Ciri Interaksi Edukatif

Interaksi Edukatif
Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan kehadiran manusia lain. Keberadaan manusia selain diri kita menyebabkan proses hubungan timbal-balik terjadi secara alamiah. Proses jalinan hubungan antar individu maupun kelompok terjadi dalam rangkaian upaya memenuhi kebutuhan. Motif saling membutuhkan yang berbeda-beda jenis kebutuhan membuat manusia saling melayani kebutuhan manusia lain.

Ciri Interaksi Edukatif

Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Oleh karena ada aksi dan reaksi, maka interaksi pun terjadi. Oleh karena itu, interaksi akan berlangsung bila ada hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih. Ilustrasi tentang interaksi diatas adalah interaksi manusia yang lazim terjadi dalam masyarakat. Hal itu berbeda dengan interaksi edukatif, interaksi tersebut dilakukan secara alamiah tanpa dilandasi pedoman tujuan yang mengikat. Mereka melakukan interaksi dengan tujuan masing-masing.

Oleh karena itu, interaksi antara manusia selalu mempunyai motif-motif tertentu guna memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan mereka masingmasing. Interaksi yang berlangsung di sekitar kehidupan manusia dapat diubah menjadi “interaksi yang bernilai edukatif”, yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai “interaksi edukatif”.
Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur interaksi edukatif harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.

Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus guru transfer kepada anak didik. Oleh karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Interaksi Edukatif

Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa dan guru, dibutuhkan komponen-komponen pendukung seperti antara lain telah disebut pada ciri-ciri interaksi edukatif. Komponen-komponen tersebut dalam berlangsungnya proses belajar-mengajar tidak dapat dipisah-pisahkan. Perlu ditegaskan bahwa proses belajar-mengajar yang dikatakan sebagai proses teknis ini, juga tidak dapat dilepaskan dari segi normatifnya. Segi normatif inilah yang mendasari proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka interaksi edukatif yang secara spesifik merupakan proses atau interaksi belajar mengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan
bentuk interaksi lain. Djamarah (1980) merinci ciri-ciri interaksi belajar mengajar tersebut yaitu:
1. Interaksi belajar-mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar tujuan, dengan
menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.

2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematis dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya tujuan pembelajaran agar siswa dapat menunjukkan letak Kota New York, tentu kegiatannya tidak cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.

3. Interaksi belajar-mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponenkomponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.

4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajarmengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar, maka merekalah yang harus
melakukannya.

5. Dalam interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin
terjadinya interaksi belajar-mengajar.

6. Di dalam interaksi belajar-mengajar membutuhkan disiplin.
Disiplin dalam interaksi belajar-mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan secara sadar, baik pihak guru maupun pihak siswa. Mekanisme konkrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib ini akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jagi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.

7. Ada batas waktu. 
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok siswa), batas waktu
menjadi salah-satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.

Di samping beberapa ciri seperti telah diuraikan di atas, unsur penilaian adalah unsur yang amat penting. Dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan maka untuk mengetahui apakah tujuan proses belajar- mengajar (interaksi edukatif) sudah atau belum, perlu diketahui dengan kegiatan penilaian

Post a Comment

0 Comments