Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai cara atau lebih dekat mengenal selanjutnya mengingat tokoh besar  Ibn Khaldun, dan dijadikan pemik iran-pemikirannya yang tertuang dalam kariya-kariyanya  sebagai  bahan referensi motivasi untuk  generasi  muda, bahkan untuk pokok pemikiran para pencari ilmu, ada bagusnya kita melihat dan mempelajari pokok-pokok pemikirannya  kearah pendidikan. Pusat Riset Sosial dan Kriminal Nasional (Al-Markaz al-Qaumy li al-Buhuts al- Ijtima’iyyah wa al-Jinaiyyah) mengadakan symposium yang dihadiri puluhan ilmuwan yang menaruh perhatian besar dalam kajian pemikirannya.
Merekan hadir dari Sembilan Negara: RPA, Tunisia, Al-Jazair,Irak, Libanon Turki, Italia, Perancis dan jerman Barat. Kepada setiap peserta diminta membuat satu pembahasan menurut tema yang telah ditetapkan oleh wakil Kepala Negara Sayid Husein As- Syari’I yang berlangsung sejak tanggal 2-5 Januari 1961. Di depan Kantor pusat Riset Sosial dan Kriminal Nasional yang terletak di kota Auqaf itu dibangun patung Ibn Khaldun sehingga dunia mengakui dan mengkaji kembali pemikiran-pemikirannya.[1] Mereka ingin mengetahui siapakah sesungguhnya sosok Ibn Khaldun? Bagaimana pemikiran pendidikannya?.Oleh karena wajar kiranya sebagai seorang muslim,apalagi mereka yang menuntut ilmu,dan terlebih lagi calon pendidik, membahas para tokoh pemikir islam dipelajari sejarahnya, apalagi ini menyangkat  pemikirannya tentang pendidikan. Sebagai umat yang dituntut harus mencari ilmu kiranya dari pemikiran Ibn Khaldun, diharapkan menjadi salah satu referensi dalam pelaksanaan pendidikan kedepannya atau di tahun tahun mendatang berikutnya.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    RIWAYAT HIDUP DAN KARIYA  IBNU KHALDUN
Nama lengkap Ibn Khaldun adalah Abu Zaid Aburrahman bin Khaldun Waliuddin At-Tunisi al-Hadhrami. Lahir di Tunis Pada tanggal 1 Ramadhn 732 H. (7 Mei 1332 M) dan meninggal di Kairo pada tanggal 25 Ramadhan 808 H (25 Maret  1406 M). Ia dimakamkan dipemakaman sufi di Mesir.[2] Masa pertama kehidupan Ibn Khaldun adalah menjalani masa remaja dan belajar hingga usia 20 tahun dikota Tunis-Tunisia, tempat kelahirannya. Ayahnya seorang keturunan Arab, sedangkan Ibunya berdarah campuran antara bangsa Barbar dan Spanyol. Keluarga Ibn Khaldun mempunyai pengaruh yang luas di bidang politik pada abad XI. Keluarga Ibn Khaldun berasal dari wilayah Hadramaut-Yaman yang berhijrah sejak perluasan wilayah Islam—ke Andalusia dan berdolmilisi di wilayah Sevila, spanyol[3] Dia dibesarkan di tengah gejolak  galaunya politik, kemandekan pemikiran (involusi) dikalangan umat,perebutan kekuasaan  dan disintegrasi. Dalam lingkungan seperti inilah Ibn Khaldun  memperoleh  pendidikan agama,bahasa, sastra,serta filsafat. Sejak muda dia sudah terjun  didunia politik yang mengawali karier politiknya sebagai pegawai rendah  kerajaan (tukang setempel)  pada pemerintahan Muhammad  Ibn Tafrakin. Karena pestasinya, kemudia ia di percayai menjadi sekretaris Sultan Ab Inan di Talamsan. Namun karena dia dicurigai hendak menjatuhkan sultan, maka dia pun dipenjara selam dua tahun (1357 M). Semasa  mudanya dia banyak menduduki jabatan. Pernah menjadi sekretaris  dan penasihat keraaan Maroko Yang dipimin sultan Abu Salaim pada tahun 1389 M. Disamping pperna menjabat sebagai perdana menteri di Bijaiyah, dan  juga pernah menjadi ketua Pengadilan Kerajaan Di Mesir dan Dosen ilmu Hukum di tempat yang sama. Petualangan politiknya begitu jauh hingga banyak lawan politiknya. Selama kurang lebih 25 tahun  ia sering berpindah-pindah dari negri satu kenegri yang lain hingga sampai ke Andalusia.  