BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS No.20 Th.2003) tentang peningkatan
mutu merupakan salah satu pilar pembangunan pendidikan di Indonesia.[1]
Banyak sekolah
yang berlomba melengkapi dan memodernisasi fasilitas belajar-mengajar. Bahkan
dengan sarana yang memanfaatkan teknologi canggih, seperti kelas dengan
perlengkapan multimedia, sarana olahraga yang sedang popular, laboratorium
computer dan bahasa, absensi elektronik, laboratorium IPA dan Fisika, hingga amphitheatre,
dan lain-lain. Bahkan mulai menjamur sekolah dengan sistem “boarding school”
dengan berbagai konsep, seperti nuansa agama, internasional, dan sebagainya.
Dengan
dimilikinya fasilitas ”physical” tersebut sekolah berharap akan
terbentuk citra sebagai sekolah modern dan terdepan. Pada kenyataannya
masyarakat pun akan menganggapnya demikian, namun dalam bahasa yang lebih
sederhana ‘semakin mewah gedung dan fasilitasnya, berarti semakin mahal biayanya’,
semakin mewah mobil yang mengantar anak ke sekolah dan selalu membuat
kemacetan, kian dikenal eksklusif sekolahnya.
Dalam UU
Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional ) No. 20 Tahun 2003 pasal 47 ayat 2
dinyatakan bahwa sumber pendanaan pendidikan adalah dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Dana dari pemerintah pusat dianggarakan
dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alokasi dana
pendidikan dalam APBN setiap tahun mengalami peningkatan. Sedangkan pasal 49
menyatakan bahwa pemerintah (pusat maupun daerah) harus mengalokasikan minimal
20% anggarannya untuk keperluan sektor pendidikan di luar gaji pendidik dan
biaya pendidikan kedinasan. Dana penyelenggaraan pendidikan tidak cukup hanya
dari APBN. Pihak sekolah juga harus menggalang dana dari orang tua murid.
Karena dana penyelenggaraan pendidikan ini bersumber dari pihak lain, pengelola
dana sudah sepantasnya mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan itu.[2]
Makalah
inovasi pendidikan dengan tema “inovasi
sarana prasarana dan pembiayaan” didalamnya membahas mengenai pentingnya
saran prasarana dan pembiayaan”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian
latar belakang di atas, maka pemakalah merumuskan pokok-pokok masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini. Berikut rumusan masalahnya :
1. Konsep dan Ruang Lingkup Inovasi Sarana
Prasarana Pendidikan
2. Penggunaan Sarana Prasarana Pendidikan
yang Tepat Guna
3. Konsep
dan Ruang Lingkup Inovasi Pembiayaan dalam Pendidikan
4. Akuntabilitas
Pembiayaan Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep dan Ruang Lingkup Tentang Sarana
Prasarana Pendidikan
1.
Pengertian Sarana Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana sebagai bagian integral dari keseluruhan kegiatan
pembelajaran di satuan pendidikan mempunyai fungsi dan peran dalam pencapaian
kegiatan pembelajaran sesuai kurikulum satuan pendidikan. Agar pemenuhan sarana
dan prasarana tepat guna dan berdaya guna (efektif dan efisien), diperlukan
suatu analisis kebutuhan yang tepat di dalam perencanaan pemenuhannya.[3]
Secara Etimologis (bahasa) prasarana berarti alat tidak langsung untuk
mencapai tujuan dalam pendidikan, misalnya : lokasi/tempat, bangunan sekolah,
lapangan olahraga, uang dsb. Sedangkan
sarana berarti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya ;
Ruang, Buku, Perpustakaan, Laboratorium dsb.
Dengan demikian dapat di tarik suatau kesimpulan bahwa Administrasi
sarana dan prasarana pendidikan itu adalah semua komponen yang secara langsung
maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai
tujuan dalam pendidikan itu sendiri.Menurut keputusan menteri P dan K No 079/
1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu :
1.
Bangunan dan perabot sekolah
2. Alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan
, alat-alat peraga dan laboratorium.
3. Media pendidikan yang dapat di kelompokkan
menjadi audiovisual yang menggunakan alat penampil dan media yang tidak
menggunaakan alat penampil.
