Etika Pembelajaran

A.  Pengertian Etika
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia       dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan        mana yang benar dan mana yang        buruk. Perkataan etika atau lazim juga           disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-       nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku     manusia yang baik,      seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :

1.    Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam      berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
2.    Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
3.    Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
B.  Jenis-Jenis Etika
1.    Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2.    Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. 
C.  Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar  pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan. Penguasaan dan kemahiran tabiat. Serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

D.  Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dalam pandangan kontruktivisme, belajar merupakan suatu proses mengkontruksi pengetahuan melalui katerlibatan fisik dan mental secara siswa secara aktif. Belajar juga merupakan suatu proses mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya tentang objek tertentu menjadi lebih kokoh.

E.  Implementasi Keterpaduan dalam Pembelajaran  
Pandangan yang dikemukakan sebelumnya memberikan inspirasi tentang pentingnya pemahaman guru terhadap perkembangan dan eksistensi siswa, pemilihan bahan pembelajaran penentuan strategi pembelajaran dalam upaya mewujudkan proses pembelajaran yang optimal.[1]
1.    Pemahaman Peserta Didik
Pemahaman peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikn dan pembelajaran. Jika guru memahami peserta didik denganbaik, maka ia dapat memilih dan menentukan sumber-sumber belajar yang tepat, pendekatan-pendelkatan yang sesuai, mampu mengatasi masalah-masalah pembelajaran sehari-hari dengan baik, sehingga potensi anak dapat di dorong untuk mencapai perkembangan yang optimal melalui penyelenggaraan proses pembelajaran. [2]
   Pemahaman potensi peserta didik merupakan kerangka dasar bagi pemahaman peserta didik secara keseluruhan. Kekeliruan pandangan terhadap eksistensi mereka seringkali menimbulkan dampak yang serius bagi anak.
2.    Mengaktualisasikan Potensi Siswa
Upaya-upaya pengembangan peserta didik agar mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya merupakan tanggung jawab seluruh guru. Dalam praktik pelaksanaan pendidikan di sekolah masih sering kali terdapat persepsi yang keliru yang memisahkan tanggung jawab guru dalam batas-batas pengembangan potensi tertentu dari peserta didik.  Padahal sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan murid merupakan tujuan yang ingin di capai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan meteri pelajaran pada bidang studi nya saja.[3] Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut peranan guru sulit digantikan oleh yang lain. Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas guru tidak cukup hanya berbekal pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang di ajarkan, akan tetapi perlu memperhatikan aspek-aspek pendidikan lainnya yang memiliki kedudukan sama pentingnya untuk mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan.
3.    Pemilihan Bahan Pembelajaran
Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya didalam memilih bahan ajar, sarana, dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingnya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar yang optimal.
Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya,materi pembelajaran harus relevan atau ada kaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya, keajegan. Jika kompotensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Prinsip kecukupan artinya, materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang waktu atau tenaga sementara halite diluar kemampuan anak. Metode pembelajaran yang baik harus didukung pula oleh berbagai faktor penunjang seperti perhatian serta dukungan orangtua, keadaan lingkungan serta kesehatan yang baik dan gizi anak yang cukup.

F.   Prinsip-prinsip Belajar dalam Pembelajaran
Beberapa prinsip yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)   Perhatian dan Motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua akitivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menunbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya  meningkatkan jika anak memiliki yang kuat untuk belajar. [4]
Dalam kaitan belajar, peran guru sangat penting didalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adala meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingi diwujudkan adalah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap siswa. Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal.Guru hendaknya menyampaikan kepada siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan.   
2)   Keaktifan
Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan yang penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. [5]Demekian pula berarti harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar di tandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif.
3)   Pengulangan
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
       Disamping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori Psikologi Asosiasi yang di pelopori oleh Thorndike dengan salah satu hukum belajarnya, yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons.[6] Pandangan psikologi condisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respon, tidak saja disebabkan adanya stimulus , akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan. Banyak prilaku individu yang dapat dikondisikan. Dalam konteks ini dikondisikan dapat diartikan dengan dibiasakan. Belajar adalah merupakan salah satu bentuk upaya untuk mengkondisikan atau membiasakan suatu prilaku. Sebagai contoh, anak-anak kelassatu sekolah dasar diharuskan untuk berbaris setiap kali bel atau lonceng berbunyi, sehingga pada kesempatan lain meskipun tidak di suruh berbaris, setiap kali mendengar bunyi bel masuk mereka selalu berbaris. Setiap akan memulai pelajaran, guru mengharuskan anak-anak berdo’a, sehingga lama-kelamaan, walaupun tanpa di suruh guru, anak-anak akan memulai pelajaran setelah terlebih dahulu berdo’a.

