BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
belakang masalah
Manusia merupakan mahluk yang di ciptakan oleh Allah,
sebagai mahkluk yang paling sempurna, tidak ada mahkluk lain yang lebih baik
dari pada manusia. Manusia merupakan mahkluk yang unik dan sangat di muliakan
apabila manusia tersebut lebih memahai
tugasnya sebagai manusia, yaitu
mengabdikan diri kepada sang pencipta sebagaai wujud terimaksihnya atas
keindahan yang ada di muka bumi ini, sehingga membuat manusia senantiasa
bersyukur atas apa yang telah di berikannya kepada manusia. Setiap manusia yang
hidup di muka bumi ini di pertemukan dengan yang namanya agama. Agama dan
manusia memilki hubungan yang sangat erat, karena agama meruapakan salah satu
petunjuk arah dimana sebagai manusia harus memiliki tujuan hidup. Jika di lihat
dari segi sejarah manusia yang pertama yaitu Adam as, manusia merupakan mahluk
yang di ciptakan oleh Allah dari segumpal tanah dan sangat di hormati oleh para
malaikat pada masa itu, karena dengan kepintaran dan ilmu yang di miliki
manusia.
Agama merupakan tiang kebenara, dan merupakan petunjuk
bagi setiap manusia yang beragama, sangat di sayangkan apa bila manusia hidup
di muka bumi ini tidak memiliki agama, dan bagaimana untuk mengetahui tujuan
hidupnya. Apa hanya untuk duniawi saja, tanpa harus memikirkan akhiratnya. Atau
kah hanya untuk sebagai KTP saja dan di anggap sudah memiliki agama. Sungguh
sangat miris hidup ini apa bila seorang manusia tidak memilki agama untuk di
jadikan bahan acuan hidupnya. Hidup beragama sangat lah lebih baik dari pada
yang tidak beragama, agama yang ada di dunia ini tidak hanya satu saja
melainkan ada banyak, namun agama islam lah agama yang paling mulia. Agama yang
sangat berpegang teguh kepda al-quran dan hadis sebagai petujuk kehidupannya.
a. Rumusan
masalah
1.
Manusia
dan agama ?
2.
Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan
Mental ?
3. Terapi
Keagamaan ?
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manusia
dan Agama
Manusia memang makhluk
yang serba unik. Dengan keunikan yang dimilikinya, dan manusia merupakan
makhluk yang rumit dan misterius, ungkap Murthada Muthahhari. Untuk memahami
manusia dibutuhkan penjelasan dan interprestasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang dibutuhkan oleh selain manusia. Tidak ada makhluk didunia ini yang lebih membutuhkan
penjelasan dan interprestasi selain manusia.
Ungkapan yang tak jauh berbeda tentang
keunikan manusia dikemukan oleh Dr. Alexis Carrel:
“ sebenarnya manusia telah mencurahkan
perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendati pun
kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para
ilmuwan, filsuf, sasrawan, dan ahli kerohanian sepanjang masa ini. Tetapi kita manusia hanya mampu mengetahui beberapa segi
tertentu dari diri kita.
Kita tidak mengetahui manusia secara utuh.
Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu,
dan ini pun hanya hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada
hakikatnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari
manusia kepada diri mereka hingga kini masih tetap tanpa jawaban.”( M.Quraish Shihab, 1996:277).
Sebenarnya tak sulit untuk menyepakati
kebenaran kedua ungkapan dimaksud. Cermati saja disiplin ilmu yang
mengkhususkan kajiannya dalam bidang humainiora cukup banyak. Bahkan terus
berkembang. Khusus yang berkaitan dengan fisik manusia, misalnya dalam bidnag
kedokteran dengan cabang-cabangnya, seperti fisiologi,anatomi dll. Selain itu
juga ada kajian antropologi fisik. Kemudian yang terkait dengan masalah
kejiwaan, berkembang pola psikologi dan cabang-cabangnya.
Konsep mengenai manusia
juga demekian banyak dan beragam. Kajian
mengenai tentang manusia memang “ belum tuntas”. Bahkan mungkin tak bakal
tuntas. Kendati demekian, dari khazanah kajian yang dimaksud setidaknya
terungkapkan, bahwa manusia adalah makhluk multidimensi. Manusia bukan makhluk
yang materiil, tetapi mental dan spiritual. Konsep Emotional Quotient (EQ) yang
dikembangkan oleh Stephen R. Covey,
serta kecerdasan spiritual (SQ) yang merupakan temuan terkini secara ilmiah
oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, setidaknya mengindikasikan akan adanya “
ranah baru” yang belum tersentuh oleh kajian sebelumnya.