Sarana
pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan
penyampaian materi pelajaran. Jika dilihat dari sudut murid, sarana pendidikan
adalah segala macam peralatan yang digunakan murid untuk memudahkan mempelajari
mata pelajaran.[4]
Prasarana
pendidikan adalah segala macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang
digunakan guru (dan murid) untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.[5] Perbedaan sarana pendidikan dan prasarana pendidikan
adalah pada fungsi masing-masing, yaitu sarana pendidikan untuk “memudahkan penyampaian/mempelajari
materi pelajaran,” sedangkan prasarana pendidikan untuk “memudahkan penyelenggaraan
pendidikan.” Dalam makna inilah sebutan “digunakan langsung” dan
“digunakan tidak langsung” dalam proses pendidikan seperti telah disinggung di
muka dimaksudkan. Jelasnya, disebut “langsung” itu terkait dengan penyampaian
materi (mengajarkan materi pelajaran), atau mempelajari pelajaran. Papan tulis,
misalnya, digunakan langsung ketika guru mengajar (di papan tulis itu guru
menuliskan pelajaran). Meja murid tentu tidak digunakan murid untuk menulis
pelajaran, melainkan untuk “alas” murid menuliskan pelajaran (yang dituliskan
di buku tulis; buku tulis itulah yang digunakan langsung).
2.
Bagian-bagian sarana dan prasarana
Sarana pendidikan itu
berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi:
1. Alat
pelajaran
Alat pelajaran adalah alat-alat yang digunakan
untuk rekam-merekam bahan pelajaran atau alat pelaksanaan kegiatan
belajar. Yang
disebut dengan kegiatan “merekam” itu bisa berupa menulis, mencatat, melukis,
menempel (di TK), dan sebagainya.
Papan tulis, misalnya,
termasuk alat pelajaran jika digunakan guru untuk menuliskan materi pelajaran.
Termasuk juga kapur (untuk chalkboard) atau spidol (untuk whiteboard)
dan penghapus papan tulis. Buku tulis, pinsil, pulpen atau bolpoin, dan
penghapus (karet stip dan “tipeks”), juga termasuk alat pelajaran.
Alat pelajaran yang
bukan alat rekam-merekam pelajaran, melainkan alat kegiatan belajar, adalah
alat-alat pelajaran olah raga (bola, lapangan, raket, dsb.), alat-alat
praktikum, alat-alat pelajaran yang digunakan di TK (gunting, kertas
lipat, perekat dsb), alat-alat kesenian dalam pelajaran kesenian, alat-alat
“pertukangan” (tukang pahat, tukang kayu, tukang anyam, tukang “sunggi”/tatah
wayang, dsb.) dalam pelajaran kerajinan tangan.
2. Alat
peraga
Alat peraga adalah segala macam alat yang digunakan untuk
meragakan (mewujudkan, menjadikan terlihat) objek atau materi pelajaran
(yang tidak tampak mata atau tak terindera, atau susah untuk diindera).
Manusia punya raga (jasmani, fisik),
karena itu manusia terlihat. Dengan kata lain, bagian raga dari makhluk manusia
merupakan bagian yang tampak, bisa dilihat (bagian dalam tubuh manusia pun bisa
dilihat, tentu saja jika “dibedah”). Itu intinya “meragakan,” yaitu menjadikan sesuatu yang “tak terlihat”
menjadi terlihat. Dalam arti luas yang tak terindera (teraba untuk yang
tunanetra).
Alat peraga suka
dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) alat peraga langsung, dan (2) alat
peraga tidak langsung.
Ø Alat peraga langsung, yaitu jika guru menerangkan dengan menunjukkan benda
sesungguhnya (benda dibawa ke kelas, atau anak diajak ke benda).[6]
Ø Alat peraga tidak langsung,
yaitu jika guru mengadakan penggantian terhadap benda sesungguhnya.
Berturut-turut dari yang konkrit ke yang abstrak, maka alat peraga dapat
berupa: Benda tiruan (miniatur), Film, Slide, Foto, Gambar, Sketsa atau bagan.
Disamping pembagian ini, ada lagi alat peraga atau peragaan yang berupa perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh guru.
Sebagai contoh jika guru akan menerangkan bagaimana orang: berkedip,
mengengadah, melambaikan tangan, membaca dan sebagainya, maka tidak perlu
menggunakan alat peraga. Tetapi ia memperagakan.[7]
3. Media
pendidikan
Media pendidikan (media
pengajaran) itu sesuatu yang agak lain sifatnya dari alat pelajaran dan alat
peraga. Kadang orang menyebut semua alat bantu pendidikan itu media,
padahal bukan. Alat pelajaran dan alat peraga memerlukan
keberadaan guru. Alat pelajaran dan alat peraga membantu guru dalam mengajar.
Guru mengajarkan materi pelajaran dibantu (agar murid dapat menangkap pelajaran
lebih baik) oleh alat pelajaran dan alat peraga.[8] Oleh media, di sisi lain, guru bisa
“dibantu digantikan” keberadaannya. Dengan kata lain, guru bisa tidak ada di
kelas, digantikan oleh media. Lalu, apa itu media?
