A. Latar
Belakang
Sejumlah fakta menunjukkan dekadensi moral
(kemerosotan akhlak) yang melanda generasi bangsa ini sudah pada tingkat
mengkhawatirkan. Hedonis, permissive, pragmatisme, materialisme yang merupakan
nilai-nilai ideologi sekuler kapitalisme begitu nyata mencelupi kesucian jiwa
dan kecerdasan generasi. Seks bebas, tawuran dan narkoba kian marak dikalangan
pelajar. Karenanya pemerintah berkebijakan menambah jam mata pelajaran
pendidikan agama pada kurikulum 2013. Hal ini sebagaimana ditegaskan Direktur
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Dirjen Pendis Kemenag) Nur Syam,
yang diberitakan jpnn.com., 26 Januari 2013 yang lalu.
Yaitu bahwa semangat penambahan jam pelajaran
pendidikan agama pada kurikulum baru itu adalah untuk memperbaiki moral bangsa.
Atas hal tersebutlah penulis bermaksud melakukan
pemaparan tentang metode yang digunakan dalam menghadapi dekadensi moral yang
dituliskan dalam makalah ini dengan judul Metode Pembinaan Akhlak dalam
Pembelajaran PAI guna Menghadapi Dekadensi Moral,
B. Rumusan
Masalah
1.
Metode apa saja yang digunakan dalam
pembelajaran PAI guna menghadapi Dekadensi?
2.
Bagaimana metode-metode pembinaan
ahklak yang dapat kita lakukan sesuai dengan perspektif islam.
1. Pengertian Ahklak
Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu alkhulqu,
al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat, keberanian, atau agama.[3] Secara
Istilah akhlak menurut Ibnu Maskawaih (421 H) adalah “suatau keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan
tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan.
Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang
diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan
itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka
jadilah suatu bakat dan akhlak.”
Indikasi bahwa akhlak dapat dipelajari dengan metode
pembiasaan, meskipun pada awalnya anak didik menolak atau terpaksa melakukan
suatu perbuatan/akhlak yang baik, tetapi setelah lama dipraktekkan, secara
terus-menerus dibiasakan akhirnya anak mendapatkan akhlak mulia.
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin sebagaimana dikutip
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari memberikan definisi akhlak sebagai”suatu
ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan macam-macam
tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih
dahulu”
Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa akhlak
bersumber dari dalam diri anak dan dapat juga berasal dari lingkungannya.
Secara umum akhlak bersumber dari dua hal tersebut dapat berbentuk akhlak baik
dan akhlak buruk, tergantung pembiasaannya, kalau anak membiasakan perilaku
buruk, maka akan menjadi akhlak buruk bagi dirinya, sebaliknya anak membiasakan
perbuatan baik, maka akan menjadi akhlak baik bagi dirinya. Penjelasan tersebut
mengindikasikan bahwa akhlak dapat dipelajari dan diinternalisasikan dalam diri
seseorang melalui pendidikan, di antaranya dengan metode pembiasaan. Dengan
adanya kemungkinan diinternalisasikan nilai-nilai akhlak ke diri anak,
memungkinkan pendidik melakukan pembinaan akhlak.
