A.
Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat
berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak
dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran,
tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak
dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme
(Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike
yakni:
1)
hukum efek;
2)
hukum latihan dan;
3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler,
1991).
Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon Thorndike mengembangkan
teori asosiasionisme yang sangat sistematis, dan salah satu teori belajar yang
paling sistematis. Ia membawa ide-ide asosiasi para filsuf ke dalam level yang
empiris dengan melakukn eksperimen terhadap ide-ide filosofis tersebut. Thorndike
juga mengakui pentingnya konsep reinforcement dan reward serta menuliskan
teorinya tentang ini dalam ‘law of effect’ tahun 1898 (bandingkan dengan Pavlov
yang baru menuliskan idenya tentang reinforcement pada 1902). Pandangan
Thorndike:
Definisi Psikologi :…the study of stimulus-response
connections or bonds… Thorndike sangat mementingkan connections. Connections
dapat terbentuk secara sambung menyambung dalam urutan yang panjang. Sebuah
connections yang tadinya response bisa menjadi stimulus. Di sinilah tampak
peran asosiasi yang membentuk connections.
Teori utama Thorndike: Fenomena belajar :
§
Trial and error learning
§
Transfer of learning
B.
Hukum-hukum belajar :
Law of
Readiness : adanya kematangan fisiologis untuk proses belajar tertentu,
misalnya kesiapan belajar membaca. Isi teori ini sangat berorientasi pada
fisiologis
Law of Exercise : jumlah exercise (yang dapat berupa
penggunaan atau praktek) dapat memperkuat ikatan S-R. Contoh : mengulang,
menghafal, dan lain sebagainya. Belakangan teori ini dilengkapi dengan adanya
unsur effect belajar sehingga hanya pengulangan semata tidak lagi berpengaruh.
Law of Effect : menguat atau melemahnya sebuah
connection dapat dipengaruhi oleh konsekuensi dari connection tersebut.
Konsekuensi positif akan menguatkan connection, sementara konsekuensi negatif
akan melemahkannya. Belakangan teori ini disempurnakan dengan menambahkan bahwa
konsekuensi negatif tidak selalu melemahkan connections. Pemikiran Thorndike
tentang. Konsekuensi ini menjadi sumbangan penting bagi aliran behaviorisme
karena ia memperkenalkan konsep reinforcement. Kelak konsep ini menjadi dasar
teori para tokoh behaviorisme seperti Watson, Skinner, dan lain-lain.
C.
Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar
lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulk/an perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan
lagi, demikian seterusnya. Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan
menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner
membedakan respon menjadi dua, ialah respon yang timbul dari stimulus tertentu
dan operant (instrumental) respons yang timbul dan berkembang karena diikuti
oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan
operant conditioning. Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau
“reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner
berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku.
Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
1)
Responsents : respon yang terjadi
karena stimulus khusus misalnya Pavlov
2)
Operants : respon yang terjadi
karena situasi random.
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal
conditioning dan Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal
conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak
diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan. Operant
conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat
akibat reinforcement langsung. Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam
sangkar, digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat
respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping itu, digunakan
pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin
respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi
terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah
tujuan behavior. Guru berperan penting di dlaam kelas untuk mengontrol dan
mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus : (1) Jenis-jenis stimulus (2)
Positive reinforcement: Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu
respon (3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan,
yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon (4) Hukuman :
pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or
reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan
(removing adalah pelasant or reinforcing stimulus). (5) Primary rinforcement :
stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis (6) Modifikasi tingkah laku
guru : Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan
mereka. Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu
respon diperbuat ? Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
Ø
“Fixed-ratio schedule”; yang
didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru
memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
Ø
“Variable ratio schedule”; yang
didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon
Ø
“Fixed interval schedule”; yang
didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement
Ø
“variable interval schedule”;
pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama setelah terjadi
kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu:
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu:
a.
Penguatan positif dan negatif
b.
Shopping, ialah proses pembentukan
tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.
c.
Pendekatan suksesif, ialah proses
pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga
respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d.
Extention, ialah proses penghentian
kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e.
Chaining of respons, ialah respon
dan stimulus yang berangkaian satu sama lain
f.
Jadwal penguatan ialah variasi
pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.
g.
Menurut Menurut thondike, belajar
dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini
dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas
sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang
tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai
berikut :
a)
Adanya motivatie pada diri seseorang
yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
b)
Seseorang berusaha melakukan
berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-motivenya.
c)
Respons-respons yang dirasakan tidak
bersesuaian dengan motivenya dihilangkand. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis
respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike
adalah sebagai berikut :
§
Hukum kesiapan (law of readiness).
Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas.
Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka ia
tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam
belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
§
Hukum latihan (low of exercise).
Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan
memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons
tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi
lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung
kepada memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah
baha belajar dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang
sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
§
Hukum akibat (law of effect).
Manakala hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka
tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon
dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian
lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang
punya kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon
yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya
eksperimentasi dalam belajar.
Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan
prinsip-prinsip belajar, yaitu :
§
Pada saat seseorang berhadapan
dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia
lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan
memperoleh respon yang benar.
§
apa yang ada pada diri seseorang,
baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada
pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
§
Pada diri seseorang sebenamya
terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari
yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
§
Orang cenderung memberikan respon
yang sama terhadap situasi yang sama.
§
Orang cenderung mengadakan
assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi
tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut
mempunyai hubungan.
§
Manakala suatu respon cocok dengan situasinya
relatif mudah untuk dipelajari (concept belongingness).
0 Comments