Pengertian, Aspek Teknis dan Dasar Hukum Murabahah


Pembiayaan Murabahah adalah jual beli antara bank dan penerima pembiayaan dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh penerima pembiayaan yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank dan penerima pembiayaan[1].


Di dalam literatur lain al-murabahah berasal dari kata bahasa arab al-ribh (keuntungan). Ia dibentuk dengan wazan mufa’alat yang mengandung arti saling, oleh karenanya secara bahasa ia berarti saling memberi untung. Secara terminology murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba[2].

Adapun tata cara jual beli murabahah adalah dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli yang ditamabah keuntungan (margin/mark-up)[3].



Melihat beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah adalah  sejumlah dana yang diberikan kepada nasabah dengan perjanjian jual beli dimana antara pihak pembiaya dan yang dibiayai saling terbuka dan saling memberi keuntungan dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.

1.      Jenis Murabahah

Ditinjau dari jenisnya, murabahah di bagi menjadi dua jenis yaitu;

a.       Murabahah berdasarkan pesanan

Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan[4].

b.      Murabahah tanpa pesanan

Maksudnya, ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya, penyediaan barang tidak terpengaruh terkait langsung dengan ada tidaknya pembeli.

2.      Rukun Murabahah

a.       Penjual (ba’i)

b.      Pembeli (Musyatri)

c.       Harga (tsaman)

d.      Ijab Qabul

3.      Dasar Hukum Syari’ah Murabahah
Murabahah merupakan bagian dari jual beli dan sistem ini mendominasi produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam islam, jual beli merupakan salah satu sarana tolong menolong antara sesame umat manusia yang diridhai oleh Allah SWT.
Dalam firman-Nya, Allah telah menghalalkan jual beli dan melarang riba, (QS. Al-Baqarah (2) : 275).
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176](sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah (2) : 275)[5].

Dalam ayat lain Allah berfirman (QS. An-Nisa (4) ; 29)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ  وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ  إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.”(Qs-An-nisa (4) :29)[6]
4.      Aspek Teknis Murabahah
a.       Musyawarah dan Kesepakatan
Kesepakatan kedua belah pihak diperlukan dalam menentukan keputusan dan akan memperlancar urusan.masing-masing mempinyai hak dan kewajiban yang sama, serta bersama menjaga amanah dana masyarakat.

b.      Jaminan
Jaminan diperlukan untuk memperkecil risiko yang merugikan bank dan untuk melihat kemampuan nasabah dalam menanggung pembayaran kembali atas utang yang diterima dari bank.
c.       Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu syarat transaksi/pengikatan antara nasabah dengan bank[7]
5.      Aspek Teknis Perbankan Syari’ah
a.       Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/took) ditambah keuntungan (mark-up). Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
b.      Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan.
c.       Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang diserahkan segera kepada nasabah, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tangguh[8].
6.      Pembagian Risiko Pada Murabahah
Dalam Murabahah pembagian risiko tetap ada, yang itu menjadi alasan diambilnya laba. Menurut Abden dan Shook, bank mengambil risiko, yang merupakan alasan diambilnya laba sampai si nasabah memenuhi janji awalnya untuk membeli barang.
Berikut ini adalah pembahasan singkat tentang risiko-risiko terkait dengan barang, nasabah, dan pembayaran[9].
a.       Risiko yang terkait dengan barang.
Bank Islam membeli barang-barang yang diminta oleh nasabah secara teoritis menanggung risiko kehilangan atau kerusakan pada barang-barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada nasabah. bank dengan kontrak murabahahnya diwajibkan untuk menyerahkan barang kepada nasabah dalam kondisi yang baik.
Bank Islam bagaimanapun juga dalam praktiknya menghindari risiko-risiko tersebut dengan asuransi dan klausul kontrak. Asuransi adalah salah satu biaya yang harus ditanggung oleh nasabah, karena ini merupakan biaya yang ditambahkan dalam pengeluaran-pengeluaran murabahah untuk mencapai harga total barang.
b.      Risiko terkait dengan nasabah
Janji nasabah murabahah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu transaksi murabahah, menurut mayoritas fuqaha mazhab tidaklah mengikat. Oleh sebab itu, nasabah berhak menolak untuk membeli barang ketika bank Islam menawari mereka untuk penjualan.
Risiko bank terhadap kemungkinan penolakan nasabah untuk membeli barang dapat dihindari dengan pembayaran uang dimuka (sepertiga dari total harga, misalnya) dengan jaminan, jaminan pihak ketiga dan dengan klausul kontrak untuk menutupi seluruh biaya murabahah atau sebagainya.

c.       Risiko-risiko yang terkait dengan pembayaran
Risiko tidak terbayar penuh atau sebagian dari uang muka seperti dijadwalkan dalam kontrak, ada dalam pembiayaan murabahah. Bank Islam menghindari risiko ini dengan adanya janji tertulis, jaminan, jaminan pihak ketiga, dan klausul kontrak yang menyatakan bahwa semua hasil dari barang-barang murabahah yang dijual kepada pihak ketiga dengan tunai maupun kredit harus disimpan di bank sampai apa yang menjadi hak bank dibayar kembali sepenuhnya[10].



[1] Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UII Press, 2009) Hlm 148.
[2] Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syari’ah, (Bandung : Refika Aditama, 2011), Hlm. 226
[3] Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan ANcaman, (Yogyakarta : Ekonisia, 2008). Hlm. 18
[4] Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UII Press, 2009 Hlm. 58
[5] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya.
[6] Ibid.
[7] Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UII Press, 2009 Hlm. 58
[8] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta : Ekonisia, 2012), Hlm. 72
[9] Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UII Press, 2006) Hlm. 105
[10] Ibid. Hlm 108

Post a Comment

0 Comments