Pada tahap kehidupan ini  sebagian waktunya dihabiskan untuk mengapdi kepada pemerintah dan dunia politik. Setelah mengapdi dari pemerintahan satu ke pemerintahan yang lain, Ibn Khaldun merasa jenuh untuk kemudian mengonentrasikan pemeikirannya pada penulisan. Masa ini berlangsung kurang lebih selama delapan tahun. Empat tahun pertama dijalaninya di Benteng Ibn Salamah dan empat tahun sisanya di Tunisia. Pada tahun ini Ibn Khaldun benar-benar mencurahkan  pemikirannya untuk menulis kitab Al-‘Ibar wa diwan al-Mubtada wal Akhbar fi Ayyam al’ Arab wal’ Ajam Wal Barbar wa man  . Ashrahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Kariya inilah yang sekarang dikenal dengan Muqddimah Ibn Khaldun, sebuah kariya monumental yang menjadi rujukan banyak pakar hinnga sekarang. Sebagaimana  orang-orang dahulu pada zamannya. Ibn Khaldun memang  sosok yang pawai  dan memilki banyak disiplin ilmu. Dia tidak  hanya dikenal sebagai ahli sejarah  dan sosiologi, tetapi juga sastra,Pedagogi, ilmu-ilmu hadits,dan fiqh. Muqaddimah merupkan kitab pendahuluan dari ketujuh jilid kitab sejarah dnia yang ditulis, yaitu Kitab al- Ibar wa Diwan al- Mubtada Wal Akhbar fi al ‘arab wal- ajam wal Barbar wa man  ‘Ashrahum min Dzawis Sulthan al-Akhbar. Kraiyan Ibn Khaldun ini tergolong Kariya tulis kalasik yang memiliki pembahasan  sistematis dan metodologis. Padaba gian pertama dia menjelaskan alasan-alasan  pemikirannya,sistematika dan metode-metodenya. Demikian juga dicantumkan lembar persembahan  untuk Amir al-Muminin, Abu  Faris Aziz bin Abi  AL-Hasan al-Muriniy (Sultan Maghib al-Aqsha). Pada bagian pendahuluan dijelaskan tentang kelebihan ilmu sejarah, verifikasi  aliran-alirannya, tentang kesalhan-kesalahan yang dilakukan oleh para sejarawan serta factor-faktornya.
            Buku Muqaddimah ini terdiri dari enam bab. Bab pertama membahas masyarakat manusia dan mendeskripsikan arti pentingnya masyarakat manusia tersebut; bab kedua membahas tentang masyarakat nomaden  (badui, badawah); bab ketiga membahas tentang  Negara,raja,pemerintahan dan tingkat kesultanan; bab keempat  membahas tentang  Negara dan kota serta tempat tinggal.
B.     PEMIKIRAN IBN KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN
Pemikiran-pemikiran Ibn Khaldun, baik tentang perubahan social maupun tentang pendidikan  tertuang dalam kariya monumentalnya, yaitu Muqaddimah. Pada Bab IV Muqaddimah.  Ibn Khaldun menguraikan masalah pendidikan  dalam lima puluh fasal. Namun karena referensi yang sangat minim saya dapatkan, berikut ini pemakala paparkan beberapa pemikiran Ibn Khaldun tentang pendidikan yang sangat penting.
1.      Klasifikasi Ilmu
Sebelum membicarakan masalah pembelajran, Ibn Khaldun memulai dengan klasifikasi ilmu. Menurut Ibn Khaldun , ilmu pengetahuan ada dua macam, yaitu ilmu yang menjadi tujuan (al-‘ulum al maqshudah bizatiha) dan ilmu alat untuk memahami ilmu-ilmu yang  menjadi tujuan tersebut. Ilmu-ilmu yang menjadi tujuan itu menurut  Ibn Khaldun adalah: ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu fisika, teologi dan filsafat. Sedangkan yang termasuk dalam kategori  ilmu alat adalah: ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu ushul al-fiqh, ilmu mnthiq dan lain lain .
