Fatwa DSN Tentang Perlindungan Nilai Syari'ah

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang cenderung fluktuatif dan tidak mudah diprediksi, menjadi momentum bagi pelaku industri keuangan syariah maupun masyarakat lainnya mencari cara mengatasi nilai tukar rupiah. Salah satu diantaranya melalui mekanisme hedging (lindung nilai) syariah.

Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Ma'ruf Amin mengatakan, fatwa ini sangat ditunggu kehadirannya oleh kalangangan industri, maupun regulator. Dalam upaya mendorong lembaga keuangan syariah agar mampu berkembang dengan lebih cepat. "Juga berdaya saing global,".


Dia mengatakan, fatwa ini sekaligus disamping merespon kebutuhan pasar. juga, memberikan dasar syariah yang lebih pasti bagi pelaksanaan transaksi syariah dalam rangka lindung nilai. terlebih setelah keluarnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) terkait lindung nilai yang juga berlaku bagi perbankan syariah.


Dalam fatwa ini ditetapkan sejumlah syarat dan ketentuan dan batasan (syurut wa dhawabith) lindung nilai yang diharapkan pula dapat menutup  jalan /peluang (sadd al-dzari'ah) bagi lindung nilai yang terkadang digunakan untuk tujuan spekulatif. Dhawabith tersebut adalah,

1. Lindung nilai syariah atas nilai tukar hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata di masa datang terhadap uang asing yang tidak dapat dihindarkan (li al-hajah). akibat dari suatu transaksi yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan objek transaksi halal.

2. Hak pelaksanaan wa'd dalam mekanisme lindung nilai tidak boleh diperjualbelikan.

3. Obyek lindung nilai syariah atas nilai tukar adalah :     

    Paparan (exposure) risiko karena posisi aset atau liabilitas dalam mata uang asing yang tidak seimbang.
    Kewajiban atau tagihan dalam mata uang asing yang timbul dari transaksi sesuai dengan prinsip syariah.
    Pokok pinjaman, apabila lindung nilai dilakukan atas kewajiban pinjaman yang diterima oleh entitas / lembaga non keuangan.

4. Obyek lindung nilai syariah atas nilai tukar antara lain dapat berupa:

    Simpanan dalam mata uang rupiah.
    Kewajiban atau tagihan dalam transaksi yang menggunakan mata uang asing.
    Kebutuhan dalam mata uang asing untuk penyelenggaran haji/umrah dan biaya perjalanan ke luar negeri lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah.
    Kebutuhan dalam mata uang asing untuk biaya pendidikan di luar negeri.
    Kebutuhan dalam mata uang asing lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Pelaku transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar adalah:

    Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
    Lembaga keuangan konvensional (LKK) dalam kapasitas hanya sebagai penerima lindung nilai dari LKS.
    Bank Indonesia
    Lembaga bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
    Pihak lainnya yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan berlaku

6. Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar harus disepakati pada saat saling berjanji (muwa'adah)

7. Penyelesaian transaksi lindung nilai yang berupa serahterima mata uang pada saat jatuh tempo tidak boleh dilakukan dengan cara muqashshah (netting).

Dalam fatwa tentang transaksi lindung nilai atas nilai tukar dipergunakan tiga macam akad yang masing-masing memiliki skim/mekamisme tersendiri, yaitu:

    'Aqd al-tahawwuth al-basith (transaksi lindung nilai sederhana) yaitu transaksi nilai dengan skema wa'd bi al-'aqd fi al-mustaqbal / forward agreement yang diikuti dengan transaksi mata uang asing secara spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang.

    'Aqd al-tahawwuh al-murakkab (transaklsi lindung nilai kompleks). yaitu, transaksi nilai dengan skema berupa rangkaian spot dan wa'd bi al-'aqd fi al mustaqbal/forward agreement. Diikuti dengan akad spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang.

    'Aqd al-tahawwuth fi suq al-sil'ah (transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi jual-beli komodit (sil'ah) dalam mata uang asing. Penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada saat jatuh tempo.

Sebagai tindaklanjut dari keluarnya fatwa ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat segera membuat peraturan yang diperlukan terkait lindung nilai syariah atas nilai tukar. Demikian pula Dewan Standar Akutansi Syariah (IAI) diharapkan dapat menyiapkan standar akutansi yang diperlukan. Mahkamah Agung juga diharapkan dapat mengaktualisasikan kembali kompilasi hukum ekonomi syariah dengan berpedoman kepada fatwa yang dimaksud.

Post a Comment

0 Comments