Secara bahasa (asal-usul
bahasa atau etimologis) media (medium) itu merupakan perantara. Jadi, dalam
konteks tertentu, bahasa ibu bisa disebut sebagai medium pengajaran
yang digunakan di TK-TK di desa-desa. Bahasa Inggris merupakan medium
pengajaran di sekolah-sekolah internasional. Itu sisi lain, bukan media sebagai
sarana (alat bantu) pendidikan. Begitu pula “dukun” menjadi “medium”
berkomunikasi dengan arwah-arwah leluhur (dalam kepercayaan tertentu).
Istilah media digunakan pula dalam bercocok tanam. Arang kulit padi, misalnya, dapat dijadikan media
tanam terbaik bagi tanaman hias tertentu. Air dapat menjadi media tanam
tanaman tertentu (disebut cara bercocok tanam sistem hidroponik).
Media (medium) dalam konteks
pendidikan, mempunyai makna sama dengan media dalam komunikasi (karena
pendidikan itu juga komunikasi; komuniksi antara pendidik dan pedidik
atau yang dididik). Media komunikasi merupakan perantara penyampaian pesan (messages)
yang berupa informasi dan sebagainya, dari komunikator (“pembicara”) ke
komunikan (yang diajak “bicara”).
Surat kabar merupakan media
komunikasi masa dari “orang-orang surat kabar” kepada masa (publik,
masyarakat). “Orang-orang surat kabar” itu maksudnya semua yang berkomunikasi
lewat surat kabar. Jadi, ada pemasang iklan yang berkomunikasi kepada
masyarakat luas lewat media surat kabar. Ada Presiden yang berkomunikasi
(dikomunikasikan oleh wartawan) lewat media surat kabar. Begitu halnya dengan
radio dan televisi.
Prasarana pendidikan adalah
segala macam alat, perlengkapan, atau benda-benda yang dapat digunakan untuk
memudahkan (membuat nyaman) penyelenggaraan pendidikan. Ruang kelas itu
termasuk prasarana pendidikan. Meja dan kursi itu termasuk prasarana
pendidikan. Jelasnya, kegiatan belajar di ruang kelas (yang sejuk dan sehat)
tentu lebih nyaman dibandingkan di luar ruangan yang panas berdebu. Belajar
dengan duduk di kursi yang nyaman tentu lebih enak daripada duduk di bangku
yang reyot atau “lesehan” (duduk-duduk bersila). Menulis beralaskan meja tentu
lebih nyaman dibandingkan menulis beralaskan lantai. Nah, awas, diulang lagi:
meja bukan alat untuk menuliskan pelajaran!
3.
Standar Sarana Dan Prasarana
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: ruang
kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat
beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat
bermain/berolahraga.
Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang
guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang
organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat
bermain/berolahraga.
Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium
fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium computer, ruang
laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat
beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang,
ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga.
4. Pentingnya
Penyediaan Dan Penggunaan Sarana Dan Prasarana Harus Tepat Guna
Sesuai
dengan kriteria dalam kepmendikbud No. 025/O/1995, yang menyatakan bahwa
penemuan yang berupa teknologi tepat guna dalam proses belajar mengajar atau bimbingan
dan konseling serta teknologi yang bersifat lebih memudahkan pelaksanaan proses
belajar mengajar atau bimbingan dan konsleing dengan hasil yang lebih baik atau
lebih optimal, maka dapat dipetakan proses belajar mengajar dan faktor-faktor
pendukungnya.
Yang perlu
dipahami adalah bahwa yang dimaksud teknologi tepat guna di bidang pendidikan
berbeda dengan alat peraga atau media pembelajaran. Alat peraga atau media
pembelajaran adalah alat atau benda yang digunakan dalam proses pembelajaran
yang gunanya memperjelas materi pembelajaran melalui gambar, tulisan, suara,
barang, simulator atau bentuk bukaan dari suatu pesawat atau mesin sehingga
memperjelas materi yang diajarkan. Sedangkan teknologi tepat guna dalam bidang
pendidikan dapat berbentuk alat atau metode dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada, di mana melalui penggunalan teknologi ini hasil pendidikan akan lebih
baik. Alat yang masuk kategori ini misalnya alat praktis pengukur tingkat
keasaman yang digunakan dalam praktikum kimia di sekolah, ruang kelas knockdown
yang mudah dipasang dan dibuka kembali, software program komputer
untuk memudahkan cara penilaian, dan lain sebagainya.
Lingkup instrumental input yang seringkali
menerapkan teknologi tepat guna diuraikan sebagai berikut :
a. Bahan
ajar/sumber belajar
Bahan ajar yang paling dikenal adalah berupa buku, diktat, modul dan handout.