Menurut Azyumardi Azra, para ilmuwan dulu memang mnegklasifikasi ilmu dalam berbagai macam jenis, Ibn Khaldun misalnya mengklasifikasi ilmu dalam dua jenis ilmu pokok:  naqliyah dan aqliyah. Tetapi klasifikasi ilmu tersebut menurut Azra,bukan bermaksud mendikotomi ilmu antara satu dengan yang lain, melainkan klasifikasi tersebut menunjukkan  betapa ilmu tersebut berkembang  dalam perdaban Islam. Dalam konteks ini, ilmu agama Islam merupakan salah satu saja  dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan. Seperti halnya al-Ghazali, Ibn Khaldun juga mengklasifikasi ilmu dalam dua kategori, yaitu ilmu yang perlu diperluas (ekstensif) atau didalami, dan ilmu yang hanya diketahui secara global. Ilmu yang perlu diperluas dan didalami adalah ilmu syariat, sementara yang cukup dikaji secara global adalah ilmu-ilmu alat, seperti bahasa Arab, mantiq dan semacamnya.
2.      Tujuan Pendidikan
Menurut Ibn Khaldun, tujuan pendidikan Islam adalah untuk menanamkan keimanan dalam hati anak didik, menginternalisasikan nilai-nilai moral sehingga mampu memberikan ppencerahan jiwa dan prilaku yang baik. Secara rinci Ibn Kahaldun membagi tujuan pendidikan dalam beberapa hal:
a.       Meberi peluang kepada anak didik untuk mampu berpikir dan berbuat dengan benar.
b.      Memberikan peluang untuk hidup berkualitas dalam masyarakat yang maju.
c.       Memberikan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai sumber penghasilan
d.      Dapat mengembangkan prilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari.
Disini jelas, bahwa Ibn Khaldun tidak hanya memandang pendidikan sebagai sarana perolehan ilmu ansic, melainkan pendidikan dipandang sebagi investasi masa depan dan memiliki keterkaitan dengan pekerjaan (promise of job), disamping tentu saja pembentukan kepribadian dan pembimbing menuju berpikir dan berbuat yang benar. Manusia diangrahi akal oleh Allah swt yang bisa mebedakan antara  yang baik dan yang buruk, yang haq dan yang bathil, dan akal inilah yang membedakan manusia dan makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu menaklukan alam dan mampu menciptakan kreasi spektakuler yang  berupa teknologi modern. Menurut Ibn Khaldun  sebagaiman para filosof lain mengklasifikasikannya ada beberapa tingkatan akal yaitu:
a.       Akal pembeda (al-‘aql al tamyizy). Akal ini hanya berfungsi sederhana, yaitu hanya mampu membedakan masalah-maslah sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti membedakan antara makanan yang layak dimakan dan yang tidak.
b.      Akal empirik (al-aql al-tajriby), yaitu akal yang mampu memahami suatu masalah yang tertjadi secara empiric dalam masyarakat, seperti memahami mengapa perkembangan ilmu berkaitan  dengan kemakmuran, mengapa siakap emosional dapat memicu konflik dan tindak kekerasan yang tidak terkendali.
c.       Akal teoritik ( al-aql al-nadhary), yaitu akal yang dapat mengetahui melalui hipetesis dan pengujian, sehingga mampu menemukan suatu teori.