G.  Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran guru juga harus selayaknya tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi.[7] Di samping di dasari pertimbangan keragaman siswa, pengembangan berbagai model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang sedang berlangsung. Itulah sebabnya maka di dalam menentukan model-model pembelajaran yang akan dikembangkan, gurunharus memiliki pemahaman yang baik tentang siswa-siswanya, keragaman kemampuan, motivasi, minat, karakteristik pribadi lainnya. Sebelum mengkaji lebih dalam tentang model-model pembelajaran, ada baiknya kita pahami kerangka pikir Gagne yang menegaskan lima kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar sehingga memerlukan berbagai model dan strategi pembelajaran untuk mencapainya, yaitu:
1.    Keterampilan intelektual, yakni sejumlah pengetahuan mulai dari kemampuan baca, tulis, hitung sampai kepada pemikiran yang rumit. Kemampuan ini sangat tergantung pada kapasitas intelektual, kecerdasan sosial seseorang dan kesempatan belajar yang tersedia.
2.    Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
3.    Informasi verbal, yakni pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
4.    Keterampilan motorik, yakni kemampuan dalam bentuk keterampilan menggunakan sesuatu, keterampilan gerak.
5.    Sikap dan nilai, yakni hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, intensitas emosional. 

H.  Metode Mengajar
Metode mengajar adalah  cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar.[8] dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Adapun jenis-jenis metode mangajar yaitu:
a.                   Metode Ceramah
b.                   Metode Tanya Jawab
c.                   Metode Diskusi
d.                  Metode tugas belajar dan Resitasi
e.                   Metode kerja kelompok
f.                    Metode Demonstrasi dan Eksperinen
g.                   Metode Problem Solving
h.                   Metode Sistem Regu
i.                     Metode Simulasi  
Kurikulum Pendidikan Islam            
            Kurikulum pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam memiliki perbedaan dengan tujuan pendidikan lain. Arifin (1993:237) menyatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan manusia Muslim yang beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan dirinya kepada sang Khalik dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhaan_Nya. Rumusan tujuan pendidikan Islam sangatlah relevan dengan rumusan tujuan pendidikan Nasional. Rumusan tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman , bertakwa  kepada Tuhan yang maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani,kpribadian yang mantap dan mandiri dan mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan ( UU No.2 Tahun 1989).
            Sehubungan dengan kurikulum pendidikan Islam, dalam penafsiran luas, kurikulumnya berisi materi untuk  pendidikan seumur hidup ( Long life education), sesuai dengan hadist Rasulullah SAW ; “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.(al-hadis). Yang menjadi pokok materi kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan, aktivitas dan pengalaman yang mengandung unsur ketauhidan. Kalimat tauhid melalui suara adzan yang diperdengarkan ke telinga bayi yang baru lahir merupakan materi pendidikan Islam yang pertama diberikan kepada bayi. Fungsi azan yang berintikan ketauhidan, dalam pendidikan Islam sangat penting untuk ditanamkan ke dalam pribadi anak muslim sedini mungkin,dengan harapan mereka senantiasa terbimbing ke suasana dan kondisi yang sejalan dengan hakikat penciptanya , sebagai pengabdi Allah Swt.[9]