Danah Zohar dan Ian
Marshall berhasil menyingkap “selubung tabir” khazanah kekayaan manausia di
luar dimensi intelektualitas dan emosionalitas, yakni dimensi spritualitas. Dimensi yang juga memiliki potensi dalam menentukan
kecerdasan dan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya dua temuan ahli psikologi/syaraf, Michael Persinger
(1990-an) dan ahli syaraf V.S Ramachandran (1997) mengenai eksistensi God-Spot
dalam otak manusia (Ary Ginanjar Agustian), seakan turut memperlebar terbukanya
“tabir rahasia” yang menyangkut hubungan manusia dengan agama.
Berangkat dari konsep fitrah ini, Murtadha Muthahhari melihat
hubungan manusia dengan agama berdasarkan adanya kerinduan (al-isq) dalam diri
manusia. Ia membagi kerinduan menjadi: (1). Kerinduan Jasmani; (2). Kerinduan
Rohani; Kerinduan rohani terlihat dalam sikap dan aktifitas yang dilakukan
seseorang atas dasar nilai-nilai luhur yang diyakini akan kebenarannya.
Adakalanya seseorang berani mengorbankan harta miliknya atau bahkan jiwanya
sendiri demi sebuah keluhuran.
Hubungan manusia dan agama tampaknya merupakan hubungaan
yang bersifat kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam bentuk ketundukan,
kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam menjalankan
kehidupannya, manusia menyimpan dari nilai-nilai fitrahnya, maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam
“hukuman moral“. lalu spontan Akan muncul
rasa bersalah atau rasa berdosa (sense
of guilty). Pendapat yang paling ekstrim pun tentang hal itu masih
menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi
manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis.
Agama
tampaknya memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia . penginkaran
manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu baik yang
disebabkan oleh kpribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun, untuk
menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan tampaknya
sulit dilakukan. Manusia ternyata memiliki unsure batin yang cenderung
mendorongnya untuk tunduk kepada dzat yang gaib. Ketundukan ini merupakan
bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi kepribadian dinamakan
pribadi (self) ataupun hati nurani.
Agama adalah
sebagai fitrah manusia telah diinformasikan oleh al-qur’an:
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah): tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus:tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.(QS 30:30).
Dalam al-qur’an dan terjemahannya
(Departemen Agama) dijelaskan bahwa Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada
manusia tidak beragama tauhid,maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid
itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
B.
Agama
dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental
Kesehatan
mental adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip,
peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggikan kesehatan
rohani.(M. Bochori, 1982:13). Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam
rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tentram.
Dalam ilmu kedokteran dikenalistilah psikosomatik
(kejiwabadanan). Dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara hubungan yang erat antara jiwa dan
badan. Jika juwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas,
gelisah, dan sebagainya, maka badan turut menderita.
Beberapa temuan dibidang kedokteran dijumpai sejumlah
kasus yang membuktikan adanya hubungan tersebut, jiwa dan badan. Orang yang
merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam
keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Di bidang
kedokteran dikenal beberapa macam pengobatan antara lain dengan menggunakan
nahan-bahan kimia (tablet, cairan suntik atau obat minum). Sejumlah kasus yang
menunjukkan adanya hubungan antara faktor keyakinan dengan kesehatan jiwa atau
mental tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya
pernyataan Carel Gustav Jung di antara pasien yang setengah baya, tidak
seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak diilatarbelakangi oleh
aspek agama. (K.H.S.S. Djam’an, 1975).
Kenyataan serupa itu juga akan dijumpai dalam banyak buku
yang mengungkapkan akan betapa eratnya hubungan antara agama dan kesehatan
mental. Di dalam tubuh manusia terdapat Sembilan jenis kelenjar hormon yang
memproduksi persenyawaan-persenyawaan kimia yang mempunyai pengaruh biokimia
tertentu, disalurkan lewat pembuluh Darah dan selanjutmya memberi pengaruh
kepada eksistensi dan berbagai kegiatan tubuh. Persenyawaan-persenyaan itu
disebut hormon.
Kelenjar Hormon yang mengatur kekuasaan otonomi dalam
tubuh adalah kelenjar hipofise. Kelenjar ini menjadi pengatur semua kelenjar
hormon yang terdapat dalam tubuh. Selanjutnya di antara kelenjar lain yang
mempunyai pengaruh biologis yang amat spesifik, adalah kelenjar adrenal.
Lebih jauh Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir berkesimpulan
bahwa segala bentuk gejala emosi, seperti bahagia, rasa dendam, rasa marah,
takut berani pengecut yang ada dalam diri manusia adalah akibat dari pengaruh
persenyawaan-persenyawaan kimia hormone, disamping itu persenyawaan lainnya.