2. Metode Pembinaan Ahklak
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama
dalam islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad
SAW. yang utamanya adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadits beliau “ innama bu’itsu liutammima
makarin al-akhlak. (HR. Ahmad).“Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”
Perhatian islam demikian dalam pembinaan ahklak ini
dapat pula dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus
daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan menghasilkan
perbuatan yang baik kepada manusia sehingga menghasilkan kebaikan dan
kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin. Perhatian islam
dalam pembinaan ahklak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan ahklak yang
terdapat pada seluruh aspek ajaran islam. Ajaran islam tentang keimanan,
misalnya sangat berkaitan erat dengan amal shaleh dan perbuatan yang terpuji. Iman
yang tidak disertai amal shaleh dinilai sebagai iman palsu, bahkan dianggap
sebagai kemunafikan. Di dalam Al-Qur’an yang artinya :” diantara manusia ada
yang mengatakan “ kami berima kepada Allah dan hari kemudian (22).” Padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu
Allah dan orang-orang yang beriman, padahal merekan hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. (22) Hari kemudian ialah mulia dari waktu
mahkluk dikumpulkan di padang masyar sampai waktu yang tak ada batasnya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. mereka itukah orang-orang yang benar. Ayat-ayat di atas
dengan jelas menunjukkan bahwa iman iman yang dikehendaki islam bukan iman yang
hanya sampai pada ucapan dan keyakinan, tetapi iman yang disertai dengan
perbuatan ahlak yang mulia. Seperti tidak ragu menerima ajaran Rasul, mau
memanfaatkan dirinyadan hartanya untuk berjuang dijalan Allah, ini menunjukkan bahwa keimanan harus
membuahkan ahklak yang mulia. Pembinaan ahklak dalam islam. Pembinaan ahkalak dalam islam juga terintegrasi dengan rukun,
hasil analisis Muhammad Al-Gazali terhadap rukun islam yang lima telah
menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun islam yang lima itu terkandung
konsep pembinaan ahklak. Rukun islam yang pertama mengucapkan dua kalimat
syahadat, kalimat ini mengandung pernyataan bahwa manusia selama hidup tunduk
terhadap aturan Allah. Orang yang patuh kepada Allah dan Rasul-Nya tentunya
akan baik. Kedua mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam. Shalat yang
dikerjakan membuat pelakunya terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Ketiga,
membayar zakat. Yaitu agar orang-orang yang melaksanakannya terhindar sikap
kikir, membersihkan hartanya dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Keempat, puasa bukan hanya menahan diri lapar
dan haus, bahkan lebih dari itu untuk menahan sikap keji dan mungkar, sehingga
kita senantiasa melaksanakan pebuatan baik. Kelima, ibadah haji, ibadah ahji
dalam rukun islam bersifat konferensif yang menuntut persyaratan, disamping
harus menguasai ilmunya. Juga harus sehat fisik, adanya kemamauan yang kuat,
adanya kesabaran dalam menjalankannya, serta rela meninggalkan harta dan
kekayaannya.
Hubungan ibadah haji dan ahklak dapat di pahami dari
ayat ini yang artinya: “Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi [122].
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan ituakan mengerjakan haji maka tidak
boleh rafats [123], berbuat fasik dan bebantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa [124]. Dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang
yang berakal [125].
Ada beberapa metode pembinaan ahklak yang dapat di
lakukan sesuai dengan perspektif islam yaitu sebagai berikut:
a.
Metode uswah (teladan), yaitu sesuatu yang pantas untuk
di ikuti, karena mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Manusia teladan harus di
contoh dan diteladani adalah Rasulullah SAW. sebagaimana firman AllahSWT.dalam
surah Al-Ahzab : 2 yang artinya: “sesungguhnya
terdapat dari diri Rasulullhah itu, teladan yang baik bagimu.” Jadi sikap
dan perilaku yang harus dicontoh adalah sikap dan perilaku Rasulullah SAW.,
karena sudah teruji dan diakui oleh allah SWT. Aplikasi metode teladan,
diantaranya adalah tidak menjelek-jelekkan seseorang, menghormati orang lain,
membantu orang yang membutuhkan pertolongan, berpakaian yang sopan, tidak
berbohong, tidak berjanji munungkir, dan lain-lain. Yang paling penting orang
yang diteladani, harus berusaha berprestasi dalam bidang tugasnya.
b.
Metode
Ta’widiyah (pembiasaan).
Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah biasa. Dalam kamus umum bahasa
indonesia, biasa artinya lazim atau umum; seperti, sedia kala, sudah merupakan
hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Muhammad Mursyi dalam
bukunya “ Seni Mendidik Anak”, menyampaikan nasehat imam al-Gazali: “ seorang
anak adalah amanah (titipan) bagi orang tuanya hatinya sangat bersih bagaikan
mutiara, jika dibiasakan dan diajarkan sesuatu kebaikan, maka ia akan tumbuh
dewasa dengan tetap melakukan kebaikan tersebut, sehingga ia mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.” Dalam ilmu
jiwa perkembangan, dikenal teori konvergensi, dimana peribadi dapat
dibentuk oleh lingkungannya, dengan mengembangkan potensidasar yang ada
padanya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasr
tersebut, adalah melalui kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, kebiasaan yang
baik dapat menempa peribadi yang berahlak mulia. Seperti; terbiasa dalam
keadaan berwudhu, terbisa tidur tidak terlalu larut malam dan bangunnya tidak
kesiangan, terbiasa membaca Al-Qur’an dan Asma’ul husna, shalat brjama;ah di
masjid/mushalla, terbiasa berpuasa sekali sebulan, terbiasa makan dengan tangan
kanan, dan lain-lain sebagainya.
c.
Metode
Mau’izah (nasehat), yaitu kata mai’izah berasal dari kata wa’zhu, yang
berarti nasehat yang terpuji, memotivasi untuk melaksanakannya dengan perkataan
yang lembut. Allah berfirma dalam surah Al-Baqarah: 232, yang artinya;
.......”itulah yang dinasehatkan kepad orng-orang yang beriman daintara kalian,
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian”.... Sebagi contoh metode nasehat
yang baik yaitu; nasehat dengan argumen logika, nasehat tentang keuniversalan
islam, nasehat yang berwibawa, nasehat dari aspek hukum, nasehat btentang “amar
ma’ruf nahi mungkar,” nasehat tentang amal ibadah, dan lain-lain. Namun paling
penting lagi, pemberi nasehat harus mengamalkan terlebih dahulu apa yang di
nasehatkan tersebut, kalau tidak demikian nasehat akan hanya akan menjadi
lips-service.
d.
Metode
Qishah (ceritera), yang
mengandung arti, sutu cara dalam menyampaikan materi pelajaran, dengan
menuturkan secara kronologis, tentang bagimana terjadinya sesuatu hal, baik
yang sebanarnya terjadi, ataupun hanya rekaan saja. Dalam pendidikan islam,
certera yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits merupakan metode pendidikan
yang sangat penting, cerita dalam Al-Qur’an dan Hadits, selalu memikat dan
menyentuh perasaan dan mendidik perasaan keimanan, contohnya, surah Yusuf, Bani
Israail, dan lain-lain. Dengan cara, seperti mendengarkan casset, vide,
cerita-cerita tertulis dan bergambar.
Pendidik harus membuka kesempatan bagi anak didik untuk bertanya,
setelah itu, menjelaskan tentang khikmah qishah dalam meningkatkan ahklak
mulia.
e.
Metode
Amtsal (perumpamaan), yaitu
metode yang banyak dipergunakan dalam Al-Qur’an dan Ahadits untuk mewujudkan
ahklak mulia. Allah berfirman dalam surahAl-Baqarah : 17 yang artinya; “
perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api”.... dalam beberapa
literatur islam, ditemuka banyak sekali perumpamaan, seperti mengumpamakan
orang yang lemah laksana kupu-kupu,
orang yang tinggi seperti jerapah, orang yang berani seperti singa,
orang yang gemuk seperti gajah, orang yang kuruus seperti tongkat, dan orang
yang ikut-ikutan separti beo, dan lain-lain. Disarankan untuk mencari
perumpamaan yang baik, ketika berbicara dengan anak didik, karena perumpamaan itu, akan melekat pada
pikirannya dan sulit untuk dilupakan. Misalkan, materi yang di ajarkan bersifat
sbstrak, membandingkan dua masalah yang selevel dan guru/orang tua tidak boleh
salah dalam membandingkan, karena akan membingungkan anak didik.
f.
Metode
Tsawab (ganjaran).