Namun sebenarnya dalam pengertian bahan ajar sebagai sumber belajar maka bukan
hanya berupa buku dan lainnya tadi, tetapi dapat berbentuk lain seperti VCD,
program komputer interaktif dan pemanfaatan lingkungan sekolah. Dalam hal-hal
tadi teknologi tepat guna dapat diterapkan untuk lebih memudahkan pelaksanaan
proses belajar mengajar atau bimbingan dan konseling dengan hasil yang lebih
baik atau lebih optimal.
b. Media
pembelajaran
Sebenarnya sub unsur media pembelajaran atau alat peraga ini sudah
tercantum dalam keputusan menteri di atas, tetapi tidak menutup kemungkinan
ditemukan dan diterapkan teknologi tepat guna pada bidang ini. Kalau alat
peraga yang biasa hanya memperjelas materi, maka dengan penerapan teknologi
tepat guna proses dan hasil belajar akan lebih baik lagi.
c. Sarana
praktek/praktikum
Kemungkinan bidang ini yang akan banyak menggunakan teknologi tepat guna,
karena umumnya pengertian teknologi tepat guna hanya berupa hardware.
Bila dengan ditemukannya sarana praktek/praktikum yang baru, sederhana, efisien
dan mampu meningkatkan hasil belajar maka hal ini merupakan suatu kemajuan yang
sangat berati. Masalah sarana seringkali menjadi masalah di sekolah, untuk itu
masih terbuka peluang untuk menerapkan teknologi tepat guna dalam bidang ini,
seperti peralatan praktikum keteknikan, kimia, fisika, biologi, matematika
bahkan ilmu sosial.
d. Prasarana sekolah
Prasarana sekolah seperti gedung, bangku/meja-kursi belajar dan
sejenisnya juga sering mengalami masalah dalam hal penyediaan dan pemeliharaan.
Penemuan teknologi tepat guna dapat berupa alat atau bahan yang murah dan mudah
didapat untuk membuat bangunan dan bangku/meja-kursi belajar bisa sangat
bermanfaat untuk mendukung proses pembelajaran. Selain itu dapat pula ditemukan
teknologi pemeliharaan prasarana yang memungkinan prasarana menjadi lebih awet
atau tahan lama bisa pula menjadi alternatif penemuan teknologi tepat guna ini.
e. Sistem
penilaian
Masalah penilaian menjadi masalah tersendiri bagi guru, termasuk sistem
penilaian yang baru diperkenalkan dalam rangka implementasi kurikulum berbasis
kompetensi. Teknologi tepat guna dapat diterapkan dalam hal hardware
maupun software untuk memudahkan sistem penilaian.
f. Sistem
pembelajaran
Dalam hal sistem pembelajaran maka dapat ditemukan hardware
maupun software untuk memudahkan dan meningkatkan hasil pembelajaran.
Jadi kaitannya sangat erat dengan metode pembelajaran/mengajar yang diterapkan
dalam kelas. Kemungkinan yang lain adalah ditemukannya teknologi tepat guna
untuk mendukung sistem belajar jarak jauh, sistem belajar yang membuat siswa
menjadi lebih aktif dan sejenisnya.
5. Analisa
Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Bagi Lembaga Pendidikan
Analisa kebutuhan sarana dan
prasarana bagi lembaga pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berguna dan
bemanfaat karena dengan melakukan analisis akan menghindari sarana dan
prasarana yang tidak terpakai ada di lembaga pendidikan. Sarana dan prasarana yang
tidak terpakai merupakan suatu kerugian bagi lembaga pendidikan sehingga harus
dihindari. Analisa kebutuhan bisa disesuaikan dengan keuangan juga dengan
kemamuan dari personel lembaga pendidikan tersebut.
Strategi
implementasi inovasi sarana dan prasrana yang tepat guna, maksudnya ialah berbicara mengenai inovasi (pembaharuan)
mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention
adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery
adalah penemuan sesuatu (benda) yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan
demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan
melakukan kegiatan (usaha invention dan discovery). Inovasi
adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang
diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery.
Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.
Inovasi merupakan perubahan yang direncanakan oleh
organisasi dengan kegiatan yang berorientasi pada pengembangan dan penerapan
gagasan-gagasan baru agar menjadi kenyataan yang bermanfaat dan menguntungkan.
Proses inovasi dapat dianalogikan sebagai proses pemecahan masalah yang di
dalamnya terkandung unsur kreativitas. Dalam hal inovasi pendidikan sebagai
usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus melibatkan
semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi
seperti kepala sekolah, guru dan siswa.
