Prinsip-prinsip Ekonomi Islam Tentang Produksi, konsumsi dan Distribusi



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah Swt untuk dipertanggungjawabkan.

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya. Sendi perekonomian islam memiliki konsep yang jelas.


Konsep-konsep ekonomi islam tentunya tidak terlepas dari perintah ajaran islam, konsep Ekonomi Islam mencangkup Segala aturan yang diturunkan Allah SWT, dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Dalam ilmu ekonomi terdapat tiga konsep utama yakni, produksi, konsumsi, dan distribusi. Ketiga konsep itu bukan merupakan sesuatu yang baru. Karena secara akademis, ketiga konsep itu selalu melekat. Selain itu dalam kehidupan sehari-hari ketiga hal itu merupakan inti dari kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana konsep-konsep ekonomi dalam islam tentang ke tiga hal tersebut, yakni, produksi, konsumsi, dan distribusi.




BAB II
PEMBAHASAN
A.     PRODUKSI
Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.  Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi  melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen  dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan  efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi  dalam batas-batas tertentu  termasuk  pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.
1.         Prinsip-prinsip Produksi
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim  dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan) demiian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah  tersebut. Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar  bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :
a.       Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami.
Sejak dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan  dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan ”perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Produksi barag dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan  manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandng  bermanfaat untuk mnecapai falah,  yaitu : 1. kehidupan, 2. harta, 3. kebenaran, 4. ilmu pengetahuan dan 5. kelangsungan keturunan. Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya.
b.      Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan .
Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga nerhak  menikmati hasil produksi  secara memadai dan berkualitas. Jadi produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (staock holders) saja  tapi juga masyarakat secara keseluruhan (stake holders). Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi  keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan utama kegiatan ekonomi.
c.       Permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.
Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupunmanusia. Sikap terserbut dalam Al-Qur’an sering disebut  sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah . Hal ini akan membawa implikasi  bahwa prinsip produksi  bukan sekedar efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya. 
Kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat alturistik sehingga produsen tidak  hanya mengejar keuntungan  maksimum saja. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu falah didunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan  bagi masyarakat. Prinsip pokok produsen yang Islami  yaitu : 1. memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan, 2. memiliki dorongan untuk melayani masyarakat sehingga segala keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal ini , 3. optimasi keuntungan diperkenankan  dengan batasan kedua prinsip di atas.
2.      Ayat Al-Qur’an tentang Prinsip Produksi
Ayat yang berkaitan dengan faktor produksi Tanah dalam Surat As-Sajdah : 2 

Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?

Ayat diatas menjelaskan tentang tanah yang  berfungsi sebagai penyerap air hujan dan akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis. Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak  yang pada akhirnya juga hewan ternak tersebut diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.
Ayat ini juga memberikan kepada kita untuk berfikir dalam pemanfaatan sumber daya alam  dan proses terjadinya hujan. Jelas sekali menunjukkan adanya suatu siklus produksi dari proses turunnya hujan, tumbuh tanaman, menghasilkan dedunan dan buah-buahan yang segar setelah di disiram dengan air hujan dan pada akhirnya diakan oleh manusia dan hewan untuk konsumsi. Siklus rantai makanan yang berkesinambungan agaknya telah dijelskan secara baik dalam ayat ini. Tentunya puila harus disertai dengan prinsip efisiensi  dalam memanfaatkan seluruh batas kemungkinan produksinya.

Ayat yang berkaitan dengan faktor produksi Tenaga Kerja dalam Surat Huud : 61

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Kata kunci dari faktor  produksi tenaga kerja terdapat dalam kata wasta’marakum yang berarti pemakmur. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini diharapkan oleh Allah untuk menjadi pemakmur bumi dalam pemanfaatan tanah dan alam yang ada. Kata pemakmur mengindikasikan untuk selalu menajdikan alam ini makmur dan tidak menjadi penghabis (aakiliin) atau perusak alam (faasidiin). Manusia dengan akalnya yang sempurna telah diperintahkan oleh Allah untuk dpaat terus mengoleh alam ini bagi kesinambungan alam itu sendiri, dalam hal ini nampaklah segala macam kegiatan produksi amat bergantung kepada siapa yang memproduksi (subyek) yang diharapkan dpat menjadi pengolah alam ini menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ayat yang berkaitan dengan faktor produksi Modal dalam Surat Al-Baqarah : 272.

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan Karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).