Sebagaiamana yang telah di utarakan Armai Arief dalam bukunya, Pengantar Ilmu
dan Metodologi Pendidikan Islam, menjelaskan pengertian tsawab itu, sebagai :
“hadiah; hukum. Metode ini juga penting dalam pembinaan ahklak, karena hadiah
dan hukuman sama artinya dengan reward and punisment dalam pendidikan Barat.
Hadiah bisa menjadi dorongan spiritual dalam bersikap baik, sedangkan hukuman
dapat menjadi remote control dari perbuatan tidak terpuji. Misalkan memanggil dengan panggilan
kesayangan, memberikan pujian, memberikan maaf atas kesalahan mereka,
mengeluarkan perkataan yang baik, bermain atau bercanda, manyambutnya dengan
ramah, menelponnya kalau perlu, dan lain-lain. Sedangkan metode aplikasi ganjaran yang
berbentuk hukuman, di antaranya, pandangan yang munis, memuji orang lain di
hadapannya, tidak mempedulikannya, memberikan ancaman yang positif, dan menjewanya
sebagi alternatif terakhir. Hadits yang di riwayatkan oleh Imam Nawawi dari
Abdullah bin Basr al-Mani, ia berkata : “aku telah diutus oleh ibuku, dengan
membawa beberapa biji anggur untuk di sampaikan kepada Rasulullah, kemudian aku
memakannya sebelum aku sampikan kepada Beliau dan ketika aku mendatangi
Rasulullah, beliau menjewr telingaku sambil berseru: “wahai penipu”. Dari
hadits diatas, dapat dikemukakan, bahwa menjewer telinga anak
didik, boleh-boleh saja, asal tidak
menyakiti. Namun di negeri ini, terjadi hal yang dilematis, menjewer telinga
anak didik, bisa-bisa berurusan dengan pihak berwajib, karena Undang-Undang
perlindungan anak.
3. Jenis Metode
Mendidik Akhlak
Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan metode pendidikan
Islam sangat efektif dalam membina akhlak anak didik, bahkan tidak sekedar itu
metode pendidikan Islam memberikan motivasi sehingga memungkinkan umat Islam
mampu menerima petunjuk Allah. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan
Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan
Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode
ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib. Dari kutipan tersebut
tergambar bahwa Islam mempunyai metode tepat untuk membentuk anak didik
berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. dengan metode tersebut memungkinkan
umat Islam/masyarakat Islam mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan. Dengan
demikian diharapkan akan mampu memberi kontribusi besar terhadap perbaikan
akhlak anak didik, untuk memperjelas metode-metode tersebut akan di bahas
sebagai berikut:
a. Metode
Dialog Qurani dan Nabawi
Metode dialog adalah metode menggunakan tanya jawab,
apakah pembiacaaan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut
mempunyai tujuan dan topik pembicaraan tertentu. Metode dialog berusaha
menghubungakn pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat
bagi pelaku dan pendengarnya. Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog
dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau
melalui bacaan.
Abdurrrahman an-Nahlawi mengatakan pembaca dialog akan
mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topic dialog
disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca
tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai, melalui dialog perasaan dan
emosi pembaca akan terbangkitkan, topic pembicaraan disajikan bersifat
realistik dan manusiawi.[8] Dalam al-Quran banyak memberi informasi tentang
dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitabi,
taabbudi, deskritif, naratif, argumentative serta dialog Nabawiyah. Metode
dialog sering dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam mendidik akhlak para
sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada anak didik untuk bertanya
tentang sesuatu yang tidak mereka pahami.
b. Metode kisah
Qurani dan Nabawi
Dalam al-Quran banyak ditemui kisah menceritakan
kejadian masa lalu, kisah mempunyai daya tarik tersendiri yang tujuannnya
mendidik akhlak, kisah-kisah para Nabi dan Rasul sebagai pelajaran berharga.