Keberhasilan
inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu faktor tertentu saja, tetapi
juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Inovasi pendidikan
yang berupa top-down model tidak selamanya berhasil dengan baik.[9]
Hal ini disebabkan oleh banyak hal, antara lain adalah penolakan para pelaksana
seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam perencananaan maupun
pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up model
dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti, karena
para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai
pada pelaksanaan. Oleh karena itu, mereka masing-masing bertanggung jawab
terhadap keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan. Strategi yang dapat
diterapkan dalam mengimplementasikan sarana dan prasarana tepat guna yaitu:
1.
Melakukan
analisis mengenai kebutuhan akan sarana dan prasarana sehingga tidak terjadi
pemborosan sarana dan tidak ada sarana yang tidak terpakai
2.
Melakukan
penyesuaian kebutuhan dengan sarana dan prasarana
3. Memaksimalkan
penggunaan sarana dan prasarana
4.
Melakukan
pelatihan ketika ada sarana dan prasarana baru sehingga dapat digunakan secara
cepat dan tepat
5.
Melakukan
penghapusan ketika ada barang yang sudah tidak terpakai
B. Konsep Inovasi dan Ruang Lingkup Inovasi Pembiayaan Pendidikan
1.
Pengertian
Inovasi Pembiayaan Pendidikan
Secara sederhana managemen keuangan dapat diartikan sebagai suatu
proses melakukan kegiatan mengatur keuangan dengan menggerakkan tenaga orang
lain, dengan dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi yang
berkaitan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan beberapa
tujuan menyeluruh yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
sampai dengan pengawasan.[10]
Begitupun managemen keuangan pendidikan, kita hanya cukup menambahkan
subjek pada definisi di atas dengan” di dalam pendidikan“ atau “pada
dunia pendidikan”. Jadi dapat diformulasikan bahwa managemen keuangan
pendidikan adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan keuangan dalam dunia pendidikan untuk mencapai
tujuan yang efektif dan efisien di dalam dunia pendidikan.
Managemen keuangan memiliki peranan yang sangat penting dalam lembaga
pendidikan karena berhubungan langsung dan saling berkaitan dengan
komponen-komponen lain seperti managemen kurikulum, managemen sarana dan
prasarana, managemen siswa, managemen tenaga kependidikan, dan lain sebagainya.
Kesemua komponen tersebut sulit
dipisahkan karena komponen-komponen tersebut saling membutuhkan satu sama lain.
Ketiadaan pembiayaan pendidikan akan menghambat jalannya proses pendidikan.
Dengan kata lain managemen keuangan pendidikan dibutuhkan pada setiap kegiatan
pendidikan.
Didalam disebutkan bahwa dasar
yuridis managemen keuangan pendidikan di Indonesia yaitu sebagai berikut:[11]
- Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4, “pengelolaan dan pendidikan dilaksanakan berdasar pada prinsip keadilan, efisiensi, transparasi, dan akuntabilitas publik.
- Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 53, “Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunanyang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 tahun”.
- Permendiknas No.19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan dinyatakan bahwa sekolah/madrasah membuat: (1) Rencana Kerja Jangka Menengahyang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan dan; (2) Rencana Kerja Tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran sekolah/madrasah (RAKAS/M) dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja Jangka Menengah.
Menurut Peraturan Pemeritah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 dalam Tentang
Standar Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 12 bahwa biaya operasi satuan
pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan
pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan.[12]
Jadi jelaslah bahwa sekolah memiliki peranan yang sangat mendasar dalam
pengelolan keuangan pendidikan karena secara logika sekolahlah yang memahami
dan tau kebutuhannya sendiri.
Secara garis besar, standar pembiayaan sekolah meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a)
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya dan biaya personal.
b) Biaya investasi meliputi biaya pembelian
sarana dan prasarana, pengembangan Sumber Daya Manusia, dan modal kerja tetap.
c) Biaya personal meliputi biaya pendidikan
yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses
pembelajaran secara tertur dan berkelanjutan.
d) Biaya operasi satuan pendidikan meliputi:
(1) gaji pendidik dan tenaga Kependidikan serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji; (2) bahan atau peraltan habis pakai; dan (3) biaya operasi
pendidikan tak langsung berupa daya air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan
sebagainya.
e)
Standar biaya operasi satuan pendidikan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. (PP No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dengan berpandangan pada korelasi mutu dengan pembiayaan maka untuk
menjaga mutu pendidikan yang baik maka standar pembiayaan minimal dirumuskan
dengan memperhitungkan seluruh biaya personil (gaji, tunjangan dan faktor yang
melekat pada gaji), biaya alat tulis sekolah, biaya rapat, biaya penilaian,
biaya pemeliharaan,biaya pembinaan serta daya dan jasa yang diperkirakan terpakai.
