yang
diayunkan untuk pergi shalat adalah sedekah. Dan menyingkirkan sesuatu yang
dapat mengganggu dijalan adalah sedekah. (HR Bukhori dan Muslim).
Para jumhur mufasir dan ulama kontemporer juga
menyepakati suatu kondisi sosial yang mewajibkan orang untuk peduli. Pada
banyak riwayat dikatakan bahwa infaq dan sedekah bukan mengurangi harta, bahkan
sebaliknya, menjadi banyak dan berkah. Dalam hal lain juga disampaikan bahwa
infaq dan sedekah dapat menghindarkan orang dari bala dan kesempitan.
Infaq berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab
atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan
kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua,
kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orong-orang yang sedang dalam
perjalanan. Simak ayat
berikut ini:
Artinya : “ mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah:
"Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya
Allah Maha mengetahuinya.” (QS. Al
Baqarah 215)
v Hikmah Berinfaq
Adapun
hikmah infaq bagi seorang muslim antara lain:
Ø Infaq merupakan bagian dari keimanan
dari seorang muslim
Ø Orang yang enggan berinfaq adalah
orang yang menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
Ø Di dalam ibadah terkandung hikmah
dan mamfaat besar. Hikmah dan mamfaat infaq adalah sebagai realisasi iman
kepada Allah,
merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan
ummat islam, menolong dan membantu kaum du’afa. Kaum Du’afa : Adalah
sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang tertindas.
B.
Iman
1.
Pengertian Iman
Iman bentuk masdar atau kata kerja dari amana yu’minu
yang berarti percaya, setia, aman, melindungi, dan menempatkan (sesuatu) pada
tempat yang aman. Iman diuraikan dalam Sabda nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan Imam Bukhari Sebagai berikut, “ Iman adalah engkau percaya kepada
Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitrab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hHari
Kebangkitan, dan kada (peraturan) dan kadar atau kuasa-Nya.” Orang yang beriman
disebut mukmin. Iman Merupakan kunci keislaman seseorang yang dalam
perwujudannya disimbolkan dengan pengucapan dua kalimat syahadat (persaksian
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Nabi
Muhammad adalah Utusan Allah). Iman tidak ada artinya tanpa amal saleh dan amal
saleh akan sia-sia jika tidak dilandasi dengan iman. Alquran mengenmukakan ciri-ciri atau
sifat orang beriman dalam surat Al Mu’minun ayat 1-9: Artinya:
1)
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman,
2)
(yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
3)
dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna,
4)
dan
orang-orang yang menunaikan zakat,
5)
dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6)
kecuali
terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki;
7)
Maka
Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
8)
Barangsiapa
mencari yang di balik ituMaka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
9)
dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara
sembahyangnya.
2. Prinsip Iman
a.
Iman
Kepada Allah SWT.
Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam
tauhid yang tiga serta beriti’qad dan beramal dengannya yaitu tauhid
rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun
tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik
mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu
adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
b.
Beriman kepada Para Malaikat-Nya
Yakni
membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian
banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya.Allah mencitakan malaikat dalam
rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di
dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah.
“Artinya
: ….Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dumuliakan, mereka tidak
mendahulu-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya”.
(Al-Anbiyaa : 26-27).
“Artinya
: Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap
dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia
kehendaki”. (Faathir : 1)
c.
Iman kepada Kitab-kitab-Nya
Yakni
membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang
berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan
kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia.Dan
bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga
kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan di antara ketiga kitab agung
tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur’an yang merupakan mu’jizat yang
agung.Allah berfirman.
“Artinya : Katakanlah (Hai Muhammad) : ‘sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an niscaya mereka
tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu”. (Al-isra
: 88)
d.
Iman Kepada Para Rasul
Yakni membenarkan
semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari
yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi
kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
e.
Iman Kepada Hari Akhirat
Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah
kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang
adzab dan ni’mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia
di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan
pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan
(sirat), serta syurga dan neraka. Disamping
itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan
amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.
Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir
orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara
tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau
mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah.
“Artinya : Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata :
‘Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi
dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka.....”.(Al-Baqarah : 111).
f. Iman
kepada taqdir
Yakni beriman bahwasanya Allah itu
mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan
menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi,
baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’shiyat, itu telah dikehendaki,
ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta’atan
dan membenci kemashiyatan.
Sedang
hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta’atan atau ma’shiyat, akan
tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat
golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan
pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan
Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri
dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak
hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah. Allah benar-benar telah membantah kedua
pendapat di atas dengan firman-Nya.
“Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu
kecuali apabila Allah menghendakinya”. (At-Takwir : 29)
Dengan
ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan
terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak
Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah.Dan beriman kepada
taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan
dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak
terpuji.bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan
dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
v Sang pewaris
Nabi Muhammad SAW faham Ahlu Sunnah Waljam’ah
Ahlussunnah wal jama'ah pada hakekatnya adalah ajaran
Islam yang sebenarnya seperti diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW
bersama para sahabatnya.Oleh karena itu ahlussunnah wal jamaah sudah timbul
bersamaan dengan munculnya agama islam,sejak disampaikan syariah dan ajaran
oleh Rasulullah. Golongan ahli sunah wal jama'ah adalah golongan pengikut setia
ajaran yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah Saw beserta
Sahabatnya. Hadist Nabi dari Auf bin Malik ra,berkata : Nabi bersabda :"
Demi tuhan yang diri Muhammad ditangannya : Sungguh akan bercerai berai umatku
sebanyak 73 golongan.maka hanya satu golongan yang akan masuk surga,sedang yang
72 lagi akan dimasukkan kedalam neraka."ditanya orang : Siapakah mereka
wahai Rasul ,?beliau menjawab Ahlussunnah wal jamaah ." ( HR. Thabrani).
Definisi Ahlus sunnah waljamaah
:
a.
AHLUN : Bermakna: Keluarga; Pengikut; Penduduk
b. SUNNAH : Bermakna : Bahasa :
Jejak dan Langkah , makna secara syarí adalah Jejak yang diridlai oleh Allah
Swt.menjadi pijakan dalam agama,dan telah ditempuh oleh rasulullah Saw.atau
orang yang menjadi panutan dalam agama seperti para sahabat.
c. JAMAÁH : Bermakana Menjaga
kekompakan,kebersamaan dan kerukunan , walaupun ada perbedaan tetapi saling
menghormati dan tidak saling membidahkan, menfasikkan dan tidak
mengkafirkan. kebalikkannya Mufaroqoh : pecah belah.
v Karakteristik
Ajaran Islam ala Ahli sunnah wal jama'ah:
a. Attawasut , yaitu jalan tengah
,tidak ekstrim kanan atau kiri . silahkan teliti ajaran islam ahli sunnah
waljama'ah bidang aqidah, bidang hukum islam ( fiqih ) , akhlaq pasti jauh dari
ekstrimisme dan radikal .
b. Attawazun, yakni menjaga
keseimbangan dan keselarasan, sehinga terpelihara antara kepentingan dunia dan
akhirat , kepentingan pribadai maupun masyarakat, kepentingan masa kini dan
akan datang.
c. Attasamuh, yaitu bersikap toleran
terhadap perbedaan pandangan antara madzhab, ummat islam sendiri dengan tetap
menjaga Ukhuwah islamiyah . bahkan toleran terhadap lain agama , segaimana
Rasulullah dan sahabatnya membangun Masyarakat Madani .
d. Amar ma'ruf nahi munkar . dengan
prinsip ini akan timbul kepekaan dan mendorong perbuatan yang baik.
v Hujjah Amaliyah NU
a. Membaca Al-Qur'an di Kuburan
Agama
Islam menganjurkan untuk saling mendoakan sesama muslim, walaupun terhadap
muslim yang telah meninggal dunia. Ini membuktikan bahwa persaudaraan antara
muslim itu bersifat abadi, tidak hanya ketika hidup di dunia saja tetapi juga
ketika salah satu diantara mereka telah meninggal. Bahkan persaudaraan itu akan
berlanjut kelak di akhirat.Ulama ahli fiqih bersepakat, bahwa amalan orang yang
masih hidup yang diperuntukkan kepada yang telah meninggal berpahala sama.
Amalan itu tidak hanya sebatas doa, tetapi juga amalan-amalan lain yang
bermanfaat bagi yang telah meninggal dunia. Seperti sedekah, membaca al-Qur’an,
dan membayarkan qadha puasa.
Dalam
kitab Hujjah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dijelaskan ada dua pendapat mengenai
hukum membaca al-Qur’an di kuburan. Madzhab Malikiyah menganggap hal itu
makruh. Sedangkan mayoritas ulama mutaakhkhirin memperbolehkannya. Dan pendapat
terakhir inilah yang berlaku di kalangan kaum muslimin sekarang.
Jika
kita mau memperhatikan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib
dari Nabi Muhammad saw. Sesungguhnya beliau telah bersabda: “barang siapa
yang melewati kuburan dan membaca surat al-fatihah sebelas kali, kemudian
menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal, maka diberikan
kepadanya pahal dengan hitungan orang yang telah meninggal tadi”.