Termasuk kisah umat yang ingkar kepada Allah beserta akibatnya, kisah tentang
orang taat dan balasan yang diterimanya. Seperti cerita Habil dan Qobil,
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut
yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil:
“Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.
Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, Aku
sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.
Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya Aku
ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri,
Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan
bagi orang-orang yang zalim. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap
mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang di
antara orang-orang yang merugi.”
Ayat di atas merupakan contoh dalam ayat Al-Quran yang
berhubungan dengan kisah. Kisah dalam al-Quran mengandung banyak pelajaran.
Kisah dalam al-Quran dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Abdurrahman
an-Nahlawi mengatakan kisah mengandung aspek pendidikan yaitu dapat
mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembacanya, membina perasaan ketuhanan
dengan cara mempengaruhi emosi, mengarahkan emosi, mengikutsertakan psikis yang
membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita, topic cerita memuaskan
pikiran. Selain itu kisah dalam al-Quran bertujuan mengkokohkan wahyu dan
risalah para Nabi, kisah dalam al-Quran memberi informasi terhadap agama yang
dibawa para Nabi berasal dari Allah, kisah dalam al-Quran mampu menghibur umat
Islam yang sedang sedih atau tertimpa musibah.
Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi
kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi kisah tersebut,
sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi
anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh
berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.
Cerita mengusung dua unsur negatif dan unsur positif,
adanya dua unsure tersebut akan memberi warna dalam diri anak jika tidak ada
filter dari para orang tua dan pendidik. Metode mendidik akhlak melalui cerita/
kisah berperan dalam pembentukan akhlak, moral dan akal anak.Dari kutipan tersebut
dapat diambil pemahaman bahwa cerita/kisah dapat menjadi metode yang baik dalam
rangka membentuk akhlak dan kepribadian anak.
Cerita mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri
dalam menarik simpati anak, perasaannya aktif, hal ini memberi gambaran bahwa
cerita disenangi orang, cerita dalam al-Quran bukan hanya sekedar memberi
hiburan, tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam al-Quran memberi
pengajaran kepada manusia. Dapat dipahami bahwa cerita dapat melunakkan hati
dan jiwa anak didik, cerita tidak hanya sekedar menghibur tetapi dapat juga
menjadi nasehat, memberi pengaruh terhadap akhlak dan perilaku anak, dan
terakhir kisah/ cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam
pembentukan akhlak anak.
c. Metode
Mauizah
Dalam tafsir al-Manar sebagai dikutip oleh Abdurrahman
An-Nahlawi dinyatakan bahwa nasihat mempunyai beberapa bentuk dan konsep
penting yaitu, pemberian nasehat berupa penjelasan mengenai kebenaran dan
kepentingan sesuatu dengan tujuan orang diberi nasehat akan menjauhi maksiat,
pemberi nasehat hendaknya menguraikan nasehat yang dapat menggugah perasaan
afeksi dan emosi, seperti peringatan melalui kematian peringatan melalui sakit
peringatan melalui hari perhitungan amal. Kemudian dampak yang diharapkan dari
metode mauizah adalah untuk membangkitkan perasaan ketuhanan dalam jiwa anak
didik, membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang kepada pemikiran
ketuhanan, perpegang kepada jamaah beriman, terpenting adalah terciptanya
pribadi bersih dan suci.
Dalam al-Quran menganjurkan kepada manusia untuk
mendidik dengan hikmah dan pelajaran yang baik.“ Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Dari ayat tersebut dapat diambil pokok pemikiran bahwa
dalam memberi nasehat hendaknya dengan baik, kalau pun mereka membantahya maka
bantahlah dengan baik. Sehingga nasehat akan diterima dengan rela tanpa ada
unsur terpaksa. Metode mendidik akhlak anak melalui nasehat sangat membantu
terutama dalam penyampaian materi akhlak mulia kepada anak, sebab tidak semua
anak mengetahui dan mendapatkan konsep akhlak yang benar.
