BAB
I
PENDAHULUAN
Sebagai cara atau lebih dekat mengenal selanjutnya
mengingat tokoh besar Ibn Khaldun, dan
dijadikan pemik iran-pemikirannya yang tertuang dalam kariya-kariyanya sebagai bahan referensi motivasi untuk generasi
muda, bahkan untuk pokok pemikiran para pencari ilmu, ada bagusnya kita
melihat dan mempelajari pokok-pokok pemikirannya kearah pendidikan. Pusat Riset Sosial dan Kriminal
Nasional (Al-Markaz al-Qaumy li al-Buhuts
al- Ijtima’iyyah wa al-Jinaiyyah) mengadakan symposium yang dihadiri
puluhan ilmuwan yang menaruh perhatian besar dalam kajian pemikirannya.
Merekan
hadir dari Sembilan Negara: RPA, Tunisia, Al-Jazair,Irak, Libanon Turki,
Italia, Perancis dan jerman Barat. Kepada setiap peserta diminta membuat satu
pembahasan menurut tema yang telah ditetapkan oleh wakil Kepala Negara Sayid
Husein As- Syari’I yang berlangsung sejak tanggal 2-5 Januari 1961. Di depan
Kantor pusat Riset Sosial dan Kriminal Nasional yang terletak di kota Auqaf itu
dibangun patung Ibn Khaldun sehingga dunia mengakui dan mengkaji kembali
pemikiran-pemikirannya.[1]
Mereka ingin mengetahui siapakah sesungguhnya sosok Ibn Khaldun? Bagaimana pemikiran
pendidikannya?.Oleh karena wajar kiranya sebagai seorang muslim,apalagi mereka
yang menuntut ilmu,dan terlebih lagi calon pendidik, membahas para tokoh
pemikir islam dipelajari sejarahnya, apalagi ini menyangkat pemikirannya tentang pendidikan. Sebagai umat
yang dituntut harus mencari ilmu kiranya dari pemikiran Ibn Khaldun, diharapkan
menjadi salah satu referensi dalam pelaksanaan pendidikan kedepannya atau di
tahun tahun mendatang berikutnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP DAN KARIYA IBNU KHALDUN
Nama
lengkap Ibn Khaldun adalah Abu Zaid Aburrahman bin Khaldun Waliuddin At-Tunisi
al-Hadhrami. Lahir di Tunis Pada tanggal 1 Ramadhn 732 H. (7 Mei 1332 M) dan
meninggal di Kairo pada tanggal 25 Ramadhan 808 H (25 Maret 1406 M). Ia dimakamkan dipemakaman sufi di
Mesir.[2] Masa
pertama kehidupan Ibn Khaldun adalah menjalani masa remaja dan belajar hingga
usia 20 tahun dikota Tunis-Tunisia, tempat kelahirannya. Ayahnya seorang
keturunan Arab, sedangkan Ibunya berdarah campuran antara bangsa Barbar dan
Spanyol. Keluarga Ibn Khaldun mempunyai pengaruh yang luas di bidang politik
pada abad XI. Keluarga Ibn Khaldun berasal dari wilayah Hadramaut-Yaman yang
berhijrah sejak perluasan wilayah Islam—ke Andalusia dan berdolmilisi di
wilayah Sevila, spanyol[3]
Dia dibesarkan di tengah gejolak
galaunya politik, kemandekan pemikiran (involusi) dikalangan
umat,perebutan kekuasaan dan
disintegrasi. Dalam lingkungan seperti inilah Ibn Khaldun memperoleh
pendidikan agama,bahasa, sastra,serta filsafat. Sejak muda dia sudah
terjun didunia politik yang mengawali
karier politiknya sebagai pegawai rendah
kerajaan (tukang setempel) pada
pemerintahan Muhammad Ibn Tafrakin.
