Secuil Kisah Di Hari Guru Nasional

Setiap tahun, 25 November adalah hari istimewa bagi para guru. Di Hari Guru Nasional inilah pengabdian mereka diakui, prestasi mereka dirayakan dan keberadaan mereka lebih diperhatikan.

Ironisnya, sebagai sosok yang digugu dan ditiru, kehidupan para guru masih banyak yang jauh dari layak. Tidak heran, peningkatan kesejahteraan adalah isu klasik yang terus berulang sepanjang masa. Bahkan tahun ini, puluhan ribu guru honorer turun ke jalan menuntut perhatian pemerintah atas status dan kesejahteraan mereka.


Sempat mendapat angin segar karena dijanjikan diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS), para pahlawan tanpa tanda jasa itu harus menelan pil pahit. Pasalnya, rencana perubahan status tersebut terancam batal karena pemerintah tidak menyelipkan anggaran pengangkatan guru honorer menjadi PNS di dalam APBN.

 

Peningkatan kesejahteraan guru oleh pemerintah masih belum merata. Di berbagai daerah, masih banyak guru yang harus bekerja serabutan demi menyambung hidup.

Di Jombang, Jawa Timur, seorang guru terpaksa berjualan kue dan mainan keliling usai mengajar di sekolah. Sebab, gaji Rp400 ribu yang ia terima setiap bulan jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Abdul Haris (44) merupakan guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bandung 1, di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Setiap selesai mengajar, ia tak lantas bisa beristirahat seperti guru-guru lain yang bergaji besar atau berstatus PNS. Di rumah orangtuanya, Haris harus menyiapkan berbagai macam kue dan mainan untuk dijajakan lagi ke warung-warung.

"Saya berjualan tidak hanya di Jombang. Agar terjual, sering juga saya berkeliling hingga larut malam ke kabupaten-kabupaten lain di luar Jombang," ujar Haris.

Meski sudah belasan tahun menjadi guru dan penjual mainan keliling, bukan hal mudah bagi Haris untuk menjalankan usaha ini. Tak jarang, kue-kue yang ia tawarkan ditolak oleh calon konsumen yang ia datangi.

Namun tanpa putus asa, Haris terus berkelilijg mendatangi warung-warung lainnya.

Haris sudah menjadi guru honorer sejak 1997. Saat awal mengajar, ia hanya mendapat honor Rp50 ribu dari sekolah. Setelah 17 tahun mengabdi, gajinya kini naik menjadi Rp400 ribu. Tetapi, gaji sebesar ini jelas masih tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itu sebabnya Haris masih harus memeras keringat dan memutar otak dengan bekerja menjadi penjaja kue dan mainan keliling.

"Meski hasilnya tidak seberapa, cukup lumayan untuk menambah uang belanja di rumah," imbuhnya.

Sebagai guru senior di sekolahnya, Haris mengaku, gajinya itu sudah termasuk besar. Pasalnya, aji guru honorer lain di sekolahnya hanya Rp150 ribu-Rp200 ribu per bulan.

Di momentum Hari Guru Nasional ini, Haris berharap pemerintah tidak hanya memberi perhatian pada guru-guru yang sudah berstatus PNS. Sebaliknya, guru-guru yang berada di sekolah-sekolah swasta pun hendaknya juga dibantu kesejahteraannya.

"Sebab meski di lembaga swasta, para guru ini memiliki tanggungjawab dan beban tugas yang sama untuk mendidik generasi penerus bangsa," tandasnya.

Mungkin ini adalah secuil dan sedikit kisah-kisah para guru yang ada diindonesia. namun sedikit kisah ini menggambarkan bahwa di Indonesia masih banyak guru yang kesejahteraannya sangat miris. sangat jauh dari kata cukup.

Semoga Kisah ini tidak terjadi pada Anda.

Selamat Hari Guru Nasional.


Sumber : Okezone

Artikel Terkait:

Post a Comment

0 Comments