Nasehat menempati kedudukan tinggi dalam agama karena
agama adalah nasehat, hal ini diungkapkan oleh Nabi Muhammad sampai tiga kali
ketika memberi pelajaran kepada para sahabatnya. Di samping itu pendidik
hendaknya memperhatikan cara-cara menyampaikan dan memberikan nasehat,
memberikan nasehat hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, pendidikan
hendaknya selalu sabar dalam menyampaikan nasehat dan tidak merasa bosan/ putus
asa. Dengan memperhatikan waktu dan tempat tepat akan memberi peluang bagi anak
untuk rela menerima nasehat dari pendidik.
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd mengatakan cara
mempergunakan rayuan/ sindiran dalam nasehat, yaitu:
§
Rayuan dalam nasehat, seprti memuji
kebaikan murid, dengan tujuan agar siswa lebih meningkatkan kualitas akhlaknya,
dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
§
Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat
Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak
mereka.
§
Membangkitkansemangat dan kehormatan
anak didik.
§
Sengaja menyampaikan nasehat di
tengah anak didik.
§
Menyampaikan nasehat secara tidak
langsung/ melalui sindiran
§
Memuji di hadapan orang yang berbuat
kesalahan, orang yang melakukan sesuatu berbeda dengan perbuatannya. Kalau hal
ini dilakukan akan akan mendorongnya untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan
keburukan.
Dengan cara tersebut akan
memaksimalkan dampak nasehat terhadap perubahan tingkah laku dan akhlak anak,
perubahan dimaksud adalah perubahan yang tulus ikhlas tanpa ada kepura-puraan,
kepura-puraan akan muncul ketika nasehat tidak tepat waktu dan tempatnya, anak
akan merasa tersinggung dan sakit hati kalau hal ini sampai terjadi maka
nasehat tidak akan membawa dampak apapun, yang terjadi adalah perlawanan
terhadap nasehat yang diberikan.
d. Metode
Pembiasaan dengan Akhlak Terpuji
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih,
dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau keburukan.
Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau
keburukan hal ini dijelaskan Allah, sebagai berikut:” Dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai
kesempatan sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik
atau dengan pembiasaan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan
dalam membentuk akhlak mujlai sangat terbuka luas, dan merupakan metode yang
tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini /sejak kecil akan memebawa
kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadisemacam adapt kebiasaan sehingga
menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Al-Ghazali mengatakan:”
Anak adalah amanah orang tuanya . hatinya yang bersih adalah permata berharga
nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima
setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu,
jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka
bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala bersama.”
Kutipan di atas makin memperjelas kedudukan metode
pembiasaan bagi perbaiakn dan pembentuakan akhlak melalui pembiasaan, dengan demikian
pembiasaan yang dilakukan sejak diniakan berdampak besar terhadap kepribadian
/akhlak anak ketiak mereka telah dewasa. Sebab pembiasan yang telah dilakukan
sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat
dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik dalam
rangka mendidik akhlak anak.
e. Metode
Keteladanan
Muhammad bin Muhammad al-Hamd mengatakan pendidik itu
besr dimata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena
murid akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya. Dengan
memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti
pentng dalam mendidik akhlak anak, keteladanan menjad titik sentral dalam
mendidik dan membina akhlak anak didik, kalau pendidik berakhlak baik ada
kemungkinan anak didiknya juga berakhlak baik, karena murid meniru gurunya,
senbaliknya kalauguru berakhlak buruk ada kemungkinan anak didiknya juga
berakhlak buruk.
Dengan demikian keteladanan menjadi penting dalam
pendidikan akhlak, keteladanan akan menjadi metode ampuh dalam membina akhlak
anak. Mengenai hebatnya keteladanan Allah mengutus Rasul untuk menjadi teladan
yang paling baik, Muhammad adalah teladan tertinggi sebagai panutan dalam
rangka pembinaan akhlak mulai,” Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Muhammad Saw
menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, dilain pihak pendidik
hendaknya berusaha meneladani Muhammad Saw sebagai teladannya, sehingga
diharapkan anak didik mempunyai figure yang dapat dijadikan panutan.
f.