Asas –asas kurikulum
a)    Asas Filsofis
1.    Falsafah Bangsa
2.    Falsafah Lembaga Pendidikan
3.    Falsafah Pendidikan
b)   Asas Sosiologis
c)    Asas Psikologis
Teori-teori psikologi adalah :
1.    Behaviorisme
2.    Teori Gestalt (teori lapangan )
3.    Teori Psikologi Daya
4.    Teori Pengembangan Kognitif
5.    Teori Kepribadian
d)   Asas Organisatoris
     Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam asas organisatoris yakni:
1)   Tujuan Bahan Pelajaran
2)   Sasaran Bahan P elajaran
3)   Pengorganisasian Bahan  
   Jenis - jenis dan model pengembangan kurikulum
           Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk penyajian bahan atau organisasi kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum, yang dikenal juga dengan sebutan jenis-jenis kurikulum atau tipe-tipe kurikulum. Jenis-jenis kurikulum tersebut adalah:
a)       Separated Subject Curriculum
         Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum matapelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum matapelajaran terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk matapelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan matapelajaran yang lainnya.
b)      Correlated Curriculum
        Kurikulum Jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah matapelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas. Sebagai contoh: pada mata pelajran fiqih dapat dihubungkan dengan matapelajaran al-qur’an hadis. Pada saat anak didik mempelajari  shalat, dapat membaca ( surat al-fatihah dan surat lainnya).
c)      Development Activity Curriculum
         Development activy curriculum ( kurikulum pengembangan kegiatan ) sangat tergantung pada tingkat perkembangan anak yang harus dilalui. Deretan perbedaan tiap individu anak didik mesti menjadi dasar pertimbangan, tentang kebutuhan, kebiasaan, dan masalah-masalah yang dihadapi siswa yang berkaitan dengan kebudayaan dan lingkungan. Intinya, pengalaman mereka mesti mendapat perhatian.
Model Pengembangan Kurikulum       
            Model akan berguna jika mampu mengembangkan secara efektif dan efiesien sejumlah data dan fenomena yang komplek. Model mendapatkannya dari penjelasan aspek-aspek tertentu terhadap domain teori secara total. Dengan kata lain, memiliki konsentrasi pada variabel- variabel teepilih dan bagaimana ia saling berhubungan dengan teori. Dalam kurikulum, sering kali digunakan model dengan menggunakan grafik untuk menggambarkan elemen-elemen kurikulum, hubungan antar elemen, serta proses pengembangan dan implementasi kurikulum. Pada prinsipnya, pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi dengan perkembangan pendidikan. Manusia, di sisi lain sering kali memiliki keterbatasan dalam kemampuan menerima, menyampaikan dan mengolah informasi, karenanya diperlukan proses pengembangan kurikulum yang akurat dan terseleksi serta memiliki tingkat relevansi yang kuat. Dengan demekian, dalam merealisasikannya, diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai. Model-model pengembangan kurikulum ada dua  yaitu: Ralp Tyler dan Hilda Taba.