Standar yang dirumuskan terbatas pada sekolah pendidikan umum (SD, SMP dan
SMA), sementara sekolah kejuruan belum dapat distandarkan dikarenakan
keberagaman yang demikian luas dan waktu pengkajian yang terbatas. Asumsi yang
dipergunakan dalam menghitung biaya rata-rata per murid menyesuaikan dengan
standar proses, sehingga untuk SD ditetapkan minimal ada 6 rombongan belajar
dan setiap rombongan belajar terdapat jumlah siswa 28 orang. Untuk SMP dan SMA
masing-masing dengan minimal ada 3 rombongan belajar dengan jumlah siswa 32
orang setiap rombongan belajar. Untuk membedakan faktor kemahalan dan keunikan
setiap daerah maka diberlakukan indeks kemahalan untuk setiap kabupaten di
seluruh Indonesia. Standar pembiayaan tersebut akan dipergunakan untuk mengukur
kelayakan sekolah dalam hal pembiayaan, dan untuk menjadi pertimbangan
kebijakan pendanaan dari berbagai program pemerintah.
Demi kelancaran proses managemen keuangan di dunia pendidikan dalam hal
ini sekolah, perlu dibentuk tiga tugas dan peran di sekolah, yakni;
a) Otorisator
adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan
penerimaan/pengeluaran anggaran. Dalam hal ini dijabat oleh kepala sekolah
sebagai manager keuangan sekolah. Fungsi managerial ini meliputi: (1)
Menganalisis dan merencanakan pembelanjaan sekolah (2) Mengelola penanaman
modal dalam aktiva (3) Mengatur struktur financial dan struktur modal.
b) Ordonaor
adalah pejabat yang berwenang melakukan pengajuan dan memerintahkan pembayaran
atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah
ditetapkan. Tugas ini juga di oleh kepala sekolah.
c) Bendaharawan
adalah petugas yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang atu surat berharga lainnya. Tugasnya yakni, membuat
perhitungan dan pertanggungjawaban keuangan. Tugas bendaharawan dipegang oleh
pegawai sekolah dan atau guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah dengan
surat keputusan (SK).[13]
Tidak dibenarkan kepala sekolah merangkap sebagai bendaharawan. Kepala
sekolah hendaknya mampu memantau kinerja bendaharawan sehingga kebenaran
pembukuan dan penggunaan keuangan sekolah bisa dipantau secara terus-menerus.
Dengan demikian, kemungkinan penyelewengan dan kesalahan pembukuan keuangan
dapat diminimalkan. Kalaupun ada
kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh bendaharawan dapat diluruskan
oleh kepala sekolah. Hal ini lain ceritanya jika Kepala Sekolah merangkap
sebagai Bendaharawan, maka tidak ada yang akan mengawasi kinerjanya, sehingga
peluang penyalahgunaan wewenang dan jabatan semakin terbuka lebar.
2.
Akuntabilitas Pembiayaan pendidikan
Didalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan
kepada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Namun kali ini kami hanya akan membahas
mengenai prinsip akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah kondisi
seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performanya dalam
menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya.
Akuntabilitas di dalam menagemen pembiayaan pendidikan di sekolah berarti
penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan.(Minarti:2011.
Selain itu, tujuan
akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap
pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan
publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggung jawabkan
komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Sedikitnya ada tiga pilar
utama yang menjadi pilar terbangunnya akuntabilitas yaitu:
1. Adanya transparasi para penyelenggara
sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam
mengelola sekolah;
2. Adanya standar kinerja di setiap institusi
yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya;
3. Adanya partisipasi untuk saling menciptakan
suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang
mudah, biaya murah, dan pelayanan yang cepat.
Pelaksanaan akuntabilitas
pembiayaan sekolah dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
pengelolaan keuangan kepada masyarakat, orang tua murid dan tentunya kepada
pemerintah yang dalam kaitan ini sebagai salah satu sumber keuangan/ pendanaan
pendidikan di sekolah.[14]
Berikut ini merupakan
langkah-langkah akuntabilitas pendidikan menurut Made Pidarta (1988) dalam merumuskan
langkah-langkah yang harus di tempuh untuk menentukan akuntabilitas dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan, sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan program yang dikerjakan,
dalam perencanaan disebut misi atau tujuan perencanaan
2. Program dioperasionalkan sehingga
menimbulkan tujuan-tujuan yang spesifik
3. Menggambarkan
kondisi tempat bekerja
4. Menentukan otoritas atau kewenangan
petugas pendidikan
5. Menentukan pelaksana yang akan mengerjakan
program/ tugas. Ia penanggungjawab program, menurut konsep akuntabilitas
ia adalah orang yang dikontrak
6. Membuat
kriteria performan pelaksana yang dikontrak secara jelas, sebab hakekatnya yang
dikontrak adalah performan ini
7. Menentukan
pengukur yang bersifat bebas, yaitu orang-orang yang tidak terlibat dalam
pelaksanaan program tersebut
8. Pengukuran
dilakukan sesuai dengan syarat pengukuran umum yang berlaku, yaitu secara
insidental, berkala dan
9. Hasil
pengukuran dilaporkan kepada orang yang berkaitan.