Metode Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan
untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan. Sedangkan tarhib adalah
ancaman, intimidasi melalui hukuman. Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa
metode pendidikan akhlak dapat berupa janji/pahala/hadiah dan dapat juga berupa
hukuman. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari menyatakan metode pemberian hadiah dan
hukuman sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji.
Anak berakhlak baik, atau melakukan kesalehan akan
mendapatkan pahala/ganjaran atau semacam hadian dari gurunya, sedangkan siswa
melanggar peraturan berakhlak jelek akan mendapatkan hukuman setimpal dengan
pelanggaran yang dilakukannya. Dalam al-Quran dinyatakan orang berbuat baik
akan mendapatkan pahala, mendapatkan kehidupan yang baik.” Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang Telah mereka kerjakan.”
Berdasarkan ayat di atas dapat diambil konsep metode
pendidikan yaitu metode pemberian hadiah bagi siswa berprestasi atau berakhlak
mulai, dengan adanya hadian akan memberi motivasi siswa untuk terus
meningkatkan atau paling tidak mempertahankan kebaikan akhlak yang telah
dimiliki. Di lain pihak, temannya yang melihat pemberian hadiah akan
termotivasi untuk memperbaiki akhlaknya dengan harapan suatu saat akan
mendapatkan kesempatan memperoleh hadiah. Hadiah diberikan berupa materi, doa,
pujian atau yang lainnya.
Muhammad Jamil Zainu mengatakan,”Seorang guru yang
baik, harus memuji muridnya. Jika ia melihat ada kebaikan dari metode yang
ditempuhnya itu,dengan mengatakan kepadanya kata-kata “bagus”, “semoga Allah
memberkatimu”, atau dengan ungkapan “engkau murid yang baik’.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting,
pendidikan terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak
mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan, dan terakhir dipukul
dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam
menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari
memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas
dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
§ memberi
nasehat dan petunjuk.
§ Ekspresi
cemberut.
§ Pembentakan.
§ Tidak
menghiraukan murid.
§ Pencelaan
disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
§ Jongkok.
§ Memberi
pekerjaan rumah/ tugas.
§ Menggantungkan
cambuk sebagai simbol pertakut.
§ Dan
alternatif terakhir adalah pukulan ringan.
Dalam memberi sanksi hendaknya dengan cara bertahap,
dalam arti diusahakan, dengan tahapan paling ringan, diantara tahapan ancaman
dalam al-Quran adalah diancam dengan tidak diridhoi oleh Allah, diancam dengan
murka Allah secara nyata, diancam dengan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya,
diancam dengan sanksi akhirat, diancam dengan sanksi dunia.Kutipan tersebut
menunjukkan bahwa dalam melaksanakan hukuman dituntut berdasarkan tahapan-tahapan,
sehingga ada rasa keadilan dan proses sesuai prosedur hukuman.
1. Kesimpulan
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam
adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani
dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah
dan nasihat serta metode targhib dan tarhib. Dalam pemberian sanksi diusahakan
tidak mendahulukan sanksi bersifat fisik, kalau pun terpaksa hendaknya
menghindari bagian muka dan bagian lain yang membahayakan anak didik, kemudian
pukulan dilaksanakan hanya sekedarnya saja, tidak bermaksud balas dendam atau
motif lain. Demikian beberapa penjelasan tentang macam-macam metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran PAI tentunya metode-metode tersebut diharapkan
dapat menanamkan dan menjaga nilai moral dalam diri siswa tersebut,sehingga
dekadensi moral dalam generasi peserta didk dapat dihindarkan atau setidaknya
diminimalisasikan.
1 Comments
Pembahasannya Subhanallah KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM Ini sangat Bermanfaat,Izin Kompas ya,,,,
ReplyDelete