Guru Hebat Karena Murid

Mudah kita jumpai ungkapan yang menyebut jika murid bukanlah apa-apa tanpa bantuan guru. Guru di sini tentu pendidik dalam arti sesungguhnya, bukan sekadar profesi yang kerjanya mengajar di kelas. Untuk guru yang disebut belakangan, yang secara profesional bekerja di institusi formal, seperti sekolah, kampus (biasanya disebut dosen) dan sejenisnya, situasinya bisa saja terbalik, yakni murid/mahasiswalah yang mendahsyatkan guru/dosennya.

Sudah menjadi pemahaman umum bahwa guru tak disebut istimewa tanpa menghasilkan murid yang hebat. Oleh sebab itu, murid yang menghebatkan dirinya, dengan atau tanpa bantuan guru formalnya, secara otomatis membantu membuat orang yang secara akademik menjadi pengajarnya itu tampak jempolan.

Contoh kecil guru perlu bantuan supaya tampak hebat adalah saat murid akting tertawa ketika pengajarnya melontarkan lawakan yang sebenarnya sangat garing. Di situasi ini, guru seolah-olah telah berhasil menjadi komedian paling lucu sedunia.

Murid juga sering akting paham dengan duduk khusyuk kala mendengarkan ceramah guru. Padahal, sel-sel syarafnya entah bergeliat untuk berpikir apa. Pada kondisi ini, bisa jadi guru mengira memiliki kemampuan public speaking dan mutu bicara tingkat dewa sehingga selalu memukau siapa pun.

Tak sedikit pula kita jumpai sejumlah murid yang belajar keahlian khusus di komunitas informal, organisasi eksternal sekolah/kampus, atau di tempat-tempat kursus sehingga menjadi luar biasa, lalu gurunya di kelas dengan bangga mengklaimnya sebagai anak didik yang berhasil karena mengikuti ajarannya. Bagi orang awam yang tidak tahu kondisi sesungguhnya, pun mereka bisa serta-merta langsung memuji sang guru sebagai maharesi yang taktis mendidik.

Di sini, murid tersebut benar-benar telah membantu membuat gurunya tampak super. Diterima sebagai kebenaran umum bahwa guru yang baik adalah mereka yang mendudukkan murid di level terbaik. Murid yang pandai langsung berasosiasi dengan guru yang mumpuni. Sayangnya, jika murid berlaku kriminal, sering kesalahan ditimpakan ke dirinya sendiri, tanpa melibatkan kebobrokan guru.

Sebenarnya, guru di level top sekali pun tak akan berdaya jika murid sepakat untuk cuek apalagi melawan. Jika para murid ini kompak mempersulit atau menjatuhkan nama guru, cukup dia berperilaku berseberangan dengan harapan orang.

Oleh karena itu, guru seharusnya banyak berterima kasih kepada murid karena telah membuatnya hebat, dengan menjadi anak didik yang baik dan berprestasi. Hal semacam ini perlu diingatkan karena, rupanya, banyak guru yang bersorak-sorai sendiri setelah dirinya disebut hebat atau dapat cap guru teladan. Dia lupa bahwa kehebatannya tak akan pernah lepas dari bantuan murid.

Tulisan ini tidak hendak membuat murid besar kepala atau mendiskreditkan guru. Hanya saja, supaya menjadi peringatan bagi guru bahwa anak didik bukanlah lempung yang bisa dicetak dan dibentuk semaunya. Tidak sedikit dalam misi sebuah sekolah tertulis ungkapan, umpamanya, mencetak murid yang seperti ini dan itu.


Jadi, seolah-olah jika murid menjadi ini dan itu, semata-mata karena hasil kerja guru; dan, jika guru didaulat jadi pengajar nomor wahid, sepertinya murni karena kemampuannya mengajar, tanpa bantuan murid. Kesuksesan, jenis apa pun, adalah hasil kerja bersama. Murid sukses adalah gabungan dari kerja murid, guru, orang tua dan lingkungan. Keberhasilan guru juga gabungan dari kinerja guru tersebut, murid dan lingkungan tempat dia bekerja.

Akhirnya, berterimakasih bukan hanya menjadi monopoli murid untuk guru, tetapi juga dari guru ke murid. Jika Anda guru yang hebat, silakan berterimakasih ke murid yang telah membuat Anda di posisi demikian. Sebaliknya, jika kalian murid cemerlang, di situ ada guru yang membantu.

Sumber: rimanews

Post a Comment

0 Comments