Karena pestasinya, kemudia ia di percayai menjadi sekretaris Sultan Ab Inan di
Talamsan. Namun karena dia dicurigai hendak menjatuhkan sultan, maka dia pun dipenjara
selam dua tahun (1357 M). Semasa mudanya
dia banyak menduduki jabatan. Pernah menjadi sekretaris dan penasihat keraaan Maroko Yang dipimin
sultan Abu Salaim pada tahun 1389 M. Disamping pperna menjabat sebagai perdana
menteri di Bijaiyah, dan juga pernah
menjadi ketua Pengadilan Kerajaan Di Mesir dan Dosen ilmu Hukum di tempat yang
sama. Petualangan politiknya begitu jauh hingga banyak lawan politiknya. Selama
kurang lebih 25 tahun ia sering
berpindah-pindah dari negri satu kenegri yang lain hingga sampai ke Andalusia. Pada tahap kehidupan ini sebagian waktunya dihabiskan untuk mengapdi
kepada pemerintah dan dunia politik. Setelah mengapdi dari pemerintahan satu ke
pemerintahan yang lain, Ibn Khaldun merasa jenuh untuk kemudian
mengonentrasikan pemeikirannya pada penulisan. Masa ini berlangsung kurang
lebih selama delapan tahun. Empat tahun pertama dijalaninya di Benteng Ibn
Salamah dan empat tahun sisanya di Tunisia. Pada tahun ini Ibn Khaldun
benar-benar mencurahkan pemikirannya
untuk menulis kitab Al-‘Ibar wa diwan
al-Mubtada wal Akhbar fi Ayyam al’ Arab wal’ Ajam Wal Barbar wa man . Ashrahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Kariya
inilah yang sekarang dikenal dengan Muqddimah
Ibn Khaldun, sebuah kariya monumental yang menjadi rujukan banyak pakar hinnga
sekarang. Sebagaimana orang-orang dahulu
pada zamannya. Ibn Khaldun memang sosok
yang pawai dan memilki banyak disiplin
ilmu. Dia tidak hanya dikenal sebagai
ahli sejarah dan sosiologi, tetapi juga
sastra,Pedagogi, ilmu-ilmu hadits,dan fiqh. Muqaddimah merupkan kitab
pendahuluan dari ketujuh jilid kitab sejarah dnia yang ditulis, yaitu Kitab al-
Ibar wa Diwan al- Mubtada Wal Akhbar fi al ‘arab wal- ajam wal Barbar wa
man ‘Ashrahum min Dzawis Sulthan
al-Akhbar. Kraiyan Ibn Khaldun ini tergolong Kariya tulis kalasik yang memiliki
pembahasan sistematis dan metodologis. Padaba
gian pertama dia menjelaskan alasan-alasan
pemikirannya,sistematika dan metode-metodenya. Demikian juga dicantumkan
lembar persembahan untuk Amir al-Mu’ minin, Abu Faris Aziz bin
Abi AL-Hasan al-Muriniy (Sultan Maghib al-Aqsha). Pada bagian
pendahuluan dijelaskan tentang kelebihan ilmu sejarah, verifikasi aliran-alirannya, tentang kesalhan-kesalahan
yang dilakukan oleh para sejarawan serta factor-faktornya.
Buku
Muqaddimah ini terdiri dari enam bab. Bab pertama
membahas masyarakat manusia dan mendeskripsikan arti pentingnya masyarakat
manusia tersebut; bab kedua membahas
tentang masyarakat nomaden (badui, badawah); bab ketiga membahas tentang
Negara,raja,pemerintahan dan tingkat kesultanan; bab keempat membahas tentang Negara dan kota serta tempat tinggal.
B. PEMIKIRAN IBN KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN
Pemikiran-pemikiran
Ibn Khaldun, baik tentang perubahan social maupun tentang pendidikan tertuang dalam kariya monumentalnya, yaitu Muqaddimah. Pada Bab IV Muqaddimah. Ibn Khaldun menguraikan masalah pendidikan dalam lima puluh fasal. Namun karena referensi
yang sangat minim saya dapatkan, berikut ini pemakala paparkan beberapa
pemikiran Ibn Khaldun tentang pendidikan yang sangat penting.
1. Klasifikasi Ilmu
Sebelum membicarakan masalah
pembelajran, Ibn Khaldun memulai dengan klasifikasi ilmu. Menurut Ibn Khaldun ,
ilmu pengetahuan ada dua macam, yaitu ilmu yang menjadi tujuan (al-‘ulum al maqshudah bizatiha) dan ilmu
alat untuk memahami ilmu-ilmu yang
menjadi tujuan tersebut. Ilmu-ilmu yang menjadi tujuan itu menurut Ibn Khaldun adalah: ilmu tafsir, ilmu hadis,
ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu fisika, teologi dan filsafat. Sedangkan yang
termasuk dalam kategori ilmu alat
adalah: ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu ushul al-fiqh, ilmu mnthiq dan lain lain
.
