Sumber dan Periodisasi Sejarah

Sumber Sejarah

Sutrasno (1975:43) mendefinisikan sumber sejarah sebagai segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai bahan penulisan atau penceriteraan kembali sejarah. Sedangkan Widja (1988:19) mengartikan sumber sejarah sebagai apa-apa yang ditinggalkan oleh peristiwa masa lampau yang menunjukkan  bahwa benar-benar telah ada peristiwa. Sebagian sejarawan lebih senang menggunakan istilah jejak sejarah (traces/relics) atau bukti-bukti sejarah untuk bahan yang sangat penting artinya bagi penyusunan cerita sejarah itu.

Mengingat peristiwa masa lampau manusia meliputi berbagai aspek kehidupan manusia yang bervariasi dalam berbagai jenis aktivitas (politik, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain), maka jejak yang ditinggalkan sejarah
itu pun beraneka ragam pula wujudnya. Sesuai dengan sifat-sifat aktivitas manusia tersebut, umumnya berupa jejak-jejak tersebut dikelompokkan dalam berbagai macam klasifikasi.

Sumber dan Periodisasi SejarahKlasifikasi yang paling sederhana adalah pembagian berupa sumber-sumber yang ditinggalkan tidak dengan sengaja oleh manusia dalam kegiatan sehari-harinya, dan jejak yang dengan sengaja memang dimaksudkan untuk  menyampai-kan pesan bagi generasi berikutnya mengenai tindakan orang-orang yang meninggal-kannya.

Berkaitan dengan sumber yang tidak disengaja dan sumber yang sengaja,  Sutrasno (1975:43) lebih lanjut menguraikan: Memberi tinggalan secara sadar artinya, manusia dengan sadar meninggalkan apa-apa kepada anak cucunya. Dibuatnya candi yang megah dan tahan lama, agar anak cucunya nanti dapat menghormati dewa yang dipuja di candi tersebut. Ditinggalkan  pusaka-pusaka, agar anak cucunya tetap memiliki kekuatan orang tuanya. Membuat peraturan-peraturan yang ditulis di batu, agar rakyat dapat melihatnya dan mematuhi dalam jangka waktu yang lama, dan masih banyak lagi yang kemudian ditemukan kembali oleh sarjana sejarah (atau yang lain) dalam keadaan utuh, setengah utuh, atau rusak.

Sumber non historis adalah jejak yang tidak menarik perhatian sejarawan karena tidak langsung berkaitan dengan cerita sejarah yang hendak disusunnya. Sedang-kan sumber historis merupakan jejak atau sumber yang bisa menuntun sejarawan untuk merekonstruksi kejadian masa lampau. Meskipun klasifikasi ini harus diterima sebagai sesuatu yang relatif, tapi lebih mudah diaplikasikan karena dikaitkan dengan kepentingan sejarawan dalam  rangka penyusunan cerita sejarahnya. Selanjutnya sumber historis ini  dibedakan lagi menjadi sumber yang bersifat non materiil dan sumber materiil (Reiner, 1961: 96-104).

Sumber non materiil ialah sumber-sumber yang tidak  nyata yang kadang-kadang masih hidup dalam masyarakat, seperti institusiinstitusi sosial, kebiasan-kebiasaan, tradisi, dan sebagainya. Sumber materiil
ialah objek-objek yang merupakan hasil dari aktivitas manusia yang hidup pada zaman lampau yang kadang-kadang masih berfungsi sampai sekarang  seperti candi, masjid, makam, istana, dan sebagainya yang sering
digolongkan secara keseluruhan dengan monumen-monumen. Sumber- sumber materiil lainnya adalah seperti alat-alat rumah tangga, potret, atau  gambar, senjata, mata uang, prasasti, dan lain-lain.

Ada juga klasifikasi sederhana yang lain seperti yang dilakukan Notosusanto  (1971:18), yaitu sumber benda, sumber tertulis, dan sumber lisan. Tentu saja yang terutama menarik perhatian sejarawan adalah sumber tertulis,  karena sumber benda lebih menuntut keahlian khusus yang terutama  dikuasai/dikembangkan oleh disiplin arkeologi. Sumber tertulis lebih lanjut dibedakan antara sumber resmi dengan sumber tak resmi serta sumber formal dan informal.