Modal sangat penting dalam kegiatan produksi baik yang bersifat tangible asset maupun intangible asset. Kata apa saja harta yang baik  menunjukkan bahwa manusia diberi  modal yang cukup oleh Allah untuk dapat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhannya secara materi. Modal dapat pula memberikan makna segala sesuatu yang digunakan dan tidak habis, untuk diputarkan secara ekonomi dengan harapan dari modal tersebut menghasilkan hasil yang lebih, dari hasil yang lebih tersebut terus diputar sampai pada pencapaian keuntungan yang maksimal (profit) dari modal yang kita miliki yang pada akhirnya tercapailah suatu optimalisasi dari modal tersebut.   Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
3.      Hadits yang berkaitan dengan prinsip produksi.

HR Bukhari Muslim – “Tidak ada yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan, kecuali jika makanan itu diperolehnya dari hasil jerih payahnya sendiri. Jika ada seseorang di antara kamu mencari kayu bakar, kemudian mengumpulkan kayu itu dan mengikatnya dengan tali lantas memikulnya di punggungnya, sesungguhnya itu lebih baik ketimbang meminta-minta kepada orang lain.”

HR Thabrani dan Dailami – “Sesunggguhnya Allah sangat suka melihat hamba-Nya yang berusaha mencari rezeki yang halal”

HR Thabrani – “Berusaha mencari rezeki halal adalah wajib bagi setiap muslim”

Hadit diatas menjelaskan tentang prinsip produksi dalam Islam yang berusaha mengolah bahan baku (dalam hal ini kayu bakar) untuk dapat digunakan untuk penyulut api (kompor pemanas makanan) dan dari kompor yang dipanaskan oleh kayu bakar ini menghasilkan suatu makanan yang dapat dikonsumsi. Nampaklah bahwa terjadi siklus produksi dari pemanfaatan input berupa kayu bakar yang melalui proses sedemikian rupa berupa pemanasan makanan yang pada akhirnya menghasilkan output berupa makanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia.



B.    KONSUMSI
Setiap orang muslim berusaha mencari kenikmatan dengan cara mematuhi perintahnya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang diciptakan Allah untuk umat manusia demi kemaslahatan umat. Konsumsi berlebih lebihan yang merupakan cirri khas masyarakat yang tidak mengenal tuhan, dikutuk dalam islam dan disebut dengan israf (pemborosan) atau  tabzir (menghanbur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni menuju tujuan yang yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum dalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal atau bahkan tempat tinggal atau bahkan sedekah.
Ajaran islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak di antara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap israf dan tidak disenangi islam. Salah satu prinsip penting dalam islam bahwa ia tidak hanya mengubah nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislative yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannnya. Cirri khas islam in juga memiliki daya aplikatif terhadapa orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzir.
Beberpa perinsip  dasar dalam hal konsumsi adalah sebagai berikut:
1.      Tauhid (kesatuan)
Dalam perspektif islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah Swt, sehingga senantiasa berada dalam hukum Allah. Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang diciptakan Allah untuk umat manusia. Adapun dalam pandangan kapitalis, konsumsi merupakan fungsi dari keinginan, nafsu, harga barang, dan pendapatan, tanpa memdulikan dimensi spiritual, kepentingan orang lain,dan tanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga pada ekonomi konvesional manusia diartikan sebagai individu yang memilikisifat  homo economicus.

2.      Adil
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah Swt. Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut harus dilakuan secara adil sesuai dengan syariat, sehingga disamping mendapatkan keuntungan materiil, ia juga merasakan kepuasan spiritual. Al-Quran secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanyakehidupan yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karenanya dalam islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata, namun juga untuk kepentingan dijalan Allah.
3.      Kehendak Bebas
Alam semesta merupakan milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan sepenuhnya dan kesempurnaan atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat yang didasarkan pada penegtahuan dan kehendak allah. Hal inilah yang tidak terdapat dalam ekonomi konvensional,sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
4.      Amanah
Manusia merupakan khalifah atau penegembn amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ini dan untuk mengambil keuntungan dan mamfaat sebanyak-banyaknya atas ciptaan Allah. Dalam hal melakukan konsumsi manusia dapat berkehendak bebas tetapi akan mempertanggungjawabkan atas kebebasan tersebut,baik terhadap keseimbangan alam,masyarakat,diri sendiri maupun diakhirat kelak. Pertanggungjawaban sebagai seorang muslim bukan hanya kepada Allah SWT namun juga kepada lingkungan.
5.      Halal
Dalam kerangka acuan islam barang-barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menujukkan nilai-nila kebaikan,kesucian,keindahan,serta akan menimbulkan kemashlahatan untuk umat baik secara materil maupun spiritual. Sebaliknya,benda-benda yang buruk,tidakl suci,tidak bernilai,tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsusmi dalam islam serta dapat menimbulkan kemudaratan apabila di konsumsi akan dilarang.
6.      Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas termasuk pemborsan dan berlebih-lebihan,yaitu membuang-buang harta dan menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta mamfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata. Allah akan sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas .
C.    DISTRIBUSI
Penyebaran atau perputaran ekonomi, dalam sekala negara seringkali diterjemahkan menjadi pemeratan kesejahteraan warga negara
1.      Harta
Yang juga menonjol dalam perbedaan antara ekonomi Islam dan konvensional adalah cara keduanya menyikapi harta. Hal ini tentu didasari cara pandang kedua perekonomian melihat harta. Dalam Islam sudah begitu jelas cara pandangnya sesuai dengan definisi fungsi harta yang diberikan Allah SWT di dalam ayat Al Qur’an, yaitu sebagai pokok kehidupan.