     PRINSIP-PRINSIP DAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A)      Prinsip –prisip pengembangan kurikulum
1.    Prinsip Relevansi
       Soetopo & Soemanto (1993: 49-50) dan Subandijah (1993:49-50) mengungkapkan relevansi sebagai berikut : pertama, Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik. Relevansi ini memiliki arti bahwa dalam pengembangan kurikulum, termasuk dalam menentukan bahan pengajaran, hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak didik. Kedua ,relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang. Ketiga , relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Keempat, relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan . kemajuan pendidikan juga membuat maju ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.    Prinsip Efektivitas
 Prinsip efektivitas yang dimaksud adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai  dengan keinginan yang telah ditentukan. Dalam proses pendidikan, efektivitasnya dapat dilihat dari dua sisi, yakni:
a)    Efektivitas mengajar pendidikan berkaitan dengan sejauhmana belajar mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik.
b)   Efektivitas belajar anak didik, berkaitan dengan sejauhmana tujuan-tujuan pelajaran yang telah diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Efektivitas belajar mengajar dalam dunia pendidikan mempunyai keterkaitan erat antara pendidik dan anak didik. Faktor pendidik dan anak didik, serta perangkat-perangkat lainnyayang bersifat operasional, sangat penting dalam hal efektivitas proses pendidikan atau pengembangan kurikulum.
3.         Prinsip Efisiensi
 Efisiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha, biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran tersebut sangat optimal dan hasilnya bisa seoptimal mungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
4.         Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pandidikan, dan bidang studi.    
5.         Prinsip Fleksibilitas (keluwesan)
Flesibilitas disini maksudnya adalah dalam bentuk memberikan kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangkan sendiri program- program pengajaran dengan berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran di dalam kurikulum yang masih bersifat umum. (ibid: 127).
6.         Prinsip Berorientasi Tujuan
Prinsip berorientasi tujuan berarti bahwa sebelum bahan ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar semua jam dan aktifitas pengajaran yang dilaksanakan oleh pendidik maupun anak didik dapat beutl-betul terarah kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan  ( Subandijah, 1993: 54). Dengan adanya kejelasan tujuan, pendidik diharapkan dapat menentukan secara tepat metode mengajar, alat pengajaran, dan evaluasi.
7.         Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum
Prinsip ini memiliki maksud bahwa harus ada pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus, yakni dengan cara memperbaiki, memantapkan dan mengembangkan lebih lanjut kurikulum yang sudah berjalan setelah ada pelaksanaan dan sudah diketahui hasilnya (Ibid, 55). [10]Hal ini mempunyai implikasi bahwa kurikulum senantiasa mengalami revisi, namun revisi tersebut tetap mengacu pada apa yang sudah ada dan tetap fokus ke depan, sehingga keberadaannya cukup berarti bagi anak didik dan bersifat dinamis.

B.  Hakikat Pengembangan Kurikulum
                Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti berlari dan curere ayang artinya tempat berpacu. Dengan demikian, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampaigaris finish          ( Sudirman, et, al.,1987:9) . selanjutnya istilah kurikulum ini digunakan dalam dunia pendidikan dan mengalami perubahan makna sesuai dengan perkembangan dan dinamika yang ada pada dunia pendidikan. Secara garis besar, kurikulum dapat di artikan sebagai seperangkat  materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada murid sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Hakikat kurikulum adalah suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada dasarnya ditujukan untuk mengantar anak didik pada tingkatan pendidikan, perilaku dan intelektual yang diharapkan membawa mereka pada sosok anggota masyarakat yang berguna bagi bangsa.Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan pendidikan itu dicapai, tentu akan sangat tergantung pada kurikulum. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik, tentu output pendidikan akan mampu mewujudkan harapan. Tapi bila tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus membayangi dunia pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Pannen Mustafa dan Sekarwinahayu, Kontruktivisme dalam Pembelajran,         Applied Aroach. 2005.
Suparno Paul, Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius,             Yogyakarta, 1997.
Aunurrahman, Belajar  dan Pembelajaran, Alfabeta: Bandung, 2009.
Gorden, Menjadi Guru Yang Efektif, PT Gramedia: Jakarta, 1997.
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar       Baru Algensindo.2009.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo          Persada,2008.
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Nasution,  Asas-asas Kurikulum, Jakarta: PT Bumi Aksara,2001.
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2006.
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi&komonikasi, Bandung: Alfabeta, 2010.
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1989.




[1] Aunurrahman, Belajar  dan Pembelajaran, Alfabeta: Bandung, 2009. Hlm. 74.
[2] Ibid.         
[3] Gorden, Menjadi Guru Yang Efektif, PT Gramedia: Jakarta, 1997. Hlm.78.
[4] Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta,2009, hlm. 114.    
[5] Ibid, hlm.119.
[6]Ibid, hlm.123.
[7]Ibid,hlm.141
[8] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.2009.hlm.76.
[9] Nasution, 2001, Asas-asas Kurikulum, PT Bumi Aksara. Jakarta.hal.15
[10] Ibid,55

Post a Comment

1 Comments

  1. kami selaku guru privat di jakarta best almamater mengucapkan terima kasih atas artikel ini, dan semoga menjadi motivasi dan semangat bagi kami untuk ikut serta membangun dunia pendidikan di Indonesia

    ReplyDelete