Kesembilan langkah tersebut dapat diimplementasikan kedalam kegiatan
managemen keuangan sekolah untuk menunjang kegiatan akuntabilitas pembiayaan
pendidikan. Dengan adanya langkah-langkah diatas diharapkan dapat
mempermudah pengelolaan pembiayaan pendidikan yang akuntabel disekolah. Maka
dari itu pengikutsertaan komponen seperti masyarakat, komite sekolah, orang tua
siswa, dan unsure pemerintah perlu untuk dilaksanakan sebagai upaya keseriusan
pelaksanaan penyelenggaraan pembiayaan pendidikan yang akuntabel.[15]
Untuk mengukur tingkat keberhasilan akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan, dapat dilihat pada beberapa hal, sebagaimana dinyatakan oleh
(Slamet: 2005) dalam sebagai berikut:
a. Meningkatnya
kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah
b. Tumbuhnya
kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, dan
c. Meningkatnya
kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di
masyarakat.
Keberhasilan
akuntabilitas pembiayaan pendidikan dapat diukur juga dengan memerhatikan
unsur-unsur sebagai berikut:
Ø Adanya
peningkatan kepercayaan dan kepuasan public terhadap sekolah dalam
penyelenggaraan pembiayaan pendidikan
Ø Peningkatan peran serta dan partisipasi
aktif publik dalam turut serta membangun sekolah
Ø Berkurangnya intensitas kesalahan dan
ketidak efektif-efisienan penggunaan pendanaan pendidikan di sekolah.
Dengan tercapainya indikator
keberhasilan akuntabilitas pembiayaan pendidikan berarti cita-cita mewujudkan
generasi yang berkualitas dan kompetitif dapat dengan mudah dicapai.
3. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi
Pembiayaan Pendidikan yang Akuntabel
a.
Perencanaan pembiayaan pendidikan
Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen
peroduksi yang menentukan terlaksananya kegiatan proses belajar mengajar
disekolah (Mulyasa: 2004)dalam (Minarti:2011). Oleh karena itu keuangan sekolah menjadi salah satu hal terpenting dalam
proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
BACA JUGA : Konsep Pendidikan Yang Baik Menciptakan SDM Yang Baik Pula
BACA JUGA : Konsep Pendidikan Yang Baik Menciptakan SDM Yang Baik Pula
Pada tahap perencanaan ,
analisis kebutuhan pengembangan sekolah dalam kurun waktu tertentu menjadi
focus utama yang perlu diperhatikan. Kebutuhan dalam satu tahun anggaran, lima
tahun, sepuluh tahun, bahkan dua puluh lima tahunan. Perencanaan dibuat oleh
kepala sekolah, guru, staf sekolah, dan pengurus komite sekolah. Mereka
mengadakan pertemuan untuk menentukan kebutuhan dan menentukan kegiatan sekolah
dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perlu diurutkan tingkat kebutuhan
kegiatan berdasar sekala prioritas yang ditetapkan karena terkait dengan
ketersediaan waktu, keberadaan tenaga, dan jumlah dana yang tersedia atau yang
bisa diupayakan ketersediaannya.
b. Pelaksanaan
pembiayaan pendidikan
Berdasarkan perencanaan yang telah dibuat pihak sekolah membelanjakan
uang secara transparan dan tanggung jawab (akuntabel). Belanja didasarkan pada
kebutuhan sekolah. Dalam setap transaksi pembelanjaan wajib dimintakan
bukti yang sah berupa nota atau kwitansi yang dikeluarkan oleh pihak terkait
dimana uang tersebut dibelanjakan, lebuh baik jika dibubuhi stempel tokonya.
Selanjutnya bendaharawan sebagai pengelola keuangan hendaknya memperhatikan
tingkat keperluan, prioritas penggunaan keuangan, dan dilarang keras
mempergunakan dana untuk selain kegiatan penunjang belajar mengajar seperti
pesta, ucapan selamat, hadiah, dan sebagainya. Setelah selesai,
kwitansi/nota disetorkan kepada bendahara untuk dicatat dan dibukukan sebagai
bukti transasksi pengeluaran dana
c. Evaluasi
pembiayaan pendidikan
bahwa evaluasi dan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dicapai
harus dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (pemerintah, masyarakat, dan wali murid).