Adapun
hadits yang lebih spesifik menerangkan tentang membaca al-Qur’an di kuburan
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra yang artinya:”barang
siapa berziarah kepada kubur kedua orang tuanya atau salah satunya, kemudian ia
membaca surat Yasin di pekuburan, dia telah diampuni dengan hitungan ayat atau
huruf ayat tadi. Dan orang tersebut suda h dianggap berbuat baik kepada orang
tuanya”.
Dalam
kitab yang sama dijelaskan, Qadhi Abi Thayyib ketika ditanya tentang menghatami
al-Qur’an di maqbarah (kuburan), menjawab bahwa pahalanya bagi orang yang
membaca. Sedangkan mayit, seperti orang yang hadir, diharapkan mendapat barokah
dan rahmat Allah swt.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa membaca al-Qur’an di pekuburan tidak dilarang oleh
Agama Islam. bahkan, membaca al-Qur’an dengan pengetian tersebut disunnahkan.
b.
Sunnahnya
Walimatus Safar
Bagi
masyarakat muslim Indonesia, ibadah selalu diperlengkapi dengan berbagai macam
tindakan yang menunjang ibadah itu sendiri, yang selanjutnya di kenal dengan
tradisi. Sebagian banyak tradisi tersebut merupakan hasil dari keterpengaruhan
antara budaya local dengan Islam. Kita mengenal ngabuburit, kultum,
kolak, buka puasa bersama, mudik dan lainsebagainya di sekitar puasa. Kita juga
mengenal tahlilan, talqin, tujuh hari dan seterusnya dalam tradisi kematian.
Dan juga walimatus safar bagi ibadah haji. Hal ini merupakan karakter Islam
Indonesia yang tidak dimiliki oleh Islam yang lain. Tradisi ini tidak muncul
begitu saja, ia memiliki sejarah panjang. Sejarah itu menunjukkan bahwa
berbagai tradisi tersebut dilahirkan melalui pemikiran yang dalam oleh para
kyai dan ulama pendahulu melalui berbagai pertimbangan soiologis. Apa yang
dilakukan para ulam terdahulu ini, bukanlah sekedar istinbath al-hukmi tetapi
menciptakan lahan ibadah tersendiri yang dapat diisi dan dipenuhi dengan pahala
bagi yang menjalankannya.
Di tengah gelombang globalisasi dan modernisasi, tradisi
semacam ini haruslah dijaga untuk membentengi masyarakat dari individualism
yang akut. Akan tetapi di kemudian hari, mereka yang tidak tahu dan tidak mau
belajar sejarah menggugat beberapa tradisi itu dengan menganggapnya sebagai hal
bid’ah, bahkan menghukumi para pelakunya sebagai pendosa. Naudzubillah min
dzalik.
Begitu juga halnya dengan walimatussafar. Para ulama
pendahulu tidak mungkin mewariskan tradisi kepada anak-cucunya sebuah bid’ah
tanpa alasan. Terbukti
dalam sebuah hadits diterangkan:
Artinya: ”Hadits
diceritakan oleh Jabir bin Abdullah ra. Bahwa ketika Rasulullah saw datang ke
madinah (usai melaksanakan ibadah haji), beliau menyembelih kambing atau sapi
(Shahih Bukhari, babut Ta’mi indal qudum)
Begitu pula yang diterangkan dalam al-Fiqhul Wadhih
يستحب
للحاج بعد رجوعه الى بلده ان ينحر جملا او بقرة او يذبح شاة للفقراء والمساكين
والجيران والاخوان تقربا الى الله عزوجل
كمافعل النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Disunnahkan
bagi orang yang baru pulang haji untuk menyembelih seekor onta atau sapi atau
kambing untuk diberikan kepada faqir, miskin, tetangga, saudara. Hal ini
dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt seperti yang dilakukan
Rasulullah saw. (al-fiqhul wadhih minal kitab wassunnah, juz I . hal 673
Rasa syukur atas ni’mat yang begitu besar karena telah
diberi kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji setelah melunasi ONH,
diapresiasikan dalam bentuk walimatus sasfar yang dilakukan menjelang
pemberangkatan. Di samping mengungkapkan rasa syukur, momen walimatus safar
juga bermanfaat untuk berpamitan dan mohon do’a restu kepada para tetangga dan
keluarga. Di sinilah kelebihan tradisi Islam di Indonesia. Selalu
mempertimbangkan kebersamaan dan kekeluargaan dalam sebuah peribadatan,
selain juga ridha Allah swt sebagai tujuan yang utama.