Tetapi dalam kenyataannya, kehidupan akal dan emosi manusia senantiasa berubah
dari waktu ke waktu. Karena itu selalu terjadi perubahan-perubahan kecil
produksi hormone-hormon yang merupakan unsur-unsur dasar keharmonisan kesadaran
dan rasa hati manusia, tepatnya perasaannya, kata Abd Al-Qadir.
Namun, jika terjadi perubahan yang terlampau lama,
seperti panik, takut dan sedih yang berlangsung lama, akan timbul
perubahan-perubahan kimia lain yang akan mengakibatkan penyakit saraf yang
bersifat kejiwaan. Hubungan penderita dengan hubungan luar terputus, akalnya
ditutupi oleh khayal yang membawa jauh dari kenyataan hidup normal. Penderitaan
selalu hidup dalam keadaan cemas dan murung, kebahagiaan hilang, penuh
keraguan, takut rasa berdosa,dengki dan rasa bersalah. Timbulnya penyakit emosi
seperti itu akibat dari goncangan dan hilangnya keseimbangan kimia tubuh manusia.
Jika seseorang berada dalam keadaan normal, seimbang hormon dan kimianya, maka
ia akan selalu berada dalam keadaan aman. Perubahan yang terjadi dalam kejiwaan
itu di sebut oleh Abd Al-Qadir sebagai spektrum
hidup .
Barang kali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam
kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa,
terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan yang
Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikpa optimis
pada diri seseorang sehinnga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia,
senang, puas, sukses, merasa di cintai atau rasa aman. Sikap emosi yang
demekian merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam
kondisi yang serupa itu manusia berada dalam keadaan tenang dan normal, oleh
Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir, berada dalam keseimbangan persenyawaan kimia dan
hormone tubuh. Dengan kata lain, kondisi yang demekian menjadi manusia pada
kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan
rohani.
Agaknya cukup logis kalau setiap ajaran agama mewajibkan
penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan
ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam menanamkan keluhuran
budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan
yang setia. Tindak ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup
menjadi lebih bermakna. Dan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan
jasmani dan rohani secara tak terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat
memuaskan keduanya.
Salah satu cabang ilmu jiwa, yang tergolong dalam
psikologi Humanistika dikenal logoterapi (logos berarti makna dan juga rohani).
Logoterapi dilandasi falsafah hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui
adanya dimensi sosial pada kehidupan manusia. Kemudian, logoterapi menitik
beratkan pada pemahaman bahwa dambaan utama manusia yang asasi atau motif dasar
manusia adalah hasrat untuk hidup lebih bermakna. Diantara hasrat itu terungkap
dalam keinginan manusia untuk memiliki kebebasan dalam menemukan makna
hidup.kebebasan seperti itu dilakukannya antara lain melalui karya-karya yang
diciptakannya, hal-hal yang dialami dan dihayati (termasuk agama dan cinta
kasih) atau dalam sikap atas keadaan dan penderitaan yang tak mungkin
dielakkan. Adapun makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi
seseorang, yang bila dipenuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya
akan menimbulkan penghayatan bahagia. Dalam logoterapi dikenal dua perangkat
makna hidup yaitu: makna hidup pribadi dan makna hidup paripurna.
Maka
hidup paripurna bersifat mutlak dan universal, serta dapat saja dijadikan
landasan dan sumber makna hidup pribadi. Bagi mereka yang tidak atau kurang
penghayatannya terhadap agama, mungkin saja pandangan falsafah atau ideologi
tertentu dianggap memiliki nilai-nilai universal dan paripurna. Sedangkan bagi
penganut agama, maka Tuhan merupakan sumber nilai yang Maha Sempurna dengan agama
sebagai perwujudan tuntutan-Nya. Di
sinilah barang kali letak peranan agama dalam membina kesehatan mental,
berdasarkan pendekatan logoterapi. Karena bagaimana pun, suatuketika dalam
kondisi yang berada dalam keadaan tanpa daya, manusia akan kehilangan pegangan
dan bersikap pasrah. Dalam kondisi serupa ini ajaran agama paling tidak akan
membangkitkan makna dalam hidupnya. Makna hidup pribadi menurut logoterapi
hanya dapat dan harus ditemukan sendiri.
Selanjutnya, logoterapi menunjukkan tiga bidang kegiatan
yang secara potensial memberi peluang kepada seseorang untuk menemukan makna
hidup bagi dirinya sendiri. Ketiga kegiatan itu adalah:
1. Kegiatan
berkarya, bekerja, dan menciptakan, serta melaksanakan dengan sebaik-baiknya
tugas dan kewajiban masing-masing.