3.      Metode Pembelajaran
Pendidikan anak menurut Ibn Khaldun hendaknya dilakukan secara bertahap, dari satu tingkat ketingkat yang lebih tinggi  sejalan dengan kemampuan akal seseorang, sesuai dengan ketetapan Nabi, yaitu bi qadri ‘uqulihim  (Ajarilah anak-anakmu sesuai kadar kemampuannya). Oleh karena itu, proses pembelajaran suatu bidang studi  harus dimulai dari pengertian yang paling elementer dan besifat global. Baru setelah anak didik memahami yang elementer, maka bisa dilanjutka dan dikembangkan lebih detail dan rinci dengan deferensi dan variable-variabelnya, sehingga mereka dapat memahami  suatu bidang ilmu secar  utuh dan benar. Disinilah seorang guru dituntut mampu memahami  psikologi peserta didik. Menurut Ibn Khaldun guru hendaknya memilki sikap: kasih saying, lemah lembut dan memahami kondisi jiwa peserta didik, tidak sebaliknya, berlaku kasar dan menakutkan, karena sikap tersebut akan membentuk  peserta didik berlaku negative, seperti: bohong.malas,pasif, berpura-pura. Ibn Khaldun setuju dengan hukuman (punishment)  tetapi harus dilakukan secara adil dan merupakan pilihan terahir dalam mengatasi masalah peserta didik. Bahkan Ibn Khaldun memberikan batasan dalam hukuman, kalaupun harus menghukum mereka tidak lebih dari tiga “pukulan”. Disinilah  menurut Ibn Khaldun, prilaku dan teladan guru lebih penting ketimbang ceramah-ceramah  atau perintah-perintah, karena anak didik lebih mudah meniru apa yang dilakukan guru dari pada ceramah atau keterangan-keterangannya. Fungsi guru menurut Ibn Khaldun  tidak hanya pengajar bidang studi, melainkan juga sebagai pemimpin yang mengarahkan dan mamp membuat perubahan-perubahan pisitif ke masa  depan. Menurutnya, kemajuan pendidikan terkait erat dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa/Negara dan tingginya tingkat peradaban. Menurut Ibn Khaldun, untuk memperluas ilmu  pengetahuan perlu membuat jaringan intelektual, pembelajaran diluar kelas (tatap muka). Tujuannya untuk memperluas jaringan keilmuan di berbagai wilayah dan kawasan. Menurutnya pengajaran tidak selamanya  disampaikan melalui ceramah , tetapi perlu ada metode praktek langsung, metode tersebut oleh Ibn Khaldun dianggap lebih mengena dan lebih merasuk. Disinilah, maka Ibn Khaldun manyarankan perlunya” wisata akademik” atau study tour untuk berjumpa dengan banyak pakar demi memperluas wawasan keilmuan  (sharing ideas). Ibn Khaldun  menyatakan wisata akademik adalah untuk mencari nilai tambah dengan berjumpa dengan para pakar secara langsung.
Dari aspek metode, Ibn Khaldun tidak menyukai  pembelajaran dengan menggunakan sitem hafalan,karena dianggap tidak efektif dan efisien. Hal ini telah dibuktikan dengan riset yang  pernah dilakukan di Maroko dan Tunis. Di Maroko pendidikan Dasar ditempuh 16 tahun sementara ditunis hanya 5  tahun. Tetapi hasil yang dicapai sama saja. Di Maroko metode yang digunakan bersifat  verbalistik, hafalan, sementara di Tunis menggunakan metode diskusi,dialog dan demonstrative.
Menurut Ibn Khaldun, bahwa ilmu dan pembelajaran merupakan dua phenomena social. Keduanya juga merupakan karekteristik peradaban manusia. Manusia, dengan kemampuan pikirnya mampu menyentuh sarana hidupnya dengan bantuan generasinya. Selanjutnya Ibn Khaldun menegaskan, sesungguhnya manusia diberi potensi (yang serupa dengan potensi  yang dimiliki oleh binatang) yang berupa: panca indera,gerak, makan, tempat tinggal, dan sebagainya. Hanya manusia memiliki kelebihan dari potensi kebinatangan tersebut, yaitu potensi pikir yang  bisa membibing hidupnya, atas bantuan generasi dan masyarakatnya dan dapat menerima dan mengikuti ajaran Tuha yang dibawa oleh para Nabi. Dengan potensi pikir pula manusia mampu menghasilkan ilmu pengetahuan dan keterampilan(teknologi).
Menurut Husein Abdullah Banabilah, bahwa konsep pendidikan Ibn Khaldun sejalan dengan pendidikan yang dibangun oleh tokoh-tokoh pendidikan modern dari pestalozi hingga hingga pendidikan kini (kontemporer). Dalam konsep pembelajaran “bertahap” dari memulai yang umum (global) menuju yang terinci (parsial) sesuai dengan konsep pengajaran Gestalt. Mengenai sarana dan media pembelajaran, Ibn Khaldun membagi dalam dua bagian, yaitu:
a.    Media yang ditolak Ibn Khaldun, yaitu media yang bukan karena media itu sendiri,melainkan karena tujuan yang diketahui membawa resiko, seperti: banyaknya referensi,banyaknya ringkasan (resume), menghindar dari permulaan pembelajaran yang menyulitkan,tidak ada ringkasan satu buku, memperpanjang pertemuan dan seterusnya.
b.    Media yang membawa nilai positif seperti memulai dengan pengajaran umum kemudian ke arah yang terperinci meringkas satu mata pelajaran, mengajak berpikir yang alami, dan seterusnya.