Kedua macam klasifikasi ini dapat saling potong  memotong. Ada dokumen resmi formal dan dokumen resmi informal. Ada  pula dokumen tak resmi formal dan dokumen resmi informal. Keputusan presiden adalah dokumen resmi formal. Surat “Kattebellece” yang dibuat oleh  seorang pejabat kepada pejabat yang lain adalah dokumen resmi informal, karena ditulis oleh seorang pejabat dan diperuntukkan kepada pejabat. Surat seorang pejabat sebagai pribadi kepada Kepala Sekolah di mana putranya bersekolah dan berisi hal ihwal tentang putranya itu merupakan dokumen tak  resmi formal, karena ditulis sebagai pribadi akan tetapi ditulis sebagai surat  yang memenuhi syarat-syarat dari surat menyurat formal. Surat dari perjalanan seorang pejabat kepada istrinya merupakan dokumen tak resmi informil.

Sumber tak tertulis adalah semua peninggalan yang di dalamnya tak terdapat  tulisan-tulisan. Benda-benda ini adalah hasil karya manusia pada masa itu. Dari sini dapat diketahui sampai di tingkat mana manusia itu hidup berbudaya, beserta perkembangannya, pengaruh kebudayaan luar, dan sebagainya. Atas dasar sumber ini kita dapat mengetahui sampai di mana pengaruh sesuatu kebudayaan memasuki suatu daerah, mengetahui jalurjalur jalannya dan tersebarnya kebudayaan tersebut, dan dengan demikian pula dapat diketahui perkembangan politik dan kebudayaan pada suatu zaman.

Kecuali klasifikasi di atas, sumber sejarah dapat dibedakan menjadi sumber  langsung dan tak langsung. Sumber langsung artinya dengan sumber itu dapat dilihat bekas-bekas yang dibuat atau sebagai akibat dari perbuatan  seseorang atau pemerintahan. Sumber tak langsung ialah segala tulisan yang dibuat oleh seseorang pada masa kejadian itu dan atau sesudahnya.

Contoh sumber langsung seperti alat senjata, candi, prasasti, dan sebagainya. Contoh sumber tak langsung seperti kronik, majalah, babad dan sebagainya (Sutrasno, 1975).  Sumber langsung tingkat objektivitasnya lebih tinggi, tinggal bagaimana  mencari hal-hal yang terkandung di dalamnya, yang menunjukkan gejalagejala adanya peristiwa sejarah. Dengan sumber langsung itu dapat  menganalisa dan membuat perhitungan-perhitungan (sudah barang tentu dengan sumber-sumber lain yang sejenis atau ada kaitannya), dan mungkin
akan menemukan kekuatan-kekuatan yang ada di dalamnya, sehingga dapat disusun cerita sejarah yang rasional dan objektif.

Keberhasilan menggarap  sumber langsung sangat bergantung pada kemampuan sejarawan sendiri. Sumber tak langsung telah tersentuh campur tangan orang kedua, dan  karenanya bukan tidak mungkin telah terpengaruh oleh subjektivitas. Seorang sejarawan harus dapat mengambil atau memisahkan sifat objektif dari yang subjektif. Akan tetapi bagi sumber sejarah kontemporer hal ini tidak mudah, karena bahan untuk menyusun informasi lebih banyak dan langsung

Periodisasi Sejarah


Periodisasi berasal dari asal kata periode yang berarti masa, kurun, babak, dan zaman. Periode adalah satu kesatuan yang isi, bentuk, maupun  waktunya tertentu (Gazalba, 1981: 75). Aktivitas masa lalu manusia beragam, baik jumlah maupun jenisnya. Untuk itu, perlu dibagi-bagi ke dalam periodeperiode agar mudah dipahami. Dalam periodisasi seolah-olah objek dibagibagi sedemikian rupa sehingga merupakan kotak-kotak yang dibatasi oleh tembok tebal. Walaupun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Ibarat tubuh
manusia yang terdiri atas kepala, tangan, telinga, dan lain-lain, agar mudah memahami maka perlu dipelajari masing-masing anggota tubuh.
Kajian  masing-masing anggota tubuh manusia memang seolah-olah terpisah, tetapi sebenarnya tetap dalam satu kesatuan yaitu badan tubuh manusia. Salah satu syarat ilmu adalah pembagian-pembagian yang bersifat teoritis. Hal ini dilakukan agar mudah mendalami persoalan bagian demi bagian. Walaupun hanya secara singkat dan global, namun dengan pembagian atau periodisasi diharapkan agar isi dan arti dari dasar ilmu pengetahuan dapat  dimengerti oleh siapapun, khususnya yang mempelajari ilmu pengetahuan  tersebut. Sebagai contoh: periodisasi sejarah Indonesia, menggambarkan  perjalanan sejarah bangsa Indonesia dari masa Nirleka hingga masa kini,  meskipun dalam pernyataan pendek-pendek.

