Banyak Soal UKG yang Bermasalah di 29 Kabupaten

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI|) Retno Listyarti  menyatakan bahwa Uji Kompetensi Guru (UKG) banyak menghasilkan nilai rata- rata guru di bawah standar. Apalagi, soal-soal UKG banyak yang bermasalah.

Selain di tingkat SD, Retno menyatakan bahwa soal UKG juga bermasalah pada tingkat SMK. Banyak soal tes SMK yang diujikan mengunakan kurikilum 2013 (K-13). Padahal, guru-guru mengajar mengunakan Kurikulum Tingkat Satuan Kompetensi (KTSP) atau dikenal dengan K-2006.

Ia mencontohkan, pada pelajaran listrik, soal yang diujikan adalah tentang jaringan. Meskipun masih satu rumpun, namun soal seperti itu tentu sangat berbeda. Masih banyak kekeliruan lain yang tentunya tidak dapat menentukan kompetensi guru karena ada kesalahan faktor lain dalam test UKG ini.

FGSI, lanjutnya, bersedia untuk bersinergi dengan pemerintah untuk sama-sama mencari solusi dengan temuan hasil UKG dari 29 kota/kabupaten dari 12 provinsi ini.

Hal serupa juga disampaikan oleh Dewan Penasihat Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) Itje Chodidjah. Ia menyebutkan, nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil uji UKG belum dapat menjadi kekuatan pemerintah untuk menyimpulkan guru tidak berkualitas. Sebab, masih banyak terjadi kesalahan.

“Banyak kesalahan dari UKG jadi tidak dapat dijadikan tolak ukur kualitas guru,” ujar dia.

Soal pedagogik UKG 2015 yang rata-rata berbasis K-13, menurut Itje, menjadi paling bermasalah.

“Ke depannya pemerintah harus perbaiki soal pedagogik karena menjadi kendala. Hal ini terlihat dari pertanyan padagogik yang tidak sesuai dengan basis jurusan guru,” ucap Itje.

Untuk soal SMK yang rata- rata soal K-13, menurut dia, karena tim penyusun tidak melakukan perubahan soal setelah kembali diberlakukan K-2006. Panitia UKG sudah yakin soal K-13.

Selain itu, dia juga meminta pemerintah untuk meninjau kembali data pokok pendidikan (Dapodik), agar guru yang ikut UKG sesuai dengan bidangnya dan tidak menjadi menimbulkan banyak masalah seperti saat ini.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, UKG tidak untuk melihat nilai rata- rata tetapi untuk melihat kualitas setiap guru. Sebab setiap guru memiliki rapor. Oleh karena itu guru tidak dinilai hanya sekedar rata-rata satu komponen.

“ UKG memiliki 10 komponen jadi kita tidak hanya melihat dari satu komponen seja,” kata dia.

Anies menjelaskan, jika seorang guru mendapat nilai 85 pada sebuah komponen, belum bisa diambil kesimpulan kualitasnya, harus melihat komponen yang lain yang harus dibenahi. Dia juga menuturkan, UKG ke depannya akan ditingkatkan dan diperbaiki dari UKG yang tahun ini untuk terus meningkatkan mutu dan kualitas guru.

Sumber: beritasatu

Post a Comment

0 Comments