Kinerja PNS Harus Sering DIevaluasi

Pengamat Administrasi Publik dari UGM Wahyudi Komurotomo menganjurkan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) perlu dievaluasi secara berkala. Evaluasi ini dilakukan dalam rangka mendorong peningkatan kinerja PNS dalam melakukan pelayanan publik.

“Iklim kerja PNS itu harus diubah. Jangan sampai pola rekruitmen selama ini masih dilanjutkan. Maksudnya, PNS setelah direkrut, sepanjang usia mereka nyaman dan aman. Jadi, harus paksakan PNS itu masuk dalam zona tidak nyaman seperti halnya pegawai-pegawai swasta,” ujar Wahyudi Jumat (11/3).


Menurutnya, mereka boleh PNS, tetapi berdasarkan kontrak dan kontraknya dievaluasi selama 5 tahunan. Dia mengungkapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sudah dimungkinkan PNS dievaluasi secara berkala dan bisa diberhentikan atas dasar kinerja kerja.

“Selama ini kan kita tidak menggunakan sistem ini. Kalau sudah jadi PNS, aman sampai mati, tidak pernah evaluasi, dibina, diberi sanksi, sehingga seenaknya saja PNS bekerja. Kalau kita menggunakan rekruitmen swasta, maka banyak pegawai berkualitas. Produk UU sudah ada, tinggal PP-nya saja untuk melaksanakan,” jelas dia.

Wahyudi yakin dengan mekanisme evaluasi secara berkala dengan penghargaan dan sanksi yang jelas, akan mendorong PNS berlombag-lomba bekerja baik. Ini tentunya juga meningkatkan kualitas pelayanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan.

“Karena itu, penambahan tunjangan PNS untuk berbagai profesi seperti sertifikasi guru, sertifikasi dosen, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) atau Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) harus dikaitkan dengan Indeks Kerja Utama (IKU) atau Key Perfomance Indicators (KPI). Jangan asal diberikan, tetapi harus berdasarkan kinerja,” tandas dia.

Apalagi, kata dia, belanja pegawai di struktur APBN Indonesia sudah menempati urutan kedua terbesar setelah subsidi BBM. Namun, hal tersebut tidak terlalu berdampak besar terhadap kualitas pelayanan publik, bahkan di tingkat dunia, pelayanan publik kita termasuk yang kualitasnya rendah, yakni urutan 109 dari 145 negara.

“Itu karena selama ini, guru yang mendapatkan sertifikasi, hanya untuk memenuhi target saja, tidak mengaitkan dengan kinerja yang berkesinambungan. Dengan bekerja seadanya saja, mereka sudah mendapatkan tunjangan,” ungkap dia. 

Sumber: jpnn

Post a Comment

0 Comments