c. Bersalaman Setelah Shalat
Bersalaman
setelah shalat adalah sesuatu yang dianjurkan dalam Islam karena bisa menambah
eratnya persaudaraan sesama umat Islam. Aktifitas ini sama sekali tidak merusak
shalat seseorang karena dilakukan setelah prosesi shalat selesai dengan
sempurna. Meskipun demikian, banyak orang yang mempertanyakan tentang hukum
bersalaman, perbincangan seputar ini masih terfokus tentang bid’ah tidaknya
bersalaman ba’das sholat. Inilah
yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Ada beberapa hadits yang menerangkan
tentang bersalaman diantaranya adalah riwayat Abu Dawud:
عَنِ اْلبَرَّاءِ عَنْ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إلاَّ
غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أنْ يَتَفَرَّقَا
Artinya : “Diriwayatkan dari al-Barra’ dari
Azib r.a. Rasulallah s.a.w. bersabda, “Tidaklah ada dua orang muslim yang
saling bertemu kemudian saling bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni
oleh Allah sebelum berpisah.” (H.R. Abu Dawud)
عَنْ سَيِّدِنَا يَزِيْد بِنْ اَسْوَدْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ:
اَنَّهُ صَلَّى الصُّبْحَ مَعَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَليْهِ وَسَلّمْ. وَقالَ:
ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأخُذوْنَ بِيَدِهِ يَمْسَحُوْنَ بِهَا وُجُوْهَهُمْ, فَأَخَذتُ
بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِيْ
Artinya : “Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin
Aswad bahwa ia shalat subuh bersama Rasulallah, lalu setelah shalat para jamaah
berebut untuk menyalami Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing,
dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya.
(H.R. Bukhari, hadits ke 3360).
عَن قلَدَة بن دِعَامَة الدَّوْسِيْ رَضِيَ الله عَنهُ قالَ
قلْتُ لاَنَسْ : اَكَانَتِ اْلمُصَافحَة فِى اَصْحَابِ رَسُوْلِ الله,
قالَ نَعَمْ
Artinya : ”Dari Qaladah bin Di’amah r.a.
berkata : saya berkata kepada Anas bin Malik, apakah mushafahah itu dilakukan
oleh para sahabat Rasul ? Anas menjawab : ya (benar)
Hadits-hadits
di atas adalah menunjuk pada mushafahah secara umum, yang meliputi baik mushafahah
setelah shalat maupun di luar setelah shalat.
Jadi pada intinya mushafahah itu benar-benar disyariatkan
baik setelah shalat maupun dalam waktu-waktu yang lainnya. Sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh hadits di atas, Pendapat para
ulama.
1)
Imam
al-Thahawi.
تُطْلَبُ اْلمُصَافحَة فَهِيَ سُنَّة
عَقِبَ الصَّلاةِ كُلّهَا وَعِندَ كلِّ لَقِيّ
Artinya: “Bahwa bersalaman setelah shalat
adalah sunnah
dan begitu juga setiap berjumpa dengan sesama Muslim.
2)
Imam
Izzuddin bin Abdissalam
Beliau berkata :
اَنَّهَا مِنَ اْلبِدَعِ المُبَاحَةِ
Artinya : (Mushafahah setelah
shalat) adalah masuk dalam kategori bid’ah yang diperbolehkan.
3)
Syeikh
Abdul Ghani an-Nabilisi
Beliau
berkata :
انَّهَا دَاخِلَة تحْت عُمُوْمِ
سُنّةِ اْلمُصَافحَةِ مُطْلقا
Artinya :“Mushafahah
setelah shalat masuk dalam keumuman hadits tentang mushafahah secara mutlak.
4)
Imam
Muhyidin an-Nawawi
Beliau berkata :
اَنَّ اْلمُصَا فحَة بَعْدَ الصَّلاة وَدُعَاء المُسْلِمِ
لآخِيْهِ اْلمُسْلِمِ بِأنْ يَّتقبَلَ الله مِنهُصَلاتهُ بِقوْلِهِ (تقبَّلَ الله) لاَ يَخفى مَا فِيْهِمَا مِنْ خَيْرٍ
كَبِيْرٍ وَزِيَادَةِ تَعَارُفٍ وَتألُفٍ وَسَبَب لِرِبَطِ القلوْبِ وَاِظهَار
للْوَحْدَةِ وَالترَابُطِ بَيْنَ اْلمُسْلِمِينْ
Artinya : “Sesungguhnya mushafahah setelah
shalat dan mendoakan saudara muslim supaya shalatnya diterima oleh Allah,
dengan ungkapan (semoga Allah menerima shalat anda), adalah di dalamnya
terdapat kebaikan yang besar dan menambah kedekatan (antar sesama) dan menjadi
sabab eratnya hati dan menampakkan kesatuan antar sesama umat Islam.
d. Bau Kemenyan Disukai Nabi
Sering kali kita jumpai pembakaran kemenyan di
tempat-tempat tertentu (misalnya makam para wali). Dan juga sering dijumpai
pada acara-acara tertentu (seperti doa sedekah bumi) yang dilakukan secara
islami dengan menggunakan bahasa Arab. Bagi sebagian warga bau kemenyan
diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya
sebagai pengharum ruangan, dan ada pula yang merasa terganggu dengan bau
kemenyan. Bagaimanakah sebenarnya hukum menggunkan kemenyan? Baik dalam
kehidupan sosial bermasyarakat maupun dalam urusan beribadah?
Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa,
mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah
suatu hal yang baik. Karena hal iniitba’ dengan Rasulullah saw.
beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan
ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh
beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak
wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan
Masjidil Haram.
Beberapa
hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap
wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:
اذا جمرتم الميت فأوتروا
Artinya: “Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah
(HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)
Addailami juga menerangkan
جمروا كفن الميت
Artinya:
“Ukuplah olehmu kafan maayit
Dan Ahmad juga meriwayatkan:
اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا
Artinya:
Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali
Bahkan beberapa sahabat berwasiat
agar kain kafan mereka diukup
أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي
الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود
Artinya:
“Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu
Bahkan Rasulullah saw. pernah
bersabda:
جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها
يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)
Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak
kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah
masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya
itu alat-alat bersuci. (HR.
Al-Thabrani).
Hadits-hadits
di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah
mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media
wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi.
Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal
keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.
Di
satu sisi persinggungan dengan dunia pasar yang semakin bebas menyebabkan
selera ‘wangi’ jadi bergeser. Yang harum dan yang wangi kini seolah hanya
terdapat dalam parfum, bay fress dan fress room. Sedangkan bau kemenyan dan
dupa malah diidentikkan dengan dunia klenik dan perdukunan.
e. Hukum Memegang Tongkat bagi
Khotib
Jumhur
(mayoritas) ulama fiqh mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi khatib memegang
tongkat dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam
Syafi'i di dalam kitab al-Umm:
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ
تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى.
وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا.
أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ
إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا
Imam
Syafi'i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah
saw berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau
berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu
dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i
dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah
memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan". (al-Umm, juz I, hal
272)
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا
الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ
Dari
Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada
suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka Beliau berdiri berpegangan pada
sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824).
As Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits
itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atau semacamnya pada
waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, juz II, hal 59)
فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ
بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ
السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ
إِحْدَاهُمَا عَلَى
الآخَرِ
Apabila
muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan
wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya
memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya
memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak
begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya'
'Ulum al-Din, juz I, hal 180)
Hikmah dianjurkannya memegang tongkat adalah untuk
mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya.
Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59).
Jadi, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat
berkhutbah. Tujuannya, selain mengikuti jejak Rasulullah SAW juga agar khatib
lebih konsentrasi (khusyu’) dalam membaca khuthbah. Wallahua’lam bishshawab. (Ngabdurrahman
al-Jawi).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Infaq adalah mengeluarkan sebagian harta yang
diperintahkan dalam islam yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang
wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dll.
Infak sunnah diantaranya, infaq kepada fakir miskin sesama muslim, infaq
bencana alam, infaq kemanusiaan, dan lain-lain.
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang
berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain
secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga
berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang
mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.
DAFTAR PUSTAKA
A,
Sahilun Nasir. 1991. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: CV.
Rajawali Press.
Ahmad, Muhammad. 1998. Tauhid Ilmu Kalam, Untuk IAIN, STAIN, PTAIS
Semua Fakultas dan Jurusan Komponen MKDU. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Amal,
Taufiq Adnan dan Syamsu Rizal Panggabean. 1989. Tapsir dan Kontekstual Al-Qur’an, Sebuah
Kerangka Konseptual. Bandung: CV. Mizan.
Amin,
Alam. 1995. Falsafah Kalam.Yogyakarta:
CV. Pustaka Pelajar.
Qadir,
C.A. 1991. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
dalam Islam. Jakarta: CV. Yayasan Obor.
Rozak,
Abdul, Rosihon Anwar. 2006. Ilmu Kalam,
Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Rahman,
Fazlur. 1984. Islam, Terjemahan Ahsin
Mohammad. Bandung: CV. Pustaka Setia.
[1] Abd Ar-Rasziq, Tahmid LiTarikh Al-Falsafah Al-Islamiyah,
Lajnah wa At-Tha’lif wa At-Tarjannah wa An-Nasyr, 1959, hlm. 265
0 Comments