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan…(QS. 4:5)”

Hal ini sejalan dengan corak perekonomian yang mementingkan kebersamaan (altruisme) dan keyakinan bahwa hidup hanyalah perjalanan sementara, sehingga harta sebagai alat untuk hidup dikonsumsi secukupnya saja. Pandangan konvensional, melihat harta sebagai sebuah aset yang dipergunakan untuk terus diperbanyak berdasarkan tujuan kepuasan individu (utilitarian individualism). Meskipun Islam dan konvensional sama2 mengakui hak2 kepemilikan tapi nilai2 moral Islamlah yang kemudian membuat penyikapan keduanya pada harta menjadi berbeda. Islam memandang segala apa yang ada di dunia termasuk harta hakikatnya milik Allah SWT, sehingga apa yang ada pada manusia merupakan amanah.


2.      Distribusi Harta
Dalam ekonomi Islam mekanisme distribusi harta berkaitan erat dengan nilai moral Islam sebagai alat untuk menghantarkan manusia pada kesejahteraan akhirat. Bahwa kewajiban hamba kepada Tuhannya merupakan prioritas utama dari segala tindakan manusia menjadikan mekanisme distribusi kekayaan yang bertujuan pada pemerataan menjadi sangat urgent dalam perekonomian Islam, karena diharapkan setiap manusia dapat menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT tanpa harus dihalangi oleh hambatan yang wujud diluar kemampuannya.
Oleh sebab itulah fungsi utama dan pertama dari negara adalah memastikan terpenuhinya kebutuhan minimal seluruh rakyat negara tersebut.

“Berikanlah hak kerabat, fakir miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan. Yang demikian itu lebih baik bagi mereka yang mencari wajah Allah dan merekalah yang akan berjaya. Dan uang yang kalian berikan untuk diperbungakan sehingga mendapat tambahan dari harta orang lain, tidaklah mendapat bunga dari Allah. Tetapi yang kalian berikan berupa zakat untuk mencari wajah Allah, itulah yang mendapat bunga. Mereka yang berbuat demikianlah yang beroleh pahala yang berlipat ganda.” (Ar Rum: 38-39)

Distribusi melalui zakat mendorong peningkatan agregat permintaan dan menjamin perekonomian berputar pada tingkat minimum sehingga pertumbuhan ekonomi bukan saja ada dalam kondisi pertumbuhan yang stabil tapi juga terdorong untuk terus meningkat.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan penjelasan di atas bahwa semua kegiatan baik produksi, konsumsi dan distribusi harus sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yaitu prinsip tauhid, prinsip keadilan, prinsip kebebasan dan prinsip pertanggungjawaban. Manusia dalam berproduksi, konsumsi dan distribusi harus sesuai dengan etika islam yang menjadikan kemakmuran dan ketentraman dalam bermasyarakat
dalam perilaku ekonomi khususnya produksi, konsumsi, dan distribusi. Norma dan etika islam dapat diterapkan dalam perilaku ekonomi tersebut. Manusia dan komunitas masyarakat tercermin dalam dimensi pengetahuan, keterampilan dan sikap mentalnya. Manusia dalam perilaku ekonomi dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap mental tentang produksi, konsumsi, disribusinya.
Norma dan etika islam dalam perilaku produksi melahirkan manusia dan masyarakat yang produktif, menghasilkan produk barang dan jasa yang baik, halal dan bermanfaat bagi umat. Menghasilkan manusia / masyarakat yang mengkonsumi hasil usahanya secara seimbang, tidak boros dan tidak memubazirkan barang dan jasa produknya. Sedangkan dalam distribusi menghasilkan manusia yang mampu menghargai produk barang dan jasa secara proporsional, perhatian dan berbagi dengan sesama.

Post a Comment

0 Comments