2.
Keyakinan
dan penghayatan atas nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan,kebajikan,
keimanan, dan lainnya),dan
3. Sikap
tepat yang di ambil dalam keadaan dan penderitaan yang tidak terelakkan.
Dalam
menghadapi sikap yang tak terhindarkan
lagi pada kondisi yang ketiga, menurut logoterapi, maka ibadah merupakan salah
satu cara yang dapat digunakan untuk membuka pandangan seseorang akan
nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat dalam diri dan sekitarnya.
Agama
sering dipandang hanya sebagai anutan. Dianggap sebagai sesuatu yang dating
dari luar asing. Padahal, potensinya sudah bersemi dalam batin sebagai fitrah
manusia. Potensi yang ditelantarkan oleh keangkuhan egoisme manusia. Jalinan keharmonisan antara kebutuhan fisik dan mental
spiritual terputus. Akibatnya manusia merasa kehilangan kemampuan untuk
mengenal dirinya. Menyelami potensi diri sebagai makhluk beragama.
Padahal Sang Maha Pencipta sudah mewanti-wanti akan hal
itu. Seuntai firman mengungkapkan hal itu: “Mereka
diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS3.112).
Dikala manusia melupakan Sang Maha Pencipta maka kehidupan terasa hampa. Ketentraman
batin tersaput. Hidup tanpa makna. Menjauhkan diri dari snag pencipta, berarti
mengosongkan diri dari nilai-nilai imani. Sungguh merupakan “kerugian” terbesar bagi manusia selaku
makhluk berdimensi spiritual. “ mereka
itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah
beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mendapat petunjuk.”(QS 2:16). “ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tentram.”(QS13:28).
C.
Terapi
Keagamaan
Orang
yang tidak merasa tenang, aman serta tentram dalam hatinya adalah orang yang
sakit rohani atau mentalnya, tulis H. Carl Witherington (M.Buchori,1982:5).
Para ahli psikiatri mengakui bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan
dasar tertentu yang diperlukan untuk melangsungkan proses kehidupan secara
lancer. Kebutuhan tersebut
dapat berupa kebutuhan jasmani dan beruap kebutuhan rohani maupun kebutuhan
sosial. Bila kebutuhan tersebu tidak terpenuhi maka manusia akan berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan kenyataan yang dihadapinya. Kemampuan untuk menyesuaikan
diri ini akan mengembalikan ke kondisi semula, hingga proses kehidupan berjalan
lancer seperti apa adanya.
Tetapi dalam kehidupan sehari-hari jarang dijumpai bahwa
seseorang tak mampu menahan keinginan bagi terpenuhinya kebutuhan dirinya.
Dalam kondisi seperti itu akan terjadi pertentangan konflik dalam batin.
Pertentangan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani,
yang dalam kesehatan mental disebut kekusutan rohani. Kekusutan seperti ini di
sebut kekusutan fungsional. Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang
senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk
menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri
secara resignasi ( penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). Dalam al-qur’an
petunjuk mengenai penyerahan diri cukup banyak. Didalam al-qur’an sebagai dasar
dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan
ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan
mental.
1. Ayat
tentang kebahagiaan jiwa:
a. Dan carilah pada apa yang telah
dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) duniawi dan berbuat baik (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat kepadamu dan jangan kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.(QS AL-Qashash: 77).
Ayat
ini Allah memerinahkna orang Islam untuk merebut kebahagiaan akhirat dan
kenikmatan dunia dengan jalan berbuat baik dan menjauhi perbuatan munkar.
2. Ayat
tentang ketenangan jiwa:
a. Orang-orang yang beriman itu, hati
mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah itu dapat menentramkan jiwa.(QS.
Al-Ra’d:28).
Dari
keterangna Ayat ini Allah dengan tegas
menerangkan, bahwa ketenangan jiwa dapat dicapai dengan dzikir
(mengingat Allah).
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Manusia dan agama merupakan hal yang sangat erat, karena Agama adalah sebagai fitrah manusia. Dan sangat berpengaruh terhadap Kesehatan mental. Kesehatan mental adalah ilmu
yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta
prosedur-prosedur untuk mempertinggikan kesehatan rohani. Orang
yang tidak merasa tenang, aman serta tentram dalam hatinya adalah orang yang
sakit rohani atau mentalnya.
.
Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam
keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat
dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi ( penyerahan
diri sepenuhnya kepada Tuhan). Dalam al-qur’an petunjuk mengenai penyerahan
diri cukup banyak. Didalam al-qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam
banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan
jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
0 Comments