Menurut Azyumardi Azra, para ilmuwan
dulu memang mnegklasifikasi ilmu dalam berbagai macam jenis, Ibn Khaldun
misalnya mengklasifikasi ilmu dalam dua jenis ilmu pokok: naqliyah dan aqliyah. Tetapi klasifikasi ilmu
tersebut menurut Azra,bukan bermaksud mendikotomi ilmu antara satu dengan yang
lain, melainkan klasifikasi tersebut menunjukkan betapa ilmu tersebut berkembang dalam perdaban Islam. Dalam konteks ini, ilmu
agama Islam merupakan salah satu saja
dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan. Seperti halnya al-Ghazali,
Ibn Khaldun juga mengklasifikasi ilmu dalam dua kategori, yaitu ilmu yang perlu
diperluas (ekstensif) atau didalami, dan ilmu yang hanya diketahui secara
global. Ilmu yang perlu diperluas dan didalami adalah ilmu syariat, sementara
yang cukup dikaji secara global adalah ilmu-ilmu alat, seperti bahasa Arab,
mantiq dan semacamnya.
2. Tujuan Pendidikan
Menurut
Ibn Khaldun, tujuan pendidikan Islam adalah untuk menanamkan keimanan dalam
hati anak didik, menginternalisasikan nilai-nilai moral sehingga mampu
memberikan ppencerahan jiwa dan prilaku yang baik. Secara rinci Ibn Kahaldun
membagi tujuan pendidikan dalam beberapa hal:
a.
Meberi peluang kepada anak didik untuk
mampu berpikir dan berbuat dengan benar.
b.
Memberikan peluang untuk hidup
berkualitas dalam masyarakat yang maju.
c.
Memberikan kemampuan untuk mendapatkan
pekerjaan sebagai sumber penghasilan
d.
Dapat mengembangkan prilaku terpuji
dalam kehidupan sehari-hari.
Disini jelas, bahwa Ibn
Khaldun tidak hanya memandang pendidikan sebagai sarana perolehan ilmu ansic,
melainkan pendidikan dipandang sebagi investasi masa depan dan memiliki
keterkaitan dengan pekerjaan (promise of
job), disamping tentu saja pembentukan kepribadian dan pembimbing menuju
berpikir dan berbuat yang benar. Manusia diangrahi akal oleh Allah swt yang
bisa mebedakan antara yang baik dan yang
buruk, yang haq dan yang bathil, dan akal inilah yang membedakan
manusia dan makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu menaklukan alam dan
mampu menciptakan kreasi spektakuler yang
berupa teknologi modern. Menurut Ibn Khaldun sebagaiman para filosof lain
mengklasifikasikannya ada beberapa tingkatan akal yaitu:
a.
Akal pembeda (al-‘aql al tamyizy). Akal ini hanya berfungsi sederhana, yaitu
hanya mampu membedakan masalah-maslah sederhana dalam kehidupan sehari-hari,
seperti membedakan antara makanan yang layak dimakan dan yang tidak.
b.
Akal empirik (al-aql al-tajriby), yaitu akal yang mampu memahami suatu masalah
yang tertjadi secara empiric dalam masyarakat, seperti memahami mengapa
perkembangan ilmu berkaitan dengan
kemakmuran, mengapa siakap emosional dapat memicu konflik dan tindak kekerasan
yang tidak terkendali.
c.
Akal teoritik ( al-aql al-nadhary), yaitu akal yang dapat mengetahui melalui
hipetesis dan pengujian, sehingga mampu menemukan suatu teori.