Memperbanyak  referensi bagi anak didik pada level awal (SD) Menurut Ibn Khaldun dapat membingungkan dan menulitkan mereka, karena dengan memperbanyak referensi akan menimbulkan perbedaan isltilah (pendapat), dan dari referensi yang beraneka ragam akan menimbulakan banyak metode,yang pada ahirnya merepotkan anak didik, sementara hasildan tujuan yang dicapai adalah satu, yaitu perolehan ilmu ( transfer of knowledge). Ibn Khaldun mengritik para pendidik (guru) yang tidak memahami metode mengajar dengan baik, misalnya memaksakan anak didik untuk memforsir tenaga dan pikirannya. Itulah, maka Ibn Khaldun menyarankan untum tidak terlalu lama dalam pemeberian materi. Ibn Khaldun juga menyarankan agar guru memberikan bimbingan secara lemah lembut dan kasih syang kepada anak didik, alias tidak berlaku kasar  dan kejam, sebab hal ini  terkait dengan pembentukan karakter anak.
Adapun metode yang membawa pengaruh positif terhadap pengajaran adalah: memulai dengan yang umum kemudian berangsu-angsur kea arah yang terinci. Hal ini penting,sebab secara naluri, manusia selalu meliahat sesuatu berankat dari  yang umum dulu,baru setlah itu sampai pada yang detail detail. Ibn Khaldun juga menyarankan agar ilmu yang diberikan pada anak didik  beragkat dari disiplin ilmu. Beliau menjelaskan: “Aliran yang bagus dan metode yang harus ditempuh dalam pengajaran adalah agar pendidik tidak mencampuradukkan dua disiplin ilmu sekaligus, karena yang demikian itu tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. Ibn Khaldun juga menyarankan perlunya metode dialog dan diskusi dalam pembelajaran. Metode ini menurut Ibn khaldun  sangat bermanfaat dan merupakan metode paling efektif dalam pembelajaran. Menurutnya pengajaran memiliki tujuan dan sarana. Adapun tujuan pengajaran ada dua. Yaitu tujuan yang diraih oleh setiap ilmu dan tujuan umum yang diraih oleh seluruh ilmu, tidak ada perbedaan antara ilmu satu dengan yang lain. Adapun tujuan akhir yang dicapai oleh setiap siswa dengan karakter umumnya adalah “perolehan keutamaan”. Ada hal penting lagi yang menurut Ibn Khaldun perlu dipersiapkan sebelum memulai mengajar, yaitu berdoa, yang ini sering dilupakan oleh banyak orang. Jika hal ini dilakukan, menurut Ibn Khaldun akan mengantarkan kita kepada pencerahan jiwa atau munculnya cahaya Tuhan (nur) yang akan memudahkan proses  transfer of knowledge. Para ulama dulu tidak belajar dan mengkaji kecuali mereka memulai dengan pencucian hati dan berdoa untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., Zat pemilik cahaya itu.