Periodisasi masuk dalam penafsiran sejarah yang dibikin sejarawan. Periode yang merupakan kerangka sejarah adalah wujud dari tafsiran sejarawan. Periodisasi adalah pendapat sejarawan tentang sejarah (Gazalba, 1981: 75). Meskipun periodi-sasi merupakan interpretasi sejarawan, namun sejarawan
harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut dalam menyusun periodisasi.


  1. Apapun kriteria yang digunakan sebagai dasar pembagian (kronologis, wangsa/ dinasti, ekonomi, ketatanegaraan, dll) selalu disertai dengan waktu. Oleh karena waktu merupakan cermin dari perkembangan, perubahan dan kontinuitas.
  2. Periodisasi hanya bersifat teoritis, artinya pembuatan periodisasi dalam konteks keilmuan. Kenyataannya masa lampau tidak terbagi-bagi.
  3. Periodisasi bersifat subjektif, karena merupakan tanggapan sejarawan terhadap aktivitas manusia. Dengan demikian siapa pun dapat menyusun periodisasi. Termasuk di sini guru-guru pengajar Mata Pelajaran Sejarah.
  4. Batas antarperiode tidak tetap, seperti garis yang memisahkan laut  dengan pantai. Kadang berkurang tetapi kadang lebih dari garis yang kita tentukan.
  5. Pemanfaatan tahun dalam periodisasi hendaknya memakai tahun bulat atau abad. Hal ini dimaksudkan untuk mudah mengingat dan menampung tanggal batas yang berdekatan. Contoh: berakhirnya Sejarah Indonesia  Lama dan dimulai-nya Sejarah Indonesia Baru adalah runtuhnya Kerajaan  Majapahit dan dalam periodisasi dipakai tahun bulat 1500. Hal ini tidak benar-benar tepat, sebab keruntuhan Majapahit dapat berasal dari Sengkalan “Sirna Ilang Kertaning Bumi” atau “Sunyo Nora Yuganing Wong” yaitu 1400 Saka atau 1478 M. Akan tetapi, sumber sejarah lain juga menyebut keruntuhan Majapahit adalah tahun 1527 M. Dengan  demikian tahun 1500 mudah diingat dan dapat menampung tahun yang berdekatan (1478 M dan 1527 M).
  6. Dalam menyusun periodisasi yang harus diperhatikan adalah pemakaian kriteria secara konsisten.


RANGKUMAN
Bangunan keilmuan sejarah ditopang oleh konsep-konsep, seperti waktu, ruang, manusia, peristiwa, einmaliq, dan kausalitas. Dengan memahami konsep-konsep tersebut, maka orang akan mudah membuat definisi sejarah. Seorang guru sejarah sebaiknya tidak mengharuskan siswa-siswanya untuk menghafal suatu
definisi sejarah dari sejarawan tertentu, tetapi hendaknya menjelaskan konsepkonsep dan biarkan siswa menyusun definisi sendiri dengan mengacu pada  konsep-konsep tersebut. Di samping itu, terdapat pengertian yang bersifat  “menolak” yaitu sejarah bukan mitos, sejarah bukan sastra, sejarah bukan
filsafat, dan sejarah bukan ilmu alam.

Dimensi sejarah dapat menyentuh kawasan ilmu, seni, peristiwa dan kisah. Sebagai ilmu, sejarah memenuhi syarat-syarat sebagai ilmu, seperti memiliki objek, tujuan, metode, kegunaan, sistematika, kebenaran, generalisasi, dan prediksi. Sebagai ilmu tentang manusia, sejarah mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan ilmu alam. Sejarah sebagai seni karena sejarah memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa. Sejarah sebagai peristiwa menunjukan pada apa yang benar-benar terjadi. Peristiwa ini
meninggalkan bukti-bukti. Jejak atau bukti ini selanjutnya dianalisis, diberi interpretasi kemudian menghasilkan sejarah sebagai kisah

Terdapat berbagai klasifikasi tentang sumber sejarah, seperti sumber yang sengaja dan tidak sengaja ditinggalkan; sumber langsung dan tidak langsung; sumber historis dan non historis; sumber tertulis, benda, dan lisan; sumber primer dan sekunder.
Penyusunan periodisasi diperuntukkan memenuhi persyaratan sejarah sebagai ilmu. Kriteria yang biasa dipakai dalam menyusun periodisasi adalah kronologis, dinasti, integrasi, ketatanegaraan, ekonomi, dan agama. Penyusunan periodisasi  hendaknya memperhatikan beberapa prinsip, yaitu harus diiringi waktu,
menggunakan tahun bulat atau abad, dan penggunaan kriteria secara konsinten

Post a Comment

0 Comments