3. Metode Pembelajaran
Pendidikan anak menurut Ibn Khaldun
hendaknya dilakukan secara bertahap, dari satu tingkat ketingkat yang lebih
tinggi sejalan dengan kemampuan akal
seseorang, sesuai dengan ketetapan Nabi, yaitu bi qadri ‘uqulihim (Ajarilah
anak-anakmu sesuai kadar kemampuannya). Oleh karena itu, proses pembelajaran
suatu bidang studi harus dimulai dari
pengertian yang paling elementer dan besifat global. Baru setelah anak didik
memahami yang elementer, maka bisa dilanjutka dan dikembangkan lebih detail dan
rinci dengan deferensi dan variable-variabelnya, sehingga mereka dapat
memahami suatu bidang ilmu secar utuh dan benar. Disinilah seorang guru
dituntut mampu memahami psikologi
peserta didik. Menurut Ibn Khaldun guru hendaknya memilki sikap: kasih saying,
lemah lembut dan memahami kondisi jiwa peserta didik, tidak sebaliknya, berlaku
kasar dan menakutkan, karena sikap tersebut akan membentuk peserta didik berlaku negative, seperti:
bohong.malas,pasif, berpura-pura. Ibn Khaldun setuju dengan hukuman (punishment) tetapi harus dilakukan secara adil dan
merupakan pilihan terahir dalam mengatasi masalah peserta didik. Bahkan Ibn
Khaldun memberikan batasan dalam hukuman, kalaupun harus menghukum mereka tidak
lebih dari tiga “pukulan”. Disinilah
menurut Ibn Khaldun, prilaku dan teladan guru lebih penting ketimbang
ceramah-ceramah atau perintah-perintah,
karena anak didik lebih mudah meniru apa yang dilakukan guru dari pada ceramah
atau keterangan-keterangannya. Fungsi guru menurut Ibn Khaldun tidak hanya pengajar bidang studi, melainkan
juga sebagai pemimpin yang mengarahkan dan mamp membuat perubahan-perubahan
pisitif ke masa depan. Menurutnya,
kemajuan pendidikan terkait erat dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa/Negara
dan tingginya tingkat peradaban. Menurut Ibn Khaldun, untuk memperluas
ilmu pengetahuan perlu membuat jaringan
intelektual, pembelajaran diluar kelas (tatap muka). Tujuannya untuk memperluas
jaringan keilmuan di berbagai wilayah dan kawasan. Menurutnya pengajaran tidak
selamanya disampaikan melalui ceramah ,
tetapi perlu ada metode praktek langsung, metode tersebut oleh Ibn Khaldun
dianggap lebih mengena dan lebih merasuk. Disinilah, maka Ibn Khaldun
manyarankan perlunya” wisata akademik” atau study
tour untuk berjumpa dengan banyak pakar demi memperluas wawasan
keilmuan (sharing ideas). Ibn Khaldun
menyatakan wisata akademik adalah untuk mencari nilai tambah dengan
berjumpa dengan para pakar secara langsung.
Dari aspek metode, Ibn Khaldun tidak
menyukai pembelajaran dengan menggunakan
sitem hafalan,karena dianggap tidak efektif dan efisien. Hal ini telah
dibuktikan dengan riset yang pernah
dilakukan di Maroko dan Tunis. Di Maroko pendidikan Dasar ditempuh 16 tahun
sementara ditunis hanya 5 tahun. Tetapi
hasil yang dicapai sama saja. Di Maroko metode yang digunakan bersifat verbalistik, hafalan, sementara di Tunis
menggunakan metode diskusi,dialog dan demonstrative.
Menurut Ibn Khaldun, bahwa ilmu dan
pembelajaran merupakan dua phenomena social. Keduanya juga merupakan
karekteristik peradaban manusia. Manusia, dengan kemampuan pikirnya mampu
menyentuh sarana hidupnya dengan bantuan generasinya. Selanjutnya Ibn Khaldun
menegaskan, sesungguhnya manusia diberi potensi (yang serupa dengan
potensi yang dimiliki oleh binatang)
yang berupa: panca indera,gerak, makan, tempat tinggal, dan sebagainya. Hanya
manusia memiliki kelebihan dari potensi kebinatangan tersebut, yaitu potensi
pikir yang bisa membibing hidupnya, atas
bantuan generasi dan masyarakatnya dan dapat menerima dan mengikuti ajaran Tuha
yang dibawa oleh para Nabi. Dengan potensi pikir pula manusia mampu menghasilkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan(teknologi).
Menurut Husein Abdullah Banabilah, bahwa
konsep pendidikan Ibn Khaldun sejalan dengan pendidikan yang dibangun oleh
tokoh-tokoh pendidikan modern dari pestalozi hingga hingga pendidikan kini
(kontemporer). Dalam konsep pembelajaran “bertahap” dari memulai yang umum
(global) menuju yang terinci (parsial) sesuai dengan konsep pengajaran Gestalt.