Ibn Khaldun juga berpikir tentang  filsafat sejarah, menurutnya sejarah tidak hanya sekumpulan kisah secara kronologis yang fakta sejarahnya sering dicemari oleh subektivitas dan khalayan pengarangnya. Ibn Khaldn meneliti sejarah dengan kaidah-kaidah yang bersifat objektif dan ilmiah dalam pengumplan fakta, pengamatan fakta, pengujian, dan analisis fakta serta interaksi antara fakta-fakta, prilaku social kemasyarakatan, tradisi-tradisi dan lingkungan ilmiah, kemudian menyimpulkannya secara induktif.[4]
















BAB III
A.    KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, Bahwa Ibn Khaldun adalah sosok sejarawan dan sosialog yang memiliki teori perubahan social. Masyarakat manusia menurut Ibn Khaldun suatu entitas yang independen dan dapat diurus secara sempurna lepas dari nilai-nilai agama. Pemikiran pendidikan Ibn Khaldun tidak lepas dari pemikiran sosialnya yang begitu tajam melihat fenomina yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Ibn Khaldun  ilmu dan pengajaran merupakan “aktivitas social”. Ilmu dibagi dua macam: Ilmu alat sebagai sarana dan ilmu yang harus diperoleh.Ilmu merupakan perolehan yang tidak cukup diperoleh dengan hafalan tetapi dengan pemahaman. Seseorang tidak bisa memperoleh ilmu dengan sekaligus, melainkan secara bertahap. Kedalaman ilmu yang diterima oleh anak didik harus ditmpuh secara berulang-ulang (tuntas). Hendaknya anak didik belajar satu disiplin ilmu.tujuan pengajaran adalah untuk membentuk kepribadian anak didik menjadi manusia yang mampu menghadapi masa depannya. Penyusun juga berharap  para penuntut ilmu dan sekolompok islam wajiblah kiranya banyak, minimal membaca buku para toko sejarah islam atau mengkaji maksud dari pemikiran mereka,arah pemikran mereka, untuk dijadikan referensi atau sebagai motivasi dalam dalam segala sector atau bidang apapun. Ahirnya jangan pernah kita berpikir bahwa mempelajari para toko sejarah, kita akan menjadi pemilik masa lalu, tapi mempelajarinya adalah sebagai pandangan atau motivasi kita dalam melangkah, bergerak yang positif dalam mengambil sebuah keputusan yang pasti dan meyakinkan.

B.     PENUTUP
Penulis berharap mari kita bersama mengkaji sejarah, teruatama para toko sejarah. Untuk mengambil manfaat pemikiran mereka, banyak hal yang dapat kita dijadikan fererensi atau manfaat dalam mempelajari sejarah di antaranya:
a.    Sejarah dikemukakan dalam Al Qur’an sebagai kisah atau peristiwa yang dialami umat manusia di masa lalu. Orang yang tidak mau mengambil hikmah dari sejarah mendapat kecaman karena mereka tidak mendapat pelajaran apapun dari kisah dalamAl Qur’an. Melalui sejarah, kita dapat mencari upaya antisipasi agar kekeliruan yangmengakibatkan kegagalan di masa lalu tidak terulang di masa yang akan datang.
b.    Pelajaran yang dapat diambil dari sejarah dapat menjadi pilihan ketika mengambil sikap. Bagi orang yang mengambil jalan sesuai dengan ajaran dan petunjuk-Nya,orang tersebut akan mendapat keselamatan.
c.    Pembaruan akan memberi manfaat berupa inspirasi unutk mengadakan perubahan-perubahan sehingga suatu pekerjaan akan menjadi lebih efektif dan efisien.
d.   Dalam sejarah, dikemukakan pula masalah sosial dan politik yang terdapat di kalanganbangsa-bangsa terdahulu. Semua itu agar menjadi perhatian dan menjadi pelajaran ketika menghadapi permasalahan yang mungkin akan terjadi.
Alhamdulillah  Makalah ini dapat  diselesaikan atas kerja keras dalam membaca referensi dan menempatkan susunannya sebagai mana mestinya, muda-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan pengaruh terhadapnya dalam kehidupan sehari hari dimasa mendatang. Assalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh






DAFTAR PUSTAKA


Basri hasanM.Ag,  Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung: 2009
Supena Ilyas, Dr. Pengantar Filsafat Islam, Walisonggo Ress, Semarang: 2010
Tim Pakar Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Maulana Ibrahim Malang, Penididikan Islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, Uin-Malang Press, Malang:2009



[1] Tim Pakar Fakultas Tarbiyah, Pendidikan Islam Dari pardigma Klasik HIngga Kontemporer,:Uin Malang Press, Hal, 243
 [2] Ibid Hal, 244
 [3] Ilyas Supena, Dr. Pengantar  Filsafat Islam: Wali Songo Press,  Hal. 158
[4]  Hasan Basri, M.Ag, Filsafat pendidikan islam, Pustaka Setia, Bandung: 2009, Hal, 231

Post a Comment

1 Comments