Usut Kematian Sulistiyo, PGRI Bentuk Tim Gabungan Tuntut Keadilan

Setelah peristiwa kecelakaan terapi Hiperbarik di Rumah Sakit (RS) Mintohardjo Jakarta pada 14 Maret 2016 yang menelan empat orang korban. Salah satunya adalah Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo. Kini, anggota PGRI akan membentuk Tim Gabungan bersama keluarga korban lain untuk menuntut proses tersebut, agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.


Ketua PGRI Unifah Rosyidi yang ditunjuk anggota untuk menyampaikan sikap menyatakan, langkah selanjutnya akan mengirim surat kepada Mabes Polri untuk mempertanyakan perkembangan kasus tersebut. Karena sejak kejadian hingga saat ini keluarga, PGRI, dan DPD belum mendapat informasi lebih lanjut akan kasus ini. Apalagi, pihak keluarga telah menyerahkan kasus ini ditangani oleh PGRI dan DPD.



Hanifah mengatakan, kejadian kebakaran pada saat Terapi Hiperbarik tentu karena standard operational procedure (SOP) RS Mintohardjo lemah.

Dikatakan demikian, diungkapkan Unifah setelah melihat kondisi korban yang masih mengenakan ikat pinggang yang tentu mengandung logam. Padahal, seharusnya sesuatu yang berbentuk logam tidak diperkenakan ada dalam ruangan tersebut.

"Sangat jelas ikat pinggang yang dikenakan ada unsur logam. Maka kami pertanyakan SOP RS Mintohardjo," kata Unifah kepada Forum Wartawan Pendidikan Indonesia (Fortadik) di Kantor PGRI Tanah Abang, Jakarta,Selasa (22/3).

Selain itu, dia menyayangkan, sikap rumah sakit yang terkesan menutup-nutupi kejadian dengan mempersulit segala akes keluarga, PGRI, maupun DPD.

Unifah menyebutkan, RS tidak mengeluarkan surat kematian hingga pihaknya yang meminta.

Selain itu, barang-barang korban seperti dompet, dua buah handphone dan jam tangan setelah diminta baru diberikan. Bahkan, hingga kini dompet korban belum dikembalikan.

"Dompet Pak Sulis sampai saat ini belum dikembalikan. Padahal, kita tahu semua barang dengan unsur logam tidak diperkenankan masuk dalam ruang seperti itu, lalu ke mana dompet tersebut. Istri Pak Sulis sering menanyakan karena ada berang penting dalamnya," kata Hanafi.

Dia menuturkan, rumah sakit beralasan barang korban belum dapat dikembalikan karena pihak yang mengurusi sedang dirawat. Namun, pihaknya tetap menyayangkan karena hingga kini belum ada kabar dari rumah sakit.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Biro Umum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Purwanto. Dia menyayangkan sikap RS Mintohardjo yang tidak melakukan pernyataan tertulis akan kejadian tersebut. Bahkan, hingga jenazah dipindahkan ke RS Polri tidak ada pihak RS Mintohardjo yang hadir.

"Saya bukan ingin ada acara pelepasan di RS. Maksud saya ada rasa belasungkawa menunjukan ikhwalnya, tetapi tidak ada sampai jenazah tiba di Semarang. Bahkan, surat kematiannya saja kami minta sampai Kamis baru ada," ujar dia.

Selanjutnya, dia menegaskan polisi harus bertindak tegas menuntaskan kasus tersebut. Karena, menurutnya,
rumah sakit terkesan menutupi penyebab kematian. Terbukti dengan surat kematian yang diterima setelah pihaknya menghubungi RS Mintohardjo.

"Kami minta kasus ini harus dituntaskan dan jangan ditutup-tutupi,"kata Purwanto.

Ada pun pernyataan sikap tertulis dari PB PGRI, DPD dan keluarga atas meninggalnya Ketua PB PGRI sebagai berikut.

Pertama, menyesalkan terjadinya peristiwa kebakaran tersebut yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila rumah sakit menerapkan prosedur baku terhadap proses terapi dan cara-cara pengamanannya.

Kedua, menuntut pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya kebakaran tersebut. Apakah kebakaran tersebut akibat dari kesalahan manusia, kesalahan prosedur teknis, atau ada unsur kesengajaan? Ketiga, pertanyaan tersebut kami mohon menjadi bahan bagi kepolisian untuk melakukan penyelidlkan secara mendalam, terbuka, objektif, tidak ditutup-tutupi karena alasan apa pun dan hasilnya dlsampalkan kepada publik. Proses hukum atas peristiwa kecelakaan ini harus terus dilakukan.

Keempat, keluarga para korban, pengurus, dan anggota PGRI di seluruh Indonesia, DPD, dan masyarakat luas menantikan hasil penyelidikan dan proses hukum atas peristiwa tersebut.

Kelima, perisitiwa ini tidak boleh terulang kembali di masa yang akan datang.

Post a Comment

0 Comments