Pertanggungjawaban merupakan pembuktian dan penentuan bahwa apa yang dimaksud
sesuai dengan yang dilaksanakan, sedangkan apa yang dilaksanakan sesuai dengan
tugas. Proses ini menyangkut penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran dana
kepada pihak-pihak yang berhak.
Evaluasi pelaksanaan managemen keuangan dilaksanakan secara seksama yang
dihadiri oleh kepala sekolah, bendaharawan, dewan guru, komite sekolah, dan
para wali murid. Pada kesempatan ini
pula disampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana pada tahun anggaran itu.
Hal ini bertujuan agar pelaksanaannya dilakukan setransparan mungkin untuk
menghindari kecurigaan dari berbagai pihak.
Dengan diadakan evaluasi ini
diharapkan akan diketahui sejauhmana kesuksesan menegemen pembiayaan ini sudah
terlaksana. Dengan evaluasi ini pula program-program yang dianggap
kurang strategis dan bertujuan dapat diganti untuk tahun anggaran berikutnya.
Sehingga penggunaan dana yang ada dapat di-efektif dan efisien-kan. Selain itu
hal ini juga akan meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua untuk dapat
memberikan masukan dan mendukung program-prograng sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. sarana pendidikan adalah
semua fasilitas yang secara langsung dan menunjang proses pendidikan, khususnya
proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar
pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan
efesien. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas
yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau
pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi
dimanfaatkan secaralangsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman
sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan
olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
2. Managemen
keuangan pendidikan adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan keuangan dalam dunia pendidikan untuk mencapai
tujuan yang efektif dan efisien di dalam dunia pendidikan.
3. Akuntabilitas
adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas
performanya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi
tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam menagemen pembiayaan pendidikan di
sekolah berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai
sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Akuntabilitas pembiayaan
pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembiayaan
pendidikan yang dilakukan secara bertanggungjawab.
DAFTAR RUJUKAN
A., Elfalasy. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. [Online].
Tersedia: (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/)
diakses [15 Desember 2013].
Arief,. Sadiman, dkk., 2007, Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya, Cet. 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Arikunto,.
Suharsimi, 1993, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan, Cet II, PT GrafindoPersada,
Jakarta.
_________________, 1987, Pengelolaan Materii!, PT. Prima Karya,
Jakarta.
Bafadal,. Ibrahim, 2003, Seri
Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah, Manajemen Perlengkapan
Sekolah Teori dan Aplikasi, Cet. 1, PT. Bumi Aksara, Jakarta
Burhanuddin,. Yusak, 2005, Administrasi
Pendidikan. Pustaka Setia, Bandung.
Daryanto,. M, 2006, Administrasi Pendidikan, Cet. IV, PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Depdiknas. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Minarti,. Sri, 2011, Managemen
sekolah: Mengelola lembaga Pendidikan Secara Mandiri, Ar-Ruzz Media,
Yogyakarta.
Peraturan
Pemeritah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 dalam Tentang Standar Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 12.
Sanjaya,. Wina, 2005, Pembelajaran
Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,Prenada Prima Group, Jakarta.
Subari, 1994, Supervisi Pendidikan, Cet.
1, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Tatang,. Amirin M,
2011, Pengertian sarana dan prasarana pendidikan, PT. Grafindo Persada, Jakarta
[1] Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005). Hlm 23.
[2] Depdiknas. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[3]
Amirin Tatang M, Pengertian sarana
dan prasarana pendidikan, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2011). Hlm. 50
[4] Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Jakarta:
PT GrafindoPersada, 1993), Cet. II, hlm. 81
[8] Sadiman Arief dkk., Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), Cet. 1
Hlm. 6
[9] Ibrahim Bafadal. Seri Manajemen Peningkatan Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah, Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasi,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), Cet. I, Hlm. 62.
[10] Sri Minarti, Managemen sekolah: Mengelola lembaga
Pendidikan Secara Mandiri, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Hlm. 21.
[11] Sri Minarti, Ibid,. Hlm.25
[12]
Peraturan Pemeritah
Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 dalam Tentang Standar Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 12.
[13] Sri Minarti, Ibid,. Hlm. 35
[14] Elfalasy, A. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. [Online]. Tersedia: (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/) diakses [15 Desember 2013].
[15]
Yusak Burhanuddin, Administrasi
Pendidikan. (Bandung : Pustaka Setia, 2005), Hlm. 17.
2 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletesalam kenal ya
ReplyDeletewww.volimaniak.com