Mengenai sarana dan media pembelajaran, Ibn Khaldun membagi dalam dua bagian,
yaitu:
a.
Media yang ditolak Ibn Khaldun, yaitu
media yang bukan karena media itu sendiri,melainkan karena tujuan yang
diketahui membawa resiko, seperti: banyaknya referensi,banyaknya ringkasan
(resume), menghindar dari permulaan pembelajaran yang menyulitkan,tidak ada
ringkasan satu buku, memperpanjang pertemuan dan seterusnya.
b.
Media yang membawa nilai positif seperti
memulai dengan pengajaran umum kemudian ke arah yang terperinci meringkas satu
mata pelajaran, mengajak berpikir yang alami, dan seterusnya.
Memperbanyak
referensi bagi anak didik pada level awal (SD) Menurut Ibn Khaldun dapat
membingungkan dan menulitkan mereka, karena dengan memperbanyak referensi akan
menimbulkan perbedaan isltilah (pendapat), dan dari referensi yang beraneka
ragam akan menimbulakan banyak metode,yang pada ahirnya merepotkan anak didik,
sementara hasildan tujuan yang dicapai adalah satu, yaitu perolehan ilmu ( transfer of knowledge). Ibn Khaldun
mengritik para pendidik (guru) yang tidak memahami metode mengajar dengan baik,
misalnya memaksakan anak didik untuk memforsir tenaga dan pikirannya. Itulah,
maka Ibn Khaldun menyarankan untum tidak terlalu lama dalam pemeberian materi.
Ibn Khaldun juga menyarankan agar guru memberikan bimbingan secara lemah lembut
dan kasih syang kepada anak didik, alias tidak berlaku kasar dan kejam, sebab hal ini terkait dengan pembentukan karakter anak.
Adapun
metode yang membawa pengaruh positif terhadap pengajaran adalah: memulai dengan
yang umum kemudian berangsu-angsur kea arah yang terinci. Hal ini penting,sebab
secara naluri, manusia selalu meliahat sesuatu berankat dari yang umum dulu,baru setlah itu sampai pada
yang detail detail. Ibn Khaldun juga menyarankan agar ilmu yang diberikan pada
anak didik beragkat dari disiplin ilmu.
Beliau menjelaskan: “Aliran yang bagus dan metode yang harus ditempuh dalam
pengajaran adalah agar pendidik tidak mencampuradukkan dua disiplin ilmu
sekaligus, karena yang demikian itu tidak akan memperoleh hasil yang maksimal.
Ibn Khaldun juga menyarankan perlunya metode dialog dan diskusi dalam pembelajaran.
Metode ini menurut Ibn khaldun sangat
bermanfaat dan merupakan metode paling efektif dalam pembelajaran. Menurutnya
pengajaran memiliki tujuan dan sarana. Adapun tujuan pengajaran ada dua. Yaitu
tujuan yang diraih oleh setiap ilmu dan tujuan umum yang diraih oleh seluruh
ilmu, tidak ada perbedaan antara ilmu satu dengan yang lain. Adapun tujuan
akhir yang dicapai oleh setiap siswa dengan karakter umumnya adalah “perolehan
keutamaan”. Ada hal penting lagi yang menurut Ibn Khaldun perlu dipersiapkan
sebelum memulai mengajar, yaitu berdoa, yang ini sering dilupakan oleh banyak
orang. Jika hal ini dilakukan, menurut Ibn Khaldun akan mengantarkan kita
kepada pencerahan jiwa atau munculnya cahaya Tuhan (nur) yang akan memudahkan proses transfer of knowledge. Para
ulama dulu tidak belajar dan mengkaji kecuali mereka memulai dengan pencucian
hati dan berdoa untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., Zat pemilik cahaya
itu.
Ibn
Khaldun juga berpikir tentang filsafat
sejarah, menurutnya sejarah tidak hanya sekumpulan kisah secara kronologis yang
fakta sejarahnya sering dicemari oleh subektivitas dan khalayan pengarangnya.
Ibn Khaldn meneliti sejarah dengan kaidah-kaidah yang bersifat objektif dan
ilmiah dalam pengumplan fakta, pengamatan fakta, pengujian, dan analisis fakta
serta interaksi antara fakta-fakta, prilaku social kemasyarakatan, tradisi-tradisi
dan lingkungan ilmiah, kemudian menyimpulkannya secara induktif.[4]
BAB
III
A.
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, Bahwa Ibn Khaldun adalah sosok
sejarawan dan sosialog yang memiliki teori perubahan social. Masyarakat manusia
menurut Ibn Khaldun suatu entitas yang independen dan dapat diurus secara
sempurna lepas dari nilai-nilai agama. Pemikiran pendidikan Ibn Khaldun tidak
lepas dari pemikiran sosialnya yang begitu tajam melihat fenomina yang terjadi
dalam masyarakat. Menurut Ibn Khaldun
ilmu dan pengajaran merupakan “aktivitas social”. Ilmu dibagi dua macam:
Ilmu alat sebagai sarana dan ilmu yang harus diperoleh.Ilmu merupakan perolehan
yang tidak cukup diperoleh dengan hafalan tetapi dengan pemahaman. Seseorang
tidak bisa memperoleh ilmu dengan sekaligus, melainkan secara bertahap.
Kedalaman ilmu yang diterima oleh anak didik harus ditmpuh secara
berulang-ulang (tuntas). Hendaknya anak didik belajar satu disiplin ilmu.tujuan
pengajaran adalah untuk membentuk kepribadian anak didik menjadi manusia yang
mampu menghadapi masa depannya. Penyusun juga berharap para penuntut ilmu dan sekolompok islam wajiblah
kiranya banyak, minimal membaca buku para toko sejarah islam atau mengkaji
maksud dari pemikiran mereka,arah pemikran mereka, untuk dijadikan referensi
atau sebagai motivasi dalam dalam segala sector atau bidang apapun. Ahirnya
jangan pernah kita berpikir bahwa mempelajari para toko sejarah, kita akan
menjadi pemilik masa lalu, tapi mempelajarinya adalah sebagai pandangan atau
motivasi kita dalam melangkah, bergerak yang positif dalam mengambil sebuah
keputusan yang pasti dan meyakinkan.
B. PENUTUP
Penulis
berharap mari kita bersama mengkaji sejarah, teruatama para toko sejarah. Untuk
mengambil manfaat pemikiran mereka, banyak hal yang dapat kita dijadikan
fererensi atau manfaat dalam mempelajari sejarah di antaranya:
a.
Sejarah dikemukakan
dalam Al Qur’an sebagai kisah atau peristiwa yang dialami umat manusia di masa
lalu. Orang yang tidak mau mengambil hikmah dari sejarah mendapat
kecaman karena mereka tidak mendapat pelajaran apapun dari kisah dalamAl Qur’an.
Melalui sejarah, kita dapat mencari upaya antisipasi agar kekeliruan
yangmengakibatkan kegagalan di masa lalu tidak terulang di masa yang akan
datang.
b.
Pelajaran yang
dapat diambil dari sejarah dapat menjadi pilihan ketika mengambil sikap. Bagi orang yang mengambil jalan sesuai dengan
ajaran dan petunjuk-Nya,orang tersebut akan mendapat
keselamatan.
c.
Pembaruan akan
memberi manfaat berupa inspirasi unutk mengadakan perubahan-perubahan
sehingga suatu pekerjaan akan menjadi lebih efektif dan efisien.
d.
Dalam sejarah, dikemukakan pula masalah
sosial dan politik yang terdapat di kalanganbangsa-bangsa
terdahulu. Semua itu agar menjadi perhatian dan menjadi pelajaran ketika
menghadapi permasalahan yang mungkin akan terjadi.
Alhamdulillah Makalah ini dapat diselesaikan atas kerja keras dalam membaca
referensi dan menempatkan susunannya sebagai mana mestinya, muda-mudahan
bermanfaat bagi pembaca dan pengaruh terhadapnya dalam kehidupan sehari hari
dimasa mendatang. Assalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh
DAFTAR PUSTAKA
Basri hasanM.Ag,
Filsafat Pendidikan Islam,
Pustaka Setia, Bandung: 2009
Supena Ilyas, Dr.
Pengantar Filsafat Islam, Walisonggo Ress, Semarang: 2010
Tim Pakar Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam
Negeri Maulana Ibrahim Malang, Penididikan
Islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, Uin-Malang Press,
Malang:2009
1 Comments
Asyik, tinggal copi aja nih. Jadi deh